Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup Angin

Para tersangka dihukum ringan, bahkan ada yang bebas

Malang, IDN Times - Setahun sudah Tragedi Kanjuruhan mengguncang dunia pada 1 Oktober 2022 lalu. Ratusan korban jiwa jatuh sia-sia hanya karena sebuah laga sepak bola di Liga 1 antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. Pertandingan yang seharusnya menjadi pesta bagi Aremania, justru berubah menjadi petaka, 135 jiwa melayang.

Hingga saat ini, keluar korban Tragedi Kanjuruhan masih berjuang mencari keadilan bagi sanak saudara mereka yang telah meninggal akibat tragedi tersebut. Berbagai cara mereka coba untuk mencari keadilan. Semakin keras mereka mencoba, sesering pula mereka menemui jalan buntu. 

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginMantan Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Petaka ini sendiri tak lepas dari tingginya rivalitas antara Arema FC dan Persebaya. Keduanya kembali bertemu di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam. Rivalitas tidak hanya terjadi antara dua tim tersebut, tapi juga kedua suporter antara Aremania dan Bonek Mania. Alasan itulah yang membuat Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC saat itu, Abdul Haris melarang suporter tim rival datang ke Stadion Kanjuruhan.

Meskipun tanpa dihadiri suporter tim tamu, pertandingan yang akan digelar pada pukul 20.00 WIB ini dianggap masih memiliki potensi kerawanan yang tinggi. Kapolres Malang saat itu, AKBP Ferli Hidayat mengatakan ia mempersiapkan 2.034 personil dan 50 personil cadangan untuk mengamankan pertandingan ini. Mereka juga meminta bantuan Polda Jawa Timur untuk mengamankan pintu-pintu masuk wilayah Malang Raya agar tidak ada Bonek Mania yang nekat berangkat.

Polres Malang juga sempat mengajukan surat kepada PT Liga Indonesia Baru (LIB) agar laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan dimajukan menjadi pukul 15.00 WIB. Hal ini disebabkan laga tersebut memiliki tingkat kerawanan yang tinggi jika dilaksanakan pada malam hari. Namun, usulan tersebut ditolak dengan alasan broadcasting. Oleh karena itu, Polres Malang mau tidak mau harus menerima laga dilaksanakan pada pukul 20.00 WIB.

"Dari sisi broadcast hitungannya bisa dibilang big match, tapi untuk pengamanannya sama saja dengan pertandingan lainnya. Sehingga dalam pertandingan ini mungkin banyak sekali Aremania yang datang. Tapi kami bersama panpel akan mengakomodir supporter yang tidak kebagian tiket," ucap Ferli saat dikonfirmasi pada Kamis (29/09/2022).

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginAremania yang hadir saat laga Arema FC Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022). (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Benar saja, Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 sudah dipadati oleh Aremania sejak sore hari. Berdasarkan informasi, sebanyak 42 ribu tiket ludes terjual dan tak menyisakan sepetak kursi pun di Stadion Kanjuruhan. Aremania sudah tidak sabar melihat tim kesayangannya mengalahkan Persebaya Surabaya. Apalagi laga ini diharapkan jadi momen kebangkitan Arema FC.

Bagaimana tidak, pada dua laga home sebelumnya, tim yang diasuh oleh Javier Roca mengalami kekalahan berturut-turut di kandang saat menghadapi Persija Jakarta dan Persib Bandung. Aremania gelisah melihat tim kebanggaannya tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. 

Tim Persebaya Surabaya sendiri datang ke Stadion Kanjuruhan sekitar pukul 19.00 WIB menggunakan mobil rantis milik Brimob Polda Jawa Timur. Sejauh ini, pihak kepolisian mampu menangani situasi keramaian di stadion dengan baik. Tidak ada indikasi kerusuhan, Aremania juga tidak melakukan tindakan anarkis pada pemain Persebaya, hanya chants yang ditujukan untuk menekan mental pemain-pemain Persebaya Surabaya.

