Menggeliatkan Bromo Lewat Kearifan Lokal Suku Tengger

Bromo bukan sekadar gunung tapi ada Tengger di dalamnya

Probolinggo, IDN Times – Mendung menggantung menyelimuti daratan di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), Sabtu (11/6/2022) siang itu. Menciptakan suasana sendu nan teduh. Mengiringi langkah kaki warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, yang sibuk mengatur keluar-masuk kendaraan yang riuh. Maklum, Gunung Bromo sedang punya pesta besar pada hari itu.

Pesta itu bertajuk Eksotika Bromo 2022. Tak ada kursi sofa maupun karpet merah dalam pesta. Wisatawan domestik dan mancanegara yang tiba dipersilakan di kursi-kursi bambu yang tersedia. Bagi yang tidak kebagian, dengan segera mengambil posisi duduk di atas hamparan pasir. Ada yang bersimpuh, ada pula yang bersila. Mereka tak sabar menunggu pertunjukkan seni dengan latar belakang Gunung Bromo nan indah.

Tak perlu menunggu lama, wisatawan langsung dihibur belasan Rampak Barong Tengger. Para Barong tampak leluasa menari-nari di atas lautan pasir. 15 menit berlalu, tokoh adat Suku Tengger, Kariadi ikut menjejakkan kakinya di lautan pasir. Dia pun memekikkan kalimat, “Hong ulun basuki langgeng”. Kalimat itu berarti ucapan selamat datang kepada para wisatawan.

Tampak jelas, Kariadi ingin menunjukkan bahwa wisata Bromo tak sekadar gunung saja. Ada orang-orang yang setia menjaga gunung ini sejak dulu kala. Yakni Suku Tengger. Suku yang punya adat dan budaya yang khas. Mengedepankan toleransi kepada sesama manusia, hewan dan alam semesta. Sayangnya, Suku Tengger masih menjadi kerlip yang samar.

Sejatinya, Bromo tak bisa ‘dijual’ terpisah dengan Suku Tengger. Bromo dan Tengger ialah kesatuan. Potensi inilah yang mulai dilirik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo dengan menggandeng seniman dan budayawan. Alhasil, gagasan membuat Eksotika Bromo dalam rangkaian upacara adat Yadnya Kasada pun terwujud sejak 2017 lalu.

Kearifan lokal bisa bikin Bromo lebih bergeliat

Menggeliatkan Bromo Lewat Kearifan Lokal Suku TenggerPertunjukkan Eksotika Bromo, Sabtu (11/6/2022). IDN Times/Ardiansyah Fajar

Pelaksana tugas (Plt) Bupati Probolinggo, Timbul Prihanjoko sudah lama sepakat dengan gagasan mengangkat potensi wisata Bromo tak hanya gunungnya saja. Melainkan juga perlu dipamerkan seni dan budaya sekitar. Terlebih, di kawasan Bromo terdapat Suku Tengger. "Kearifan lokal masyarakat Tengger adalah penunjang utama wisata Gunung Bromo," ujarnya.

Menurutnya adat dan budaya Tengger di wilayah Gunung Bromo tidak hanya berpusat di Kecamatan Sukapura saja. Namun juga tersebar di kecamatan-kecamatan lain sekitar Bromo hingga Semeru. Hal itu merupakan kekayaan yang harus dirawat dan dijaga supaya destinasi wisata Gunung Bromo kian digandrungi wisatawan.

"Perlu disadari saat ini pariwisata sudah menjadi kebutuhan primer. Agar potensi wisata diminati, maka harus memiliki keunikan-keunikan," kata Timbul.

Berdasar data yang dihimpun dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), kunjungan wisatawan yang ke Gunung Bromo mulai naik signifikan pada libur lebaran Idul Fitri lalu. Setiap harinya tembus 2.202 pada 6 – 8 Mei 2022. Terbaru, pada gelaran Eksotika Bromo, kuota tiket ditingkatkan menjadi 75 persen kapasitas, yakni mencapai 2.450 lebih wisatawan.

Baca Juga: Rp250 Ribu-Rp10 Juta, Ini Rincian Tarif Ambil Gambar di Bromo

Sulap Bromo seperti Bali, tak hanya wisata tapi juga kenalkan seni budaya

Menggeliatkan Bromo Lewat Kearifan Lokal Suku TenggerSeni pertunjukkan saat Eksotika Bromo 2022. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Senada dengan Timbul, pelaksana Eksotika Bromo dari JatiSwara Indonesia, Afifa Prasetya pengin Bromo bisa seperti Bali. Artinya, geliat wisatawan yang datang ke Bromo tidak hanya berdampak ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemkab setempat saja. Tapi juga bisa menghidupi masyarakat setempat khususnya Suku Tengger.

