TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kurangi Polusi, Dosen ITS Ciptakan Bata Ramah Lingkungan

Bata serupa diklaim digunakan sejak zaman Borobudur

Guru besar ITS Prof Dr Ir Vincentius Totok Noerwasito MT. IDN Times/Fitria Madia

Surabaya, IDN Times - Bata yang digunakan di Indonesia tampak baik-baik saja bagi masyarakat awam. Namun rupanya, kualitas yang menurun hingga polusi udara yang dihasilkan dapat membahayakan. Seorang profesor dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Vincentius Totok Noerwasito pun membuat alternatif bata untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan bata tanah padat. Bata ini juga mengembalikan tradisi pembuatan bata di zaman nusantara.

1. Pembuatan tak perlu pembakaran

Prof Dr Ir Vincentius Totok Noerwasito MT saat menyampaikan orasi ilmiah, Senin (18/11). IDN Times/Fitria Madia

 

Totok menjelaskan, pembuatan bata tanah padat ini berbeda dengan pembuatan bata merah pada umumnya saat ini. Bahan baku bata yang bisa didapatkan dari berbagai macam material digabungkan dengan perekat semen dan kapur. Dalam kondisi lembab usai dicetak, bata dikeringkan dengan penganginan. Oleh karena itu tidak dibutuhkan proses pembakaran maupun sinar matahari dalam pengeringan bata.

"Kekuatannya pun sama, bisa diatur. Kalau untuk dinding tembok biasanya kan 30 kilogram per cm persegi. Itu sudah bisa pakai ini," ujar Totok ketika ditemui di ITS, Senin (18/11).

2. Telah digunakan pada zaman dulu

Repro.IDN Times/Fitria Madia

 

Penghematan energi dalam proses pengeringan dan minimalisir potensi polusi udara membuat Totok yakin bata tanah padat merupakan solusi yang tepat bagi Indonesia. Selain itu, bata tanah padat rupanya telah digunakan sejak dulu untuk membangun candi-candi seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Totok pun menyebut teknik ini sebagai kebangkitan arsitektur nusantara.

"Karena ini memanfaatkan fungsi lokal teknologi dan konsep arsitektur saat ini. Ini akan membangkitkan jati diri arsitektur nusantara," tuturnya.

Baca Juga: Inovatif, Batu Bata Ini Dibuat dari Urin Manusia Lho!

3. Bisa diaplikasikan di tanah berbagai daerah

Repro. IDN Times/Fitria Madia

 

Dalam melakukan penelitan yang telah dimulai sejak tahun 2000 ini, Totok melakukan eksperimen dengan berbagai macam tanah di banyak wilayah. Satu syarat yang harus dimiliki tanah tersebut adalah kandungan pasir sebesar 40 persen. Syarat itu pun dirasa mudah karena tingkat keberhasilan yang tinggi dengan tanah di berbagai daerah hingga Nusa Tenggara Timur.

"Saya pernah juga diminta membuat bata oleh real estate. Batanya diambil dari tanah di lokasi itu juga. Saya bilang bisa. Jadi kan menghemat dan tidak perlu jasa pengiriman," imbuhnya.

Baca Juga: Semangat Ramah Lingkungan, ITS Kukuhkan Dua Guru Besar

Berita Terkini Lainnya