Ketika Agus Fauzan Arifin memulai kick off babak pertama, Arema FC bermain di luar ekspektasi penonton. Lini tengah dan barisan pertahanan yang lemah membuat tim Persebaya Surabaya mendominasi pertandingan. Hasilnya babak pertama berakhir dengan skor 2-2. Pemain Bajul Ijo, Silvio Junior membuka gol pada menit ke-8 dan Leo Lelis menambah keunggulan lewat sundulan kepala pada menit 32, sementara 2 gol Singo Edan dilesakkan Abel Camara pada menit 42 dan 45.

Tertinggal dua kali dan berhasil menyamakan kedudukan pada ujung babak pertama, adrenalin Aremania terpompa. Mereka sangat ingin melihat timnya bangkit pada babak kedua untuk membalikkan keadaan. Apalagi ini adalah momentum yang pas setelah Abel Camara berhasil mencetak brace hanya dalam 5 menit.

Namun, bukannya langsung ngegas di awal babak kedua, lagi-lagi Arema FC membuat kesalahan yang sama. Baru memasuki 6 menit babak kedua, Sho Yamamoto merobek jala gawang Adilson Maringa. Javier Roca kemudian berinisiatif memasukkan lebih banyak striker seperti Dedik Setiawan. Tapi skor 2-3 tidak berubah sampai peluit panjang dibunyikan.

Baca Juga: Keluarga Korban Ratapi Stadion Kanjuruhan yang Mulai Dibongkar

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginPemain dan staff official Persebaya langsung menaiki mobil rantis saat bentrok di Kanjuruhan. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Usai peluit panjang dibunyikan oleh wasit Agus Fauzan Arifin, Stadion Kanjuruhan gaduh oleh teriakan kekecewaan Aremania. Mereka memaki, mengutuk, dan memprotes performa Arema FC yang untuk ketiga kali secara berturut-turut mendapatkan kekalahan di kandangnya sendiri. Stadion Kanjuruhan bagai tak lagi angker bagi tim-tim Liga 1.

Melihat kondisi stadion yang tidak lagi kondusif, Aji Santoso bersama para penggawa Bajol Ijo dan offisial tim langsung lari dari lapangan. Mereka langsung menuju loker room dan mengemas barang-barangnya tanpa melakukan konferensi pers sebelum masuk ke dalam mobil rantis yang sudah stand by di luar stadion.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, mereka langsung cabut membelah massa Aremania di luar stadion. Meski sempat dicegat di luar stadion, tapi mereka berhasil pulang ke Surabaya tanpa masalah apapun.

Kondisi di dalam Stadion Kanjuruhan tak kalah mencekam, staff pelatih dan pemain Arema FC tidak meninggalkan lapangan. Mereka mengelilingi lapangan untuk meminta maaf atas kekalahan yang mereka terima. Kendati demikian, amarah Aremania tak mudah diredam. Terlihat massa bisa mengamuk kapan saja saat itu.

Puncaknya ketika ada sekitar tiga penonton yang berlari ke arah pemain Arema FC, salah satunya ke arah Adilson Maringa yang berada di tengah-tengah lapangan. Mereka memicu ribuan suporter lainnya melakukan pitch invasion. Para pemain tunggal langgang menuju loker room, dan para petugas pengamanan mulai dari security officer hingga TNI/Polri berusaha mengamankan pemain hingga staff pelatih Arema FC.

Kerusuhan pecah sekitar pukul 22.00 WIB, penonton yang menyerbu lapangan untuk merusak fasilitas stadion terus bertambah. Lemparan-lemparan mulai dari botol, kayu, dan benda keras lainnya melayang di udara. Terlihat juga 2 mobil K-9 milik polisi dihancurkan dan digulingkan di dalam stadion.