Nah, dari sinilah diharapkan nantinya berkembang ekonomi kreatif di kawasan Bromo. Karena sejauh ini yang ditawarkan hanyalah jip, motor trail, kuda, warung makan sederhana, souvenir hingga penginapan saja. Afifa pengin ada semacam pertunjukkan rutin laiknya Tari Kecak atau Ramayana seperti di Bali.

"Kita harus mengeksploitasi budaya dan kesenenian kita sendiri dalam hal ini warga Tengger," dia menegaskan. "Bromo itu sebagai wadah saja, kita membangun Bromo seperti Bali. Kita ingin mengubah mindset Eksotika Bromo ini menjadi mata pencaharian," ungkap Afifa.

Diakui Afifa, sejak pertama kali mencetuskan Eksotika Bromo, festival ini hanya menjadi aset semata. "Bukan pemasukan. Ke depan kita ingin bagaimana semua aset ini bisa terus terfasilitasi sehingga bisa menjadi pemasukan pokok, primer maupun sekunder bagi masyarakat," ucap Afifa mengharapkan.

Baca Juga: Hari Raya Kasada, Wisata Bromo Ditutup Total

Festival bikin UMKM senang, karena dagangan ludes terjual

Menggeliatkan Bromo Lewat Kearifan Lokal Suku TenggerMenikmati makan sebelum Eksotika Bromo 2022. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Memang, festival-festival semacam ini sangat berdampak bagi warga setempat terutama yang punya warung. Salah satunya Sukinem. Dia mengaku mendapat banyak pemasukan ketika ada gelaran Eksotika Bromo. Banyak wisatawan yang mampir ke warungnya, untuk sekadar minum kopi hingga menyantap mie.

"Jadi ini mulai ramai lagi, ya kami yang di sini senang. Kemarin-kemarin pas corona itu susah, gak ada yang wisata. Bingung buat putar uang. Sampai kadang pinjam ke orang," kata dia.

Geliat ini pula yang diharapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Direktur Jenderal (Dirjen) Event Daerah Kemenparekraf, Reza Pahlevi bilang saat acara Eksotika Bromo 2022, kalau festival ini menjadi salah satu unggulan di Jatim. Festival ini disebutnya dapat menghidupkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sekitar.

"Semoga nantinya mendongkrak kembali perekonomian yang lesu karena pandemik COVID-19. Karena acara ini banyak yang terlibat. Mulai dari seniman, UMKM dan masyarakat luas," kata Reza.

Baca Juga: 10 Pesona Coban Pelangi, Air Terjun Menawan di Kawasan Gunung Bromo

Hotel ikut kebanjiran tamu karena ada inovasi pagelaran diadakan lagi

Menggeliatkan Bromo Lewat Kearifan Lokal Suku TenggerTamu hotel di kawasan Bromo, Probolinggo. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Selain UMKM, festival-festival seni budaya ini berdampak langsung ke okupansi hotel sekitar Bromo. Misalnya di Grand Whiz Hotel Bromo, pihak hotel menyebut kalau okupansinya membludak. Dari ratusan kamar yang disediakan, terdiri dari 75 ruang kapsul, 50 kamar biasa dan lima vila selalu habis.

"Benar kita full okupansi pada hari Sabtu -Minggu kemarin bertepatan dengan Eksotika Bromo 2022," kata Manajer Sales dan Marketing Cluster Whiz Jatim, Erna Sari. Para tamu yang datang, lanjut dia, hanya sekadar transit sebelum menikmati rangkaian acara dan sunrise di Bromo. Mayoritas ialah wisatawan domestik yang datang dari Jawa Tengah, Jakarta hingga Kalimantan.

Salah satu tamu hotel asal Menganti, Gresik, Dian Kurniawan mengakui kalau sempat kesulitan mencari penginapan di sekitar Bromo. Karena beberapa hotel sudah penuh. "Syukurnya ya masih kebagian di Whiz ini. Enak sih di sini, saya pilih yang di kapsul karena lebih murah. Karena sisa sangu (uang) buat main di Bromo," kata dia.

Baik wisatawan, pelaku UMKM hingga perhotelan berharap Bromo lebih bergeliat ke depannya dengan banyak pagelaran festival seni dan budaya. Sehingga masyarakat tak hanya datang untuk berburu foto saja ketika ke Bromo. Tapi juga menikmati pertunjukkan seni secara rutin. "Jadi gak nunggu event tahunan saja, ada yang tiap hari itu lebih seru," pungkas Dian.

Berinovasi dengan melibatkan kearifan lokal di kawasan wisata Bromo menjadi sangat penting ke depannya. Sebab, kawasan ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Sejumlah pembangunan untuk memudahkan akses ke Bromo kini sedang digodok pemerintah. Ada beberapa opsi yang dipilih. Salah satunya ialah wacana tentang kereta gantung di Bromo - Tengger - Semeru (BTS). 

Baca Juga: 10 Potret Plataran Bromo, Suguhkan View Alam Bromo yang Membius

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya