Laili dan Laila, Si Kembar Yatim Piatu Lumpuh dari Surabaya

Surabaya, IDN Times - Laili dan Laila, nama yang indah didengar milik sepasang anak kembar. Namun indahnya nama mereka berdua tak seindah kehidupan yang mereka jalani selama 16 tahun ini.
Dua gadis bernama lengkap Nur Laili dan Nur Laila ini sama-sama mengalami kelumpuhan. Kedua kakinya tak lagi bisa digerakkan. Tak hanya itu, Laili dan Laila hidup seadanya tanpa kedua orang tua di sebuah rumah petak Jalan Srengganan Gang III, RT 6 RW 7, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Simokerto, Surabaya.
1. Si kembar tuna daksa dan tuna wicara

Laili dan Laila tersenyum manis ketika disapa awakmedia, Sabtu (13/7). Mereka tak bisa bertutur. Keduanya pun hanya terbujur lemas di matras dengan kondisi kaki yang kurus kering. Sulikhah (51), bibi mereka yang selama ini merawat keduanya menjelaskan keadaan Laili dan Laila.
"Mereka ini tidak bisa ngomong. Kami bolak-balik ke rumah sakit tapi sampai sekarang kami belum tahu penyakitnya apa dan bagaimana cara menyembuhkannya," tutur Sulikhah dengan tersenyum.
Keterbatasan fisik yang dialami keduanya ditambah ekonomi yang tak memadai membuat mereka tak dapat mengenyam bangku pendidikan. Seharusnya mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
2. Berawal dari bengkakan kaki saat bayi

Sulikhah menceritakan, penyakit yang tak diketahui ini dimulai dengan bengkakan di salah satu kaki ketika berusia sekitar 7 bulan. Saat itu Laila dan Laili dibawa ke tukang pijat bayi. Tak kunjung sembuh, akhirnya mereka dibawa ke dokter spesialis anak. Diagnosa awal mereka terkena penyakit ginjal.
"Tapi waktu diperiksa juga ke dokter salah satu rumah sakit katanya tidak ada penyakitnya. Saya bingung anak ini sakit apa sebenarnya," tutur Sulikhah lirih.
3. Sempat tempuh upaya pengobatan

Tak menyerah, Laili dan Laila pun sempat dibawa ke RSUD Dr Soetomo beberapa kali untuk memeriksakan kesehatan mereka. Namun nahas, hingga kini keduanya menderita tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Sulikhah mengatakan mereka sempat menempuh berbagai upaya. Mulai operasi hingga dirawat inap selama dua bulan sudah pernah mereka jalani.
"Dokter bilang kakinya sudah mlastik. Selama empat tahun, itu kontrol terapi. Poli gizi tumbuh kembang hingga terapi bicara. Mereka ini tidak bisa ngomong. Kami bolak-balik ke rumah sakit tapi sampai sekarang kami belum tahu penyakitnya apa dan bagaimana cara menyembuhkannya," ucapnya pasrah.
4. Ekonomi keluarga sudah hancur

Sulikhah pun kini tak tahu apa yang harus dilakukan. Hartanya sudah habis digunakan untuk pemeriksaan otak hingga operasi kecil si kembar. Mulai perabotan rumah hingga baju-bajunya telah ia jual. Tak ada yang membantu pengobatan Laili dan Laila karena kedua orangtuanya telah meninggal akibat sakit jantung dan sesak nafas.
"Bapak Ibunya sudah meninggal jadi saya yang merawat. Saya ya ngambil uang cicilan dapat arisan gitu. ada apa saya jual saya gadaikan. Apa adanya sampai habis semua baju saya," ungkap Sulikhah.
Sulikhah yang sehari-hari berjualan kerupuk dan nasi kering pun berpenghasilan tak pasti. Cukup untuk makan saja sudah untung baginya. Belum lagi ia harus membayar biaya kontrakan kamar yang mereka tempati sebesar Rp1,5 juta pertahunnya.
"Saya hanya penjual kerupuk. Kalau ada nasi karak (nasi aking) ya saya jual. Apapun saya lakukan demi menghidupi mereka. ya ngambil uang cicilan dapat arisan gitu. Ya ada apa saya jual saya gadaikan. Apa adanya sampai habis semua baju saya," katanya.
5. Belum mendapat bantuan dari pemerintah

Bantuan, itu yang kini mereka harapkan. Uluran tangan para dermawan akan meringankan beban mereka meski sekadar cukup untuk membeli makan. Pasalnya hingga saat ini, pihak pemerintah belum memberikan perhatian khusus kepada mereka.
"Kalau pemerintah belum, Ibu sudah lapor RT dulu tapi belum ada bantuan sama sekali. Ke Kelurahan juga pernah, tapi saya ini kok gak dapat bantuan beras tapi orang lain dapat. Jawabnya nama saya gak keluar karena gak tercatat," kenangnya.
Saat ini satu-satunya bantuan yang didapat adalah asupan vitamin yang didapatkan dari Puskesmas dekat kediaman mereka. Dengan tambahan vitamin tersebut, Sulikhah berharap Laili dan Laila dapat sehat meski hidup seadanya.
"Saya cuma minta vitamin, kalau minta obat ga berani dokternya. Kalau panas saya kasih obat bodrexin itu aja. Sudah dua tahun lebih ini gak diperiksa juga si kembar," pungkasnya.