TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Obyek Cukai Berpotensi Meluas Selain Plastik

Makanan berkarbonasi bisa jadi obyek cukai

ilustrasi kumpulan bekas kemasan produk (pexels.com/malimaeder)

Surabaya, IDN Times – Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan bahwa DPR telah menyetujui cukai kantong plastik, berikut dengan cukai kemasan & wadah plastik, cukai diapers, serta cukai alat makan & minuman sekali pakai.

"Sedangkan penambahan cukai untuk makanan dan minuman berpemanis (MMDK) belum disetujui," ujarnya dalam diskusi media, Ekstensifikasi Cukai untuk Pemulihan Ekonomi Nasional yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi dan Politik, secara virtual Kamis sore, (3/9/2021).

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Peneliti: Tarif Tier Cukai Harus Disederhanakan

1. Potensi obyek cukai

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nirwala Dwi Heryanto. Dok. Istimewa.

Nirwala mengungkap fakta terkait prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia yang meningkat sebesar 30% dalam waktu 2013-2018, serta pertumbuhan obesitas di Indonesia peringkat ketiga tertinggi di negara ASEAN pada rentan waktu 2010-2014, yakni 33%. "Melihat data tersebut, MMDK berpotensi dikenakan cukai," jelasnya.

Mengenai hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR-RI, Eriko Sotarduga, mengatakan pemerintah perlu mengkaji lebih jauh terhadap barang-barang yang berpotensi dikenakan cukai. Perluasan obyek cukai perlu segera dibahas pemerintah dan DPR, dan hal ini terkait dengan barang-barang yang diharapkan dapat dikurangi konsumsinya, seperti makanan minuman yang tinggi kandungan Gula, Garam dan Lemak (GGL), salah satu contohnya minuman berkarbonasi.

"Konsumsi GGL yang terus bertambah mengakibatkan meningkatnya risiko kesehatan, (pengenaan) cukai akan membantu membuat masyarakat lebih menyadari menjaga kesehatan diri, tanpa harus memberatkan,” kata Eriko.

2. Ekstensifikasi cukai dinilai tepat

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esa Suryaningrum. Dok. Istimewa.

Sementara itu, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esa Suryaningrum mengatakan kebijakan ekstensifikasi cukai dilakukan pemerintah sudah tepat. Sebab, selama puluhan tahun hanya ada tiga obyek cukai di Indonesia, dan Pemerintah menjadikan Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai kontributor utama cukai.

"IHT layaknya angsa bertelur emas, yang terus diandalkan untuk mampu memenuhi target penerimaan cukai, meski dengan tarif cukai yang kian meningkat yang dibebankan," katanya.

Esa menjelaskan jika tarif cukai IHT terus dinaikan, hal ini tidak akan efektif dan malah akan memberikan dampak lain seperti perdagangan rokok illegal.

"Saat inipun meski memenuhi target cukai, namun angka produksi hasil tembakau kian menurun," tambahnya. Untuk itu, Esa turut mendorong adanya peta jalan perluasan cukai.

Baca Juga: Tarif Cukai Rokok Mulai Naik Hari Ini!

Berita Terkini Lainnya