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginKondisi Gate 13 Kanjuruhan beberapa hari setelah kerusuhan. IDN Times/Faiz Nashrillah

Sekitar pukul 22.30 WIB, polisi mulai menembakkan gas air mata ke arah Aremania yang melakukan kerusuhan. Gas air mata membuat Aremania yang melakukan kerusuhan terpencar. Sayangnya, gas air mata juga berdampak pada penonton yang tidak berbuat kerusuhan dan masih tertahan di tribun karena pintu keluar stadion yang belum dibuka oleh panitia pelaksana (Panpel).

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) melaporkan jika gas air mata ditembakkan secara tidak terukur ke arah tribun penonton. Menimbulkan kepanikan dan kericuhan semakin menjadi-jadi. Penonton yang berdesak-desakan berusaha segera keluar dari stadion, tapi tidak seluruh pintu dibuka oleh panpel membuat banyak penonton terjatuh dari tangga hingga terinjak-injak.

Pemandangan mencekam menyelimuti seluruh Stadion Kanjuruhan, kerusuhan meluas hingga ke luar stadion. Mobil patroli hingga dump trcuk milik polisi dibakar di depan gerbang masuk Stadion Kanjuruhan oleh Aremania. Polisi bersenjata lengkap menghalau massa agar segera meninggalkan Stadion Kanjuruhan.

Orang-orang dari dalam stadion juga menggotong satu per satu ratusan kawannya yang tumbang. Mereka yang tumbang tidak sanggup menahan gas air mata hingga terinjak-injak karena kepanikan massa. Ratusan orang digeletakkan di depan masing-masing pintu masuk tribun stadion untuk menunggu ambulans yang tidak segera datang ke Stadion Kanjuruhan karena akses yang terhambat akibat kerusuhan.

Yang paling mengerikan adalah kondisi pintu 13, di sinilah paling banyak korban ditemukan. Mereka tak tegencet tak bisa bergerak sambil harus menghirup gas air mata yang ditembakkan oleh polisi.

Yang memilukan, beberapa orang tua berlari menggendong anak-anaknya yang masih belum berusia 10 tahun. Terlihat mata anak-anak tersebut memerah dan menangis akibat menahan perih dan kesulitan bernafas akibat gas air mata. Para orang tua meminta air mineral pada setiap orang yang ia temui untuk membasuh mata anak-anak mereka yang memerah.

Sementara itu, dump truck milik Polri dan TNI akhirnya dikerahkan untuk membawa mereka yang tak sadarkan diri untuk dilarikan ke beberapa rumah sakit seperti RS Wava Husada, RUSD Kanjuruhan, hingga RSUD Saiful Anwar Kota Malang. Beberapa bahkan menggunakan sepeda motor untuk membawa korban yang tak sadarkan diri ke rumah sakit.

Kerusuhan benar-benar berakhir sekitar pukul 12.00 WIB. Puluhan mobil ambulans akhirnya bisa masuk ke area Stadion Kanjuruhan untuk membawa sisa penonton yang tak sadarkan diri. Wilayah Kepanjen yang biasanya sangat sepi pada dini hari, hari itu riuh dengan sirine ambulans. Tak pernah terbayangkan tragedi sepakbola paling mematikan nomor dua di dunia akan terjadi di sini.

Baca Juga: Keluarga Korban Kanjuruhan Resmi Buat Laporan ke Bareskrim Polri

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginPara korban Tragedi Kanjuruhan yang dinyatakan meninggal dunia di RS Wava Husada. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Kabar simpang siur terkait jatuhnya korban jiwa sudah muncul sejak Minggu dini hari, awalnya ada kabar menyebutkan ada dua orang meninggal dunia akibat kerusuhan ini. Jumlahnya kemudian berkembang menjadi dua orang meninggal dunia. Lalu pada Minggu (2/10/2022) sekitar pukul 02.00 WIB ada laporan jika puluhan korban meninggal dunia di RS Wava Husada Kepanjen.

