Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

16 Pelukis Jatim Pamerkan Karyanya di Balai Pemuda Surabaya

IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Ketua Komunitas Gerakan Perubahan Antar Kota (GepRak), Muit Arsya. IDN Times/Ardiansyah Fajar.
Intinya sih...
  • 16 pelukis Jawa Timur memamerkan karyanya di Balai Pemuda Surabaya
  • Pameran lukisan "Dahsart++" menampilkan kebebasan ekspresi para seniman dalam tema dan media lukisan yang digunakan
  • Pameran ini tidak hanya ajang pamer karya, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap ruang publik sebagai wadah ekspresi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Kota Pahlawan sedang cerah-cerahnya. Anginnya mengembus kencang hingga membuat ranting pohon di kawasan Balai Pemuda Surabaya bergoyang. Daun-daun kering pun turut berguguran.

Sementara di salah satu ruangan Balai Pemuda Surabaya, tampak muda-mudi bergantian masuk. Mereka hanya ingin menikmati karya-karya nan istimewa. Hasil goresan tangan pelukis lokal. Asli Jawa Timur. Yang dipajang dalam gelaran pameran seni rupa bertajuk “Dahsart++”.

Total ada sebanyak 16 pelukis yang memarken karyanya di Galeri Merah Putih. Dalam pameran lukisan ini tidak hanya menggugah dari sisi visual. Tetapi juga sarat makna dan semangat kolektif.

Ketua Komunitas Gerakan Perubahan Antar Kota (GepRak), Muit Arsya mengatakan pameran ini diisi oleh karya para pelukis lintas daerah, mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Lamongan, dan sekitarnya. Yang menarik, seluruh persiapan pameran ini hanya berlangsung kurang dari satu hari.

"Ini pameran paling cepat yang pernah kami buat,” ujar Muit, Selasa (22/7/2025).

Pameran ini hadir menggantikan agenda pameran sebelumnya yang batal tanpa pemberitahuan. Tak ingin Galeri Merah Putih dibiarkan kosong, panitia segera berinisiatif mengisi kekosongan dengan menghadirkan karya-karya terbaik dari komunitas GepRak.

"Balai Pemuda ini jantung kreativitas kota. Harus selalu hidup, harus terus bergerak,” tegas Muit.

Muit menjelaskan dengan persiapan yang singkat, menjadikan pameran Dahsart++ ini memberikan kebebasan penuh bagi para peserta. Baik dari segi tema lukisan maupun media yang digunakan, para pelukis bebas mengekspresikan diri sesuai gaya dan naluri artistik masing-masing.

"Ada yang menggunakan cat akrilik, cat minyak, bahkan ada pula yang bereksperimen dengan media tak biasa seperti ampas kopi dan pastel. Di sini tidak ada batasan genre atau gaya. Bebas mau realis, surealis, abstrak, atau eksperimental. Bahkan jumlah lukisan juga fleksibel, asal berkualitas,” terangnya.

Pameran “Dashart++” tidak hanya menjadi ajang pamer karya, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap ruang publik sebagai wadah ekspresi. Balai Pemuda tak hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga laboratorium ide dan rumah bagi seniman lintas generasi.

"Setidaknya orang yang datang ke sini bisa pulang membawa pengalaman. Ada yang bisa dilihat, dinikmati, direnungkan,” kata Muit.

Muit sendiri memarken karyanya bertajuk “Menguning”. Dua lukisan bertema lanskap alam menggambarkan sawah yang menguning dan air terjun yang menyegarkan dibuat di atas permukaan kasar dan berpori dari karung kopi bekas.

"Biasanya saya melukis wanita-wanita eksotis,” katanya, “Tapi kali ini saya ingin menampilkan sesuatu yang lebih tenang, indah, dan bernuansa alam.” imbuh Muit.

Karya “Menguning” bukan hanya sekadar lukisan. Ia adalah simbol keberanian untuk mencoba hal baru, menyampaikan keindahan alam lewat bahan yang tak biasa, dan membuktikan bahwa seni sejati bisa lahir dari apa pun — bahkan dari karung kopi bekas.

Muit mengungkapkan, menggunakan karung goni sebagai media lukis bukanlah pilihan yang mudah. Permukaan kain goni yang berpori besar membuat cat mudah meresap, memaksa sang pelukis melakukan pengecatan berulang kali agar warna tetap menonjol dan hasil akhir terlihat cerah.

"Kalau pakai kanvas bisa selesai dalam sehari. Tapi dengan karung goni, bisa sampai tiga hari,” jelasnya.

Hal ini dikarenakan harus menunggu setiap lapisan cat benar-benar kering sebelum menimpanya dengan warna baru, agar warna tidak tercampur atau terangkat kembali. Tekstur kasar dan pola anyaman karung goni justru menjadi daya tarik tersendiri.

Jika setiap lukisan menjadi unik karena interaksi cat dengan serat alami dari karung kopi tersebut. Karena Muit, juga harus menyiapkan permukaan goni agar layak dijadikan media, termasuk menyiasati pori-pori besar yang bisa mengganggu hasil akhir.

Bagi sang seniman, memilih karung goni adalah bagian dari eksperimen kreatif. "Ini hanya untuk memecah kebosanan dari media yang biasa saya pakai,” katanya. Ia tidak hanya mengeksplorasi teknik melukis, tetapi juga ingin menantang persepsi publik tentang apa yang bisa dijadikan media seni.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us