TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MUI Jatim Serukan Kunut Nazilah dan Infak Jumat untuk Etnis Uighur

Materi khotbah Jumat juga solidaritas untuk Uighur

Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman

Surabaya, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur menyerukan Tiongkok untuk lebih terbuka menanggapi isu diskriminasi serta pelanggaran HAM terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Klarifikasi dari Tiongkok merupakan bentuk tabayun menanggapi kabar soal Uighur yang berseliweran di dunia maya.

“Kami memohon kepada Tiongkok agar mengklarfikasi isu-isu tentang kekerasan yang terjadi kepada Muslim Uighur. Infonya kan simpang siur, makanya harus diklarifikasi secara transparan,” kata Sekretaris MUI Jawa Timur Muhammad Yunus, saat konferensi pers di kantornya, Jumat (20/12).

1. Tunggu klarifikasi dari pemerintah Tiongkok

Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman

Menurut Yunus, isu pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur bukan hal baru. Berbagai media dan laporan lembaga internasional telah menyampaikan, kamp konsentrasi untuk etnis Uighur merupakan sarana de-Islamisasi.

Sekalipun delegasi Indonesia sudah pernah menginjakkan kaki di Xinjiang, Yunus masih merasa bahwa pemerintah Tiongkok masih menyembunyikan sesuatu.

“Karena delegasi itu diikuti dan kecenderungannya di sana diajak ke tempat yang bagus, yang ada fasilitas olahraganya. Yang seperti ini harusnya dibuka secara transparan,” papar Yunus.

Baca Juga: Uighur Dijadikan Politik Identitas di Indonesia, Begini Tanggapan NU

2. Beribadah adalah HAM mendasar yang harus dilindungi

Konferensi Pers MUI Jatim menyikapi isu diskriminasi terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (20/12). IDN Times/Vanny El Rahman

Perbincangan yang terjadi di ruang publik saat ini menyebutkan, etnis Uighur yang berada di kamp konsentrasi dilarang untuk menunaikan ibadah. Padahal, tegas Yunus, beribadah merupakan ekspresi beragama yang harusnya dilindungi negara.

“Kalau memang orang-orang yang di kamp gak bisa ibadah, maka harus ada langkah-langkah (hukum). Sebab, beribadah adalah hak mendasar yang diatur Konvensi HAM PBB,” sambung dia.

Baca Juga: MUI Jatim Imbau Pejabat Tak Ucapkan Salam Lintas Agama

Berita Terkini Lainnya