Pemandangan di RS Wava Husada Kepanjen benar-benar mengerikan, puluhan ambulans dengan sirine nyaring mengantri di depan rumah sakit ini untuk mengantarkan korban yang butuh pertolongan. Sementara di ruang IGD, puluhan jenazah terbaring di lantai dengan alas seadanya, saking banyaknya korban jiwa membuat pihak rumah sakit kewalahan. Satu persatu orang tua datang dengan air mata yang menetes melihat anak-anaknya terbaring tak bernyawa, korban rata-rata memang anak-anak muda.

Direktur RS Wava Husada, dr Bambang Dwi mengatakan kalau ia juga melum bisa memastikan jumlah korban luka-luka dan meninggal dunia saat itu. Ia hanya menyarankan awak media untuk datang langsung sehingga bisa melihat sendiri situasi di RS Wava Husada.

"Untuk jumlah pasien yang dirawat atau meninggal saya belum tahu pasti. Karena banyak yang datang lalu pergi," terangnya saat dikonfirmasi pada Minggu dini hari.

Bambang mengatakan kalau pihaknya akan menangani mereka yang masih hidup. Sementara yang sudah meninggal akan dibawa ke RSUD Saiful Anwar yang memiliki fasilitas kamar jenazah yang lebih memadai. Bambang juga mengatakan kalau fasilitas oksigen sudah tersedia di RS Wava Husada. Sehingga mereka yang terkena gas air mata dan mengalami sesak nafas akan langsung tertangani.

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginMantan Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta saat konferensi pers di Polres Malang pada Minggu (2/10/2022). (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Pada Minggu sekitar pukul 05.00 WIB, Kapolda Jawa Timur saat itu, Irjen Pol Nico Afinta langsung bertolak ke Polres Malang untuk memantau langsung penanganan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Ia juga langsung melakukan konferensi pers untuk melaporkan jumlah korban yang telah mereka data. Hasilnya mengejutkan, ia melaporkan sebanyak 127 orang meninggal dunia dalam kejadian ini.

"Dari 127 korban, dua di antaranya adalah anggota Polri. Kemudian dilaporkan jika 34 orang meninggal dunia di stadion, dan sisanya meninggal dunia di rumah sakit. Kemudian ada 180 orang mengalami luka-luka masih dalam perawatan," bebernya.

Ia juga mengatakan jika sebanyak 13 mobil rusak akibat kejadian ini. Rinciannya adalah 10 di antaranya merupakan mobil dinas milik Polri seperti mobil patroli, mobil Brimob, dan mobil K-9. Sementara tiga kendaraan lainnya merupakan mobil pribadi.

Baca Juga: Laporan Model B Kanjuruhan Pupus, Devi Athok: Kami Dizalimi

Setahun Petaka di Kanjuruhan, Mencari Keadilan yang Ditiup AnginBekas kerusuhan di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022). (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Setelah Kapolda Jawa Timur menyebutkan ada 127 korban jiwa dalam Tragedi Kanjuruhan, terdapat simpang siur terkait jumlah pasti korban Tragedi Kanjuruhan baik dari versi Kapolri, Gubernur Jawa Timur, hingga Manajemen Arema FC. Lalu pada akhirnya setelah dilakukan pemutakhiran data, didapatkan kesimpulan bahwa jumlah pasti korban Tragedi Kanjuruhan adalah 135 jiwa.

Humas Aremania Korwil Turen, Didik mengatakan jika ada dua anggota Aremania Korwil Turen yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. Tampak matanya yang masih tampak merah saat diwawancarai awak media pada Minggu malam.

"Di Korwil Turen ada 2 orang yang menjadi korban meninggal dunia. Kami merasakan duka yang sangat mendalam yang sulit diungkapkan. Kemarin banyak teman-teman dari luar kota (jadi korban). Mungkin juga masih ada yang di rumah sakit yang belum ketemu sama keluarganya," paparnya.

Pria berkacamata ini mengatakan sangat kecewa dengan sikap beberapa Aremania yang menyulut kericuhan. Padahal menurutnya Aremania adalah supporter yang sopan sejak dulu. Namun ia heran mereka berubah menjadi anarkis hanya karena melihat tim kesayangannya kalah.

