TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kasus Stunting Bisa Terjadi karena Ibu Enggan Menyusui Bayinya

Karena tuntutan pekerjaan dan gaya hidup

Menteri Koordinator PMK, Muhadjir Effendy (www.kemenkopmk.go.id)

Madiun, IDN Times – Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa kasus stunting tidak hanya menimpa anak dari keluarga kurang mampu. Gangguan perkembangan otak atau fisik juga dialami anak dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

"Ada ibu-ibu yang tidak mau menyusui bayinya dengan alasan dapat merusak bentuk tubuh," ujar dia saat dialog dengan tema stuntin di Pendapa Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, Jumat (11/3/2022).

Baca Juga: Eri Sebut Angka Stunting di Kota Surabaya Menurun

1. Ibu menyusui harus memperhatikan gizinya

Obayito

Fenomena ibu tidak bersedia menyusui anaknya karena beberapa faktor. Salah satunya tuntutan pekerjaan yang mengharuskannya tetap bertubuh langsing. Selain itu, karena gaya hidup. Maka, pemenuhan gizi anak yang berusia di bawah dua tahun mengandalkan produk susu formula dan makanan buatan pabrik.

“Idealnya, hingga usia enam bulan (bayi) mendapatkan ASI ekslusif. Maka, ibu harus memperhatikan gizinya,” ucap Muhadjir.

2. Melibatan pemerintah desa untuk memantau ibu hamil dan bayi

ilustrasi ibu hamil (IDN Times/Arief Rahmat)

Faktor tersebut merupakan salah satu penyebab masih tingginya angka stunting di Indonesia. Untuk menekannya, pemerintah merangkul seluruh elemen hingga tingkat pemerintahan desa. Para calon pengantin, ibu hamil, balita, hingga anak di bawah dua tahun harus terdata.

Adapun tujuannya ikut memantau perkembangan fisik dan otak dari anak. “Sesuai yang tertuang di RPJMN, target secara nasional tahun 2024 di Indonesia angka stunting 14 persen,” ucap Muhadjir. Adapun angka stunting saat ini mencapai 24,6 persen.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Cara Pencegahan Stunting bagi Calon Pengantin

Berita Terkini Lainnya