TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Olah Sabut Kelapa Jadi Media Hidroponik, Agus Raup Rp8 Juta Sebulan

Ia baru menekuni bisnis ini sejak Januari lalu

Agus Winarno memanfaatkan limbah serbuk kelapa di media tanamannya. IDN Times/Zainul Arifin

Jombang, IDN Times - Pandemik COVID-19 tak membuat Agus Winarno kehilangan ide bisnis. Warga Dusun Kedungbentul, RT 03/RW 03, Desa Kedungturi, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang ini memanfaatkan cocopeat atau serbuk serabut kelapa sebagai media tanam hidroponik pengganti media tanah.

Pria berusia 51 tahun terbilang berhasil menggeluti usaha kreatifnya yang ia rintis sejak Januari lalu. Agus kini sudah menghasilkan keuntungan yang berlipat dari pemanfatan limbah serbuk serabut kelapa tersebut.

1. Ide dari limbah kulit kelapa tetangga yang tidak terpakai

Pemanfaatan limbah serabut kelapa. IDN Times/Zainul Arifin

Agus menuturkan, ide membuat cocopeat muncul ketika melihat limbah kulit kelapa tidak terpakai di tetangganya. Sementara, tetangganya kebingungan untuk membuangnya. Dia pun berfikir memanfaatkan limbah itu menjadi barang berguna.

"Akhirnya saya mencoba membuat cocopeat untuk media tanam bonsai saya. Dan ternyata Cocofiber juga bermanfaat," tutur Agus ditemui di tempat usahanya, Sabtu (19/9/2020).

Menurut dia, cocofiber bermanfaat untuk media tanam untuk tanaman apa saja dengan keistimewaan dapat menyimpan air lebih lama. Di saat itu, Agus juga membuat pot sebagai tempat tanaman.

"Cocofiber tidak harus disiram setiap hari. Bahkan saya juga menguji tanaman milik saya. Selama satu minggu tidak disiram pun ternyata masih basah di bawahnya," ujarnya.

Baca Juga: Cara Mudah Membuat Tanaman Hidroponik dalam Botol, Hijaukan Rumah!

2. Sehari memproduksi cocopeat 3 karung

Pot yang sudah diberi serbuk kelapa. IDN Times/Zainul Arifin

Seiring berjalannya usaha yang sudah 8 bulan, Agus mengaku banyak permintaan pot dan cocopeat untuk produksi campuran pupuk organik. Pembeli yang datang ke tempatnya tidak hanya di Jombang, tapi juga ada dari Gresik dan Sidoarjo.

"Mereka (pembeli) mengambil cocofiber langsung ke sini," akunya.

Dalam sehari, kata Agus, ia dapat memproduksi cocopeat menggunakan mesin kecil sebanyak tiga karung. Sementara untuk cocofiber dia mampu memproduksi sebanyak dua karung besar.

"Pengerjaannya saya dibantu dua orang. Satu orang untuk bagian penguraian, penggilingan, dan satu orang lagi bagian perakitan," katanya.

3. Bahan baku dibeli harga Rp5 ribu per karung

Agus Winarno memanfaatkan limbah serbuk kelapa di media tanamannya. IDN Times/Zainul Arifin

Bahan baku limbah kulit kelapa tidak didapat secara cuma-cuma. Namun, Agus harus membeli di sejumlah pedagang kelapa. Harganya Rp5 ribu per karung ukuran besar. Jika limbah itu sudah selesai diproses bisa menghasilkan uang ratusa ribu rupiah.

"Satu karung besar saya beli dengan harga Rp5 ribu. Itu kalau diproses dan diuangkan, menjadi sekitar Rp500 ribu," ucapnya.

Baca Juga: Fokus di Bidang Hidroponik, Petani Milenial Kelola Usaha ‘S3 Farm’ 

Berita Terkini Lainnya