TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Memprediksi Kasus COVID-19 di Surabaya Stagnan Hingga Desember

Testing sudah bagus, yang perlu ditingkatkan adalah tracing

Ilustrasi virus corona. IDN Times/Arief Rahmat

Surabaya, IDN Times - Jumlah tes PCR COVID-19 di Kota Surabaya sudah mencapai batas minimun yaitu 1:1.000 jumlah penduduk tiap minggunya. Jumlah kasus aktif pun tak pernah lebih dari 100 orang. Namun, pakar epidemiologi mengingatkan bahwa hal itu tak serta merta membuat kasus COVID-19 di Kota Surabaya dapat dikatakan aman. Pasalnya, jumlah penambahan kasus diperkirakan stabil dan tidak berkurang hingga awal Desember 2020.

1. Testing di Kota Surabaya sudah melampaui batas minimum

Ilustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Berdasarkan laman Surabaya Lawan COVID-19, per harinya rata-rata jumlah spesimen yang diperiksa oleh Pemkot Surabaya adalah 1.500 spesimen. Sementara, jumlah minimum yang harusnya dipenuhi adalah 3,1 ribu spesimen per minggu. Dengan ini, Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Dr. Windhu Purnomo menilai bahwa testing di Surabaya sudah bagus.

"Nah, artinya sudah bagus itu testing-nya. Tesnya sudah bagus karena per harinya sudah seperti itu. Padahal seminggu seharusnya 3,1 ribu tapi sehari sudah ribuan. Tetapi bagaimana dengan tracing-nya?" ujar Windhu saat dikonfirmasi IDN Times, Jumat (13/11/2020).

Baca Juga: Alhamdulillah! Bayi Berusia 16 Bulan di Surabaya Sembuh dari COVID-19

2. Testing masif, namun tracing masih lemah

Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Namun, Windhu menggarisbawahi bahwa tes yang masif saja tak cukup. Tes perlu dilakukan tertarget kepada pihak-pihak yang berpotensi tertular atau dalam kata lain adalah kontak erat pasien COVID-19. Sementara, Windhu menyebut bahwa di Surabaya tracing yang dilakukan masih belum cukup.

"Jadi kalau trace-nya kecil, kita tidak tahu siapa yang ditulari dan ketularan dari mana. Testing-nya sudah bagus, saya kasih acungan jempol. Tapi tracing-nya yang masih harus dikejar. Saya mendengar dari petugas kesehatan yang di puskesmas dan relawan itu, memang tracing kita yang lemah," tuturnya.

3. Karena masih banyak stigma di masyarakat

Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Windhu mengatakan bahwa lemahnya tracing di Surabaya bukan karena ketidakmampuan petugas. Hingga saat ini masih banyak warga yang menolak untuk diperiksa padahal, mereka merupakan kontak erat dari pasien COVID-19. 

"Di Indonesia ini bukan soal kemampuan petugas. Petugasnya mungkin mampu namun lelah karena sudah terlalu lama. Kedua, warga itu sering tidak kooperatif. Masih banyak stigma. Itu masalahnya," ungkapnya.

4. Kasus COVID-19 di Surabaya diprediksi stagnan hingga awal Desember

Ilustrasi corona. IDN Times/Arief Rahmat

Dengan kondisi seperti ini, Windhu mengatakan bahwa timnya di FKM Unair sudah membuat prediksi. Pertambahan kasus COVID-19 di Kota Surabaya akan stabil atau tidak mengalami penurunan hingga 7 Desember. Pertambahan kasus diprediksi berada di sekitar angka 40 kasus per harinya. Memang, dalam beberapa hari terakhir, pada November terdapat 30-40 penambahan kasus COVID-19 tiap hari.

"Meski kasus barunya kelihatan turun, tapi kalau kami prediksi untuk kasus baru ini stagnan. Artinya, relatif tetap sampai tanggal 7 desember sekitar 40an per hari. Itu yang harus dikejar," sebutnya.

Baca Juga: Dalam Sehari, Setidaknya 1 Orang di Surabaya Meninggal akibat COVID-19

Berita Terkini Lainnya