Lika-liku Perajin Ecoprint, Berkarya Sambil Mengedukasi

Menyadarkan pembeli tentang pentingnya menjaga alam

Sidoarjo, IDN Times - Riski Fakhrunnisa tak pernah menyangka bahwa kegemaran mengoleksi kain ecoprint akan membuatnya terjun langsung ke industri tersebut. Bermula dari pelatihan pada tahun 2018, Riski kemudian memutuskan untuk menggeluti pembuatan kain ecoprint. Ecoprint sendiri adalah jenis kain yang motifnya didapat dengan menempel daun. Selain motifnya unik, Riski mengaku kesengsem kepada jenis kain ini karena ramah lingkungan. Tak ada bahan kimia sama sekali dalam pembuatan kain ecoprint. 

Meski begitu, diakui Riski, pembuatan ecoprint tak mudah. Setiap perajin punya cara masing-masing. Riski misalnya, biasanya memulai produksi dengan membersihkan kain katun sebagai bahan dasar. Kain katun harus bersih dari zat kimia agar warna dan jejak daun bisa meresap ke pori-pori. Lantaran rumitnya proses pengerjaan, dalam sehari Riski mengaku maksimal hanya bisa memproduksi lima lembar kain.

Setelah beberapa kali berhasil membuat kain ecoprint, Riski pun memberanikan diri mengikuti berbagai pameran. Salah satunya adalah pameran yang diselenggarakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tahun 2019. Saat itu, produknya memang tak banyak yang beli. Namun, di momen itulah ia bertemu dengan seorang asal Banyuwangi. “Dia jadi reseller besar saya, sampai sekarang,” ujarnya. 

Setelah menemukan pasar, ia pun terus mengembangkan usahanya. Jika mulanya hanya memproduksi kain, Riski terus berinovasi dengan membuat outer, dompet, syal, jilbab, hingga alas kaki. Ia juga merasa terbantu dengan berbagai dukungan BRI, mulai dari modal hingga pelatihan. 

Sayangnya, memasarkan ecoprint sama susahnya dengan proses produksinya. Banyak konsumen yang merasa bahwa produk ini kemahalan. “Karena mereka tak tahu proses rumitnya. Ada misi merawat lingkungan yang kami usung. Nah, sambil jualan kami juga mengedukasi,” kata dia. Salah satu momen yang paling ia tunggu adalah Ramadan. Di bulan puasa produknya bisa laku keras. “Kalau puasa biasanya saya fokus syal sama jilbab,” ia menuturkan.

Selain terus mencari pelanggan baru, menurut Riski salah satu yang tak kalah penting dalam industri ini adalah merawat jejaring dengan sesama perajin. Sejak 2021, ia bergabung dengan asosiasi produsen kain ecoprint. Di komunitas itu, ia mendapatkan berbagai trik-trik baru dalam memproduksi kain ecoprint. Di komunitas itu juga ia belajar bagaimana menjagakualitas produksi. “Kalau sampai ketahuan gak murni dari bahan alam bisa dikeluarkan,” kata dia.

Riski akhirnya tak mau main-main soal kualitas. Beberapa daun yang ia gunakan bahkan didatangkan langsung dari Kalimantan. “Alhamdulillah berkat konsistensi, pelan tapi pasti pasar saya sudah terbentuk. Saat ini omzet rata-rata sih sekitar Rp7-12 juta sebulan,” ujarnya.

Baca Juga: Dua Kali Banting Setir, Kisah Wina Memenangkan Pasar Batik Ecoprint

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya