Gus Yahya Duga Risalah Palsu dan Putusan Rapat Syuriah PBNU Tak Sah

- Gus Yahya menduga risalah suriyah tentang desakan mundurnya palsu dan tidak sesuai standar resmi organisasi.
- Ia belum menerima secara fisik surat atau risalah suriyah tentang desakan mundur dari Ketum PBNU.
- Rapat harian syuriah PBNU tidak berwenang untuk memberhentikan ketua umum menurut konstitusi AD/ART.
Surabaya, IDN Times - KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya menduga risalah suriyah tentang desakan mundur terhadap dirinya dari kursi Ketua Umum (Ketum) PBNU itu palsu. Dia bahkan menyebut, jika pun ada rapat harian Suriyah PBNU, tidak bisa membuat keputusan untuk memberhentikan ketum.
Dugaan itu muncul karena hingga kini Gus Yahya mengaku belum menerima surat atau risalah suriyah tentang desakan mundur dari Ketum PBNU. "Saya belum menerima secara fisik surat apapun dari syuriah. Ya. Sampai sekarang secara fisik saya belum menerima," ujarnya usai pertemuan dengan jajaran PWNU se-Indonesia di Surabaya, Minggu (23/11/2025) dini hari.
Gus Yahya menambahkan, risalah yang ramai diperbincangkan tersebut memang ramai di media sosial. Ia mengakui sudah membacanya. Dari itu, ia menduga kalau risalah yang ada palsu. Karena menurutnya, tak sesuai standar.
"Adapun yang disebut sebagai risalah yang beredar di media sosial itu juga tidak memenuhi standar resmi dari dokumen resmi organisasi," tegasnya.
"Karena kalau dokumen resmi itu tanda tangannya digital sehingga bisa benar-benar dipertanggungjawabkan kapan tanda tangannya oleh siapa dan seterusnya itu bisa dipertanggungjawabkan kalau tanda tangan digital. Kalau tanda tangan manual itu bisa saja ya sekarang kan zaman begini kan gampang sekali membuat tandatangan scan ya," tambah dia.
Tak hanya itu, Gus Yahya juga menaruh kejanggalan pada hasil rapat harian syuriah. Menurutnya jika para syuriah PBNU membuat putusan memberhentikan dirinya dari Ketum PBNU, itu tidak sah.
"Kalau dikatakan kemaren itu sebagai keputusan rapat syuriah, rapat harian syuriah yang punya konsekuensi akan memundurkan ketua umum, maka saya tandaskan bahwa rapat harian syuriah menurut konstitusi AD/ART tidak berwenang untuk memberhentikan ketua umum," tegasnya.
"Memberhentikan fungsionaris yang lain saja tidak. Memberhentikan misalnya salah seorang wakil sekjen itu rapat harian syuriah tidak bisa. Memberhentikan misalnya ketua lembaga rapat harian syuriah tidak bisa apalagi ketua umum," lanjut Gus Yahya.
"Jadi maka kalau kemudian rapat harian syuriah ini menyatakan atau membuat satu implikasi untuk memberhentikan ketua umum maka itu tidak sah," pungkasnya.














