Inovasi ITS: Limbah Jadi Adsorben Ramah Lingkungan untuk Masa Depan

- Prof Yatim Lailun Ni’mah mengembangkan inovasi adsorben dari limbah untuk penanganan limbah berbahaya.
- Metode adsorpsi memanfaatkan limbah pertanian dan industri untuk menyerap kontaminan berbahaya.
- Inovasi ini mendukung konsep ekonomi sirkular dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Surabaya, IDN Times - Guru Besar ke-223 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Yatim Lailun Ni’mah menghadirkan inovasi pengolahan limbah menjadi adsorben untuk menangani limbah berbahaya. Inovasi ini sebagai upaya untuk penanganan masalah limbah.
Dosen Departemen Kimia ITS ini mengatakan, berbagai metode pengolahan limbah telah banyak digunakan sebelumnya. Namun, pendekatan itu masih menghadapi kendala dari sisi biaya, infrastruktur, maupun dampak lanjutan yang dihasilkan.
Ni'mah meyakini bahwa diperlukan adanya solusi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan untuk menjawab tantangan pengelolaan limbah. Profesor dari Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) ITS tersebut mengembangkan pendekatan inovatif berbasis adsorpsi dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan baku pembuatan adsorben.
Metodenya, limbah diolah menjadi material penyerap untuk menanggulangi berbagai jenis limbah berbahaya. “Pendekatan waste to resource menjadi strategi penting agar limbah bisa menjadi aset untuk mengurangi pencemaran,” ujarnya, Rabu (20/8/2025).
Lebih lanjut, metode adsorpsi memanfaatkan limbah pertanian seperti sekam padi, kulit manggis, dan bonggol jagung untuk diolah menjadi karbon aktif. Sementara itu, limbah padat industri seperti botol kaca dan abu terbang (fly ash) dapat disintesis menjadi silika gel.
“Kedua jenis adsorben tersebut kemudian digunakan untuk menyerap kontaminan berbahaya seperti logam berat dan zat warna sintetis,” paparnya.
Ni'mah juga menerangkan bahwa metode adsorpsi merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang efektif sekaligus murah. Prinsip kerja metode ini adalah dengan penyerapan adsorbat pada permukaan adsorben.
"Dengan cara ini, zat beracun yang terkandung dalam air limbah dapat menempel pada adsorben sehingga air menjadi lebih bersih," jelasnya.
Pendekatan tersebut umumnya memanfaatkan material berpori dengan luas permukaan besar sebagai adsorben seperti karbon aktif dan silika gel, sehingga mampu menyerap molekul pencemar dalam jumlah signifikan. Proses ini dapat berlangsung melalui interaksi fisik maupun ikatan kimia, tergantung sifat adsorben dan jenis kontaminan yang diolah sehingga fleksibel untuk berbagai kebutuhan pengolahan limbah.
Dalam risetnya, Ni’mah bmensintesis silika gel dari limbah botol kaca dengan tingkat kemurnian 75,63 persen. Material ini terbukti efektif menyerap logam berat seperti tembaga, seng, dan timbal dengan efisiensi penyerapan mencapai 99 persen pada kondisi optimum.
Di sisi lain, pemanfaatan limbah organik sebagai biosorben sekaligus sumber karbon untuk pembuatan karbon aktif juga mampu menurunkan konsentrasi polutan berbahaya lebih dari 90 persen.
Keunggulan lain dari pendekatan ini adalah kemudahannya untuk diterapkan pada berbagai skala, mulai dari rumah tangga hingga industri. Solusi tepat guna ini relevan bagi daerah yang masih memiliki keterbatasan infrastruktur pengolahan limbah.
“Penelitian ini sekaligus mendukung konsep ekonomi sirkular dengan memanfaatkan limbah menjadi produk bernilai guna tinggi,” tambah Kepala Program Studi Sains Analitik dan Instrumentasi Kimia ITS ini.
Inovasi yang dikembangkan Ni’mah menjadi bukti konkret kontribusi ITS dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Khususnya poin ke-6 tentang air bersih dan sanitasi serta poin ke-12 mengenai konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Lebih dari itu, Ni'mah berharap agar pengelolaan limbah dapat terus berkembang menjadi produk tepat guna yang semakin beragam serta dapat dipasarkan secara luas untuk masyarakat.