TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Ritual Tiban, Aksi Tarung Cambuk Minta Hujan di Banyuwangi

Ritual ini dibuka secara umum

Ritual Tiban di Banyuwangi. (Istimewa)

Banyuwangi, IDN Times - Kemarau ekstrem melanda seluruh wilayah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kondisi ini terjadi sejak beberapa bulan lalu dan menyebabkan beberapa wilayah kekeringan parah. Dampak kekeringan paling parah terjadi di wilayah Banyuwangi utara. Di Banyuwangi wilayah selatan, masyarakat di Desa Tamanagung, Kecamatan Cluring, memiliki cara tersendiri untuk meminta hujan. Cara tersebut dikemas dalam sebuah tradisi turun temurun yang bernama Tiban.

Baca Juga: 7 Jenis Motif Batik Khas Banyuwangi, Kamu Perlu Tahu!

1. Bertukar cambuk bergantian, menyerang dan bertahan

Ritual tiban Banyuwangi. (Istimewa)

Berbeda dengan ritual meminta hujan lainnya, dalam pelaksanaannya tiban terbilang sedikit ngeri-ngeri sedap. Ya, ritual tiban digelar dengan aksi bertarung antara dua orang pria menggunakan cambuk. Keduanya bertukar cambukan di atas ring yang dibangun kokoh dari bambu.

"Apa ya, kita menganggap ini sebuah seni dari suatu tradisi. Meski bisa menimbulkan luka tapi ini bukan pertarungan dalam makna kekerasan," ungkap Sahroni (38), salah satu peserta ritual tiban, Rabu (4/10/2023).

Roni menjelaskan, selama prosesnya peserta tiban harus bertelanjang dada. Adapun pelindung yang mungkin diperbolehkan hanya untuk melindungi area kepala. Selebihnya peserta hanya dibekalii cambuk saja sebagai alat pertahanan dan juga menyerang. 

"Pakai helm bergantian, helm dipakai untuk peserta yang mendapat giliran menerima serangan. Untuk menghindari ketidaksengajaan yang mungkin bisa melukai kepala," ungkapnya.

2. Bukan adu kejantanan, tidak ada menang atau kalah

Ritual tiban Banyuwangi. (Istimewa)

Roni mengatakan, ritual tiban ini juga memiliki aturan. Di mana aturan tersebut mengikat agar peserta tidak melepaskan cambukan di sembarang titik dan membabi buta. Setiap peserta dibatasi dengan tiga cambukan yang hanya boleh dilepaskan di bagian tubuh tengah. Setiap peserta dilarang keras untuk mencambuk area kepala dan di bawah perut. Masing-masing peserta juga diberikan kesempatan yang sama, antara menyerang dan bertahan.

"Cambuk itu kan di desain sedemikian rupa panjangnya. Sehingga bagi yang giliran menerima cambukan pastinya bertindak untuk menempel yang giliran mencambuk. Sehingga tidak mudah untuk memberikan luka, dan andaipun bisa pasti rata-rata bagian punggung yang terluka," katanya.

Roni menyebut, tidak ada aturan menang atau kalah disini. Semua orang berpartisipasi dengan niat ingin meminta hujan. Bagi seseorang yang sudah mendapatkan luka namun masih kuat, ia bisa tetap berdiri untuk selanjutnya bermain lagi dengan peserta lainnya.

"Ada aturannya, jika melanggar ada sanksinya. Lagi pula ini kan tujuannya untuk ritual, bukan tujuan pamer kekuatan atau sekedar niat mengalahkan lawan," jelasnya.

Baca Juga: Potensi Cuan Usaha Krecek Singkong Balung Kuwuk Khas Banyuwangi

Berita Terkini Lainnya