TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sabilil Faroshi, Petani Millennial dengan Segudang Penghargaan

#MillennialsInspiratif Jadi petani juga keren, lho

Instagram/@kotanaga_

#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Lewat rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.

 

Surabaya, IDN Times- “Saya ingin mengubah dogma yang katanya petani itu gak keren,” ujar Mochammad Sabilil Farosi, pemuda berusia 24 tahun asal Kota Nganjuk. Santri dari Pesantren Kyai Mojo ini tengah merasakan nikmatnya keberkahan seorang kiyai. Berawal dari buah naga, pemuda yang karib disapa Kang Roshi ini diganjar berbagai penghargaan serta dianggap sebagai sosok panutan bagi generasi muda.

“Tahun 2018, saya mendapat juara tiga ajang Pemuda Inspiratif Kemenpora untuk program kemandirian ekonomi dan pemberdayaan buah naga di kalangan santri dan pemuda,” ujar Kang Roshi saat dihubungi IDN Times.

Bukan hanya Kemenpora yang mengakui prestasinya. Pada tahun yang sama, ia juga mendapat Juara Platinum yang dianugerahkan Kementerian UMKM RI. Sebelumnya, pada 2017, dia mendapat tanah hibah dari Kementerian Pertanian dalam program Pemuda Tani. 

1. Berawal dari lahan 10x20 meter

Instagram/@kotanaga_

Kiprah Roshi sebagai petani millennial bermula pada 27 November 2015. Pengasuh Pesantren Kyai Mojo bercerita kepada Roshi betapa ingin dirinya memiliki santri yang multitalenta. Bermodalkan ilmu pertanian yang diembannya saat menjadi mahasiswa Universitas Wahab Chasbulloh, pemuda kelahiran 15 April 1995 ini mulai menanam buah naga.

“Awalnya abah (kyai) punya cita-cita supaya santrinya gak hanya pandai ilmu agama, tapi juga punya skill ekonomi mandiri. Di pondok saya ada banyak variasi, ada lele, ternak kambing, jamur, tapi saya pilih buah naga dengan modal sendiri,” sambung dia.

Perjuangan dimulai dari 28 lubang pertama. Sekitar Oktober 2016, kala sebagian pohon sudah berbunga dan menunjukkan buahnya, Roshi bersama sejumlah santri tidak sabar menanti musim panen. Sekalipun banyak pohon yang mati dan buahnya terserang hama, panen pertama dijadikannya sebagai momen syukuran.

“Dulu lahan awalnya 10x20 meter dengan modal awal saya Rp2 juta. Awalnya saya sendiri, alhamdulillah sekarang saya bersama 15 santri di sini dan sudah ada lahan-lahan kecil di lima kota lainnya,” ungkap rasa syukurnya.

2. Kenapa buah naga?

Instagram/@kotanaga_

Ketika memutuskan untuk mengelola buah naga, Roshi sadar bahwa buah yang ditanamnya memiliki banyak khasiat. Satu kilogram buah naga mampu mencukup 50 persen kebutuhan harian vitamin C. Bukan hanya dagingnya, kulitnya sekalipun bisa menjadi produk olahan.


“Karena buah naga ini manfaatnya jangka panjang. Awal-awalnya studi banding ke Banyuwangi dulu. Nah sekarang sudah budi daya, pembibitan, hingga edukasi agro."

Baca Juga: Fuad Fahmi, Millennial yang Pilih Jalan Merdekakan Warga Pinggiran

3. Memiliki omset hingga Rp7 juta

Instagram/@kotanaga_

Lahan tani yang terletak di dekat Pesantren Kyai Mojo ini disulap oleh Roshi menjadi tempat wisata petik buah. Di samping itu, bersama Kotanaga (Komunitas Tani Buah Naga) Roshi telah memiliki sejumlah produk olahan, seperti keripik dan selai. Semuanya pun sudah tembus pasar luar kota.

“Omset dari buahnya saja bisa tembus Rp2-3 juta. Kalau dari produk olahannya bisa sampai Rp5 juta. Kami segmentasinya itu buah naga sehat,” terang dia. Untuk memperluas pasar, kini Roshi tengah berupaya mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan bakal prduk andalannya.

4. Siap menghadapi berbagai tantangan

Instagram/@kotanaga_

Bukan perkara mudah bagi Roshi untuk tiba pada titik ini. Sejumlah tantangan seperti hama dan anjloknya harga buah naga kerap menghantui Roshi. Namun, hal itu tidak memadamkan api semangatnya. Ia bahkan rela membantu petani lain dengan membeli buahnya di atas harga pasar.

Di bawah naungan Kotanaga, Roshi telah memiliki sejumlah lahan di Nganjuk, Jombang, Ponorogo, dan Madiun. “Alhamdulillah sekarang penjualannya sudah sampai Jakarta, Bekasi, Surabaya, luar kota lebih banyak sih memang permintaannya,” tambah dia.

Baca Juga: Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95

Berita Terkini Lainnya