Tak Mau Eksekusi Kebiri Kimiawi, IDI: Kami Melanggar Kode Etik
Kalau menurut kamu, perlukah kebiri kimiawi untuk pedofil?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times- Isu kebiri kimiawi kepada pelaku pedofilia kembali mencuat setelah Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis kepada Aris, lelaki 20 tahun yang bekerja sebagai tukang las, kedapatan mencabuli sembilan anak laki-laki dan perempuan di bawah umur.
Terpidana sempat mengajukan banding lantaran keberatan dengan Putusan PN Mojokerto yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan serta kebiri kimiawi. Namun Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, Jawa Timur, mengabulkan putusan tersebut berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak.
Pertanyaannya, siapakah yang akan menjadi eksekutor untuk kasus kebiri kimiawi?
Baca Juga: Pencabul 9 Anak Mojokerto Dihukum Kebiri Kimiawi, Ini Tanggapan ICJR
1. IDI enggan menjadi eksekutor karena melanggar kode etik
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) enggan menjadi eksekutor untuk hukuman kebiri kimiawi. Sebab hal itu bertentangan dengan kode etik serta sumpah dokter sebagai profesi yang menyembuhkan dan merehabilitasi, bukan menyakiti.
“Sedangkan kebiri kimiawi, terlepas dari itu sebagai hukuman, itu menyakiti. Kalau dokter yang diminta jadi eksekutornya, tentu dokter akan melanggar kode etik dan sumpahnya,” kata Wakil Ketua Umum 1 IDI, Muhammad Adib Khumaidi, kepada IDN Times, Minggu (25/8).
Baca Juga: Aris Jadi Terpidana Kebiri Kimia Pertama di Indonesia