TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Inovatif, Mahasiswa UB Buat Biskuit Ulat Hongkong untuk Cegah Stunting

Kandungan ulat Hongkong bagus untuk pertumbuhan

Ilustrasi penimbangan berat badan bayi di Posyandu. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Malang, IDN Times - Lima mahasiswa Universitas Brawijaya, berhasil menciptakan produk biskuit protein dari bahan ulat hongkong. Produk tersebut diklaim bagus untuk perawatan stunting pada anak.

Kelima mahasiswa yang berasal dari Fakultas Peternakan tersebut adalah Retno Nur Fadillah, Sularso, Yasri Rahmawati, Hendarto, dan Zuhdan Alaik.  Mereka membuat penelitian menggunakan ulat hongkong di bawah bimbingan dosen Dedes Amertaningtyas. Hasil penelitian tersebut kemudian diberi nama Biskot.

Baca Juga: Satu Mahasiswa Positif Corona, Begini Langkah Universitas Brawijaya

1. Ulat Hongkong banyak mengandung protein

Ilustrasi anak stunting.brecorder.com

Salah satu mahasiswa peneliti, Sularso menjelaskan bahwa kandungan protein pada larva ulat hongkong cukup tinggi, yaitu 47,44 persen dengan kadar lemak 21,84 persen. Lalu ada juga kandungan asam amino berupa taurin sebesar 17,53 persen yang sangat dibutuhkan pada masa tumbuh kembang anak. Taurin merupakan jenis asam amino terbanyak kedua dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam proses pematangan sel otak.

“Ulat hongkong atau yang juga disebut dengan mealworm biasanya dibudidayakan hanya untuk dijadikan pakan unggas karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi,” kata Sularso," Kamis (4/3/2021). 

2. Jumlah prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi

. ANTARA FOTO/Maulana Surya

Proses pengolahannya sendiri tidak memerlukan prosedur yang sulit. Ulat hongkong yang sudah dicuci bersih kemudian dikeringkan sebelum dioven. Setelah itu, ulat hongkong kemudian dihaluskan menggunakan blender dan disaring airnya. Setelah itu hasil saringan tersebut dicampur ke dalam adonan biskuit yakni terigu, gula, dan telur. Proses kemudian dilakukan sebagaimana membuat biskuit pada umumnya. 

"Ulat hongkong ini sebenarnya juga masuk dalam ordo coleoptera yaitu ordo keempat artinya banyak dikonsumsi manusia," imbuhnya.

Sularso menyebut inovasi ini sangat berguna karena berdasarkan data Data World Health Organization (WHO) tahun 2014, sebanyak 24,5 persen balita di dunia mengalami stunting. Sementara, lanjut dia, Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting terbesar kelima dengan jumlah stunting atau prevalensi 36 persen. Pada tahun 2019, tercatat ada 7.547 anak yang mengalami stunting. 

Baca Juga: Tahun Ini Universitas Brawijaya Terima 6 Ribu Maba Jalur SBMPTN   

Berita Terkini Lainnya