"Harapan saya Aremania bisa menjaga kerukunan kembali. Saya merasa sedih dan kecewa, soalnya dulu tidak seperti ini. Tidak seperti yang saya bayangkan," pungkasnya.

Pasca kejadian ini, Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dicopot dari jabatannya. Polda Jawa Timur juga menetapkan 6 tersangka dalam kasus Tragedi Kanjuruhan di antaranya Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Kepala Bagian Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi, dan Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.

Sayangnya, proses hukum kasus ini berbelit. Tak terhitung sudah jumlah kejanggalan yang menyertai pengusutan kasus ini. Misalnya, polisi tak pernah melakukan rekonstruksi kasus di stadion Kanjuruhan. Belum lagi berbagai intimidasi yang dialami oleh korban yang menyuarakan usut tuntas kasus ini. Salah satu korban yang mengaki mendapat intimidasi adalah Devi Athok. Ia kehilangan dua putrinya dalam tragedi tersebut.

Ia mengaku mendapat banyak teror dari orang tak dikenal. Mereka mendatangi rumah Devi. Salah satunya bahkan menyampaikan kata intimidatif. “Kamu gak sayang keluargamu?” kata Devi menirukan ucapan orang yang tak kenalnya itu. “Saya cuma jawab ‘ya pak’.” 

Di hari lain, seseorang tak dikenal bahkan menguntitnya saat hendak berbelanja. “Katanya, saya jangan macam-macam,” ujarnya. Selain intimidasi verbal, Devi mengaku kerap melihat orang mencurigakan yang menunggunya keluar dari rumah. Berbagai teror itu tak membuatnya mundur. Ia tetap membuat laporan Model B kepada polisi meski akhirnya kandas. 

Segala kejanggalan itu membuat publik makin tak yakin dengan proses pengadilan para tersangka. Benar saja, para tersangka dapat vonis ringan dari pengadilan. Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, Abdul Haris cuma diganjar dua tahun penjara. Sementara Security Officer Suko Sutrisno malah hanya divonis setahun penjara. Lalu, Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman juga hanya diganjar 1,5 tahun penjara.

Yang lebih mencengangkan, dua orang polisi, yaitu Kepala Bagian Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranot dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi sempat divonis bebas di pengadilan negeri. Majelis Hakim menyebut keduanya tak bersalah dan lebih memilih menyalahkan angin. Angin dianggap menjadi faktor utama yang membuat gas air mata mengenai para korban. Mahkamah Agung belakangan membatalkan vonis tersebut. Namun, keduanya tetap mendapat vonis yang tak kalah ringan. Bambang dua tahun dan Wahyu dua setengah tahun. 

Satu tersangka lain, yaitu Akhmad Hadian Lukita bahkan dibebaskan. Meski statusnya disebut masih tersagka, namun polisi mengatakan bahwa masa penahanan Hadian selama 60 hari telah habis. Sementara bukti yang bisa menyeretnya ke pengadilan dikatakan masih kurang. 

"Iya, dikeluarkan (dari penahanan) demi hukum," ujarnya saat dikonfirmasi IDN Times, Kamis (22/12/2022), kata Kepala Subdit Kamneg Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim, AKBP Achmad Taufiqurrahman. Janji polisi untuk segera melengkapi berkas untuk membawa Hadian ke pengadilan pun sampai saat ini cuma pepesan kosong.

135 nyawa nyatanya belum cukup untuk membuat orang-orang di balik Tragedi Kanjuruhan mendapat hukuman setimpal. Keluarga korban seperti tak tahu lagi ke mana harus mengadu. Haruskah mereka bertanya pada angin yang katanya membuat orang-orang tersayang mereka meninggal?

Baca Juga: Sebulan Sudah Akhmad Hadian Bebas, Berkasnya Masih Gitu-gitu Aja!

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya