Azwar Anas: Gelar Festival adalah Cara Banyuwangi Muliakan Warganya

Banyuwangi sekarang gak cuma tempat "numpang ngisi bensin"

Banyuwangi, IDN Times - Hari ini, Minggu (19/1), IDN Times menggelar Indonesia Millennial Summit 2019. Acara dengan tema "Shaping Indonesia's Future" ini menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial. Ajang millennial terbesar di tanah air ini akan dihadiri oleh 1500-an pemimpin millennial. Salah satu pembicara yang akan amnil bagian adalah Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Anas telah menjabat sebagai Bupati Banyuwangi sejak 2010. Di bawah kepemimpinannya, kabupaten yang dijuluki Kota Gandrung ini telah mencapai banyak perubahan. Yang paling signifikan tentuya adalah perubahan citra Banyuwangi. 

Dulu, Banyuwangi hanya dikenal sebagai kota singgah sebelum bertolak ke Bali. Sekarang, citra itu telah berubah. Tak lagi sebagai tempat "numpang ngisi bensin", Banyuwangi saat ini menjadi tujuan utama wisatawan lokal dan asing. Salah satu yang ia lakukan adalah dengan menghadirkan puluhan festival dalam setahun. Salah satu yang baru saja terlaksana adalah Indonesia Writers Festival yang diadakan oleh IDN Times.

Azwar Anas: Gelar Festival adalah Cara Banyuwangi Muliakan WarganyaIDN Times/Reza Iqbal

Nah bagaimana sih cara pria kelahiran 6 Agustus 1973 ini melakukan berbagai inovasi? Saat menghadiri festival Kebo-keboan Minggu (28/9), ia membeberkan berbagai jurusnya mengubah citra Banyuwangi kepada IDN Times. Berikut kutipan wawancaranya. 

Anda dikenal sebagai bupati yang membuat banyak festival di Banyuwangi. Makna festival bagi anda sendiri itu apa? 

Di Banyuwangi ini festival adalah tempat mengakomodasi berbagai segmentasi, salah satunya budaya, santri, dan lain-lain. Festival itu ada yang tematik dan ada yang tradisi. Misalnya kebo-keboan ini termasuk tradisi. Tapi tidak semua tradisi kami masukkan ke Banyuwangi Festival, tergantung perkembangannya. 

Ini dulu gak masuk Banyuwangi Festival, tapi tradisi ini sudah berjalan ratusan tahun. Nah, setelah ada pendekatan manajemen sedikit, dulu kan hanya di sawah biasa, akhirnya rakyat yang menonton kepanasan. Maka dengan adanya pendekatan baru sekarang kita bisa menikmati atraksi yang memadukan ritual, festival, dan budaya. Memang ada yang kemasukan roh, tapi ada juga atraksinya.   

Tahun 2018 Banyuwangi menyelenggarakan sekitar 77 festival. Apa arti festival itu bagi rakyat? 

Tidak semua budaya kami mobilisasi ke kota, salah satunya adalah kami menyelenggarakan festival di mana budaya itu tumbuh.

Festival ini juga menjadi instrumen untuk kerjasama dan gotong royong juga untuk konsolidasi rakyat sekaligus memberikan penghargaan kepada kebudayaan lokal yang tumbuh. Dengan begitu orang merasa mendapat penghargaan dan merasa dihormati karena mereka mendapat kunjungan yang ramai dan dari masyarakat lain juga.   


 

Azwar Anas: Gelar Festival adalah Cara Banyuwangi Muliakan WarganyaIDN Times/Reza Iqbal

Seberapa jauh pengaruh festival yang anda selenggarakan untuk menarik wisatawan?

Saya kira data kan sudah membuktikan, dari 600 ribu ke 5,2 juta kira-kira gimana? Kalau saya urai panjang. Nah wisatawan asing dari 5000 ke 99 ribu kira-kira berapa persen kenaikannya itu  

Apa sih tantangan yang anda lalui utuk mempertahankan berbagai festival di Banyuwangi? 

Tentu banyak ya karena kami ingin menggelar festival berbasis kebudayaan, karena itu akan lebih long term dan lebih kuat dan itu unlimited nilainya. Contoh festival kebo-keboan tadi, itu kan lebih unlimited, speknya juga mereka (masyarakat) yang menentukan. Bagi kami ini akan bertahan lama karena itu berbasis kebudayaan dan original. originalitas kebudayaan ini yang menjadi kekuataan Banyuwangi untuk menata festival-festivalnya.  

Tak hanya festival, Banyuwangi juga terlihat sangat detail dalam merencanakan pariwisatanya. Salah satunya tata letak hotel dan penginapan yang kebanyakan jauh dari lokasi wisata. Kenapa begitu?  

Kan memang tidak semua tempat wisata di bangun hotel, Karena kalau dibangun hotel nanti jadi private, tempat wisata tidak bisa dinikmati. Contoh di Pulau Merah, itu sengaja tidak kami izinkan ada hotel, supaya di situ ada warung buat rakyat, jadi tidak semua tempat indah dirampas oleh investor. Sehingga rakyat punya akses di tempat-tempat yang indah, toh gak harus bermalam di situ juga mereka. Kalau di situ boleh menginap tapi di home stay, seperti di Pulau Merah. 

Selain puluhan festival, Banyuwangi juga disorot karena mendapat penghargaan dalam pengembangan IT pada 2017 lalu. Seberapa pesat pengembangan IT di Banyuwangi? 

Ya itu tadi, saya membangun yang namanya Smart Kampung. Kami sudah tidak lagi berbicara wifi, itu sudah dari tahun pertama, sudah ada 14 ribu titik wifi di Banyuwangi. Kami sudah berbicara fiber optik tapi di tingkat desa, bukan kota. Sekarang sudah ada 172 desa, sebelumnya hanya 160. Saya kira ini progresnya sudah sangat cepat. Tinggal sedikit lagi saja saya kira semua desa di Banyuwangi akan terkoneksi fiber optik.  
 

Baca Juga: Lulusan Pesantren, Ini Cara Azwar Anas Perlakukan Santri di Banyuwangi

Azwar Anas: Gelar Festival adalah Cara Banyuwangi Muliakan WarganyaDoc. Pribadi

Salah satu bukti bahwa Banyuwangi menjadi perhatian masyarakat adalah ditunjuknya Banyuwangi sebagai kota penyangga Bali dalam pertemuan tahunan IMF dan World Bank Oktober nanti. Bagaimana pendapat Anda? 

Alhamdulillah, saya kira dengan bantuan pemerintah pusat hampir oke ya, infrastruktur bandara sudah selesai, jalan juga sebagian sudah selesai. Jadi prinsipnya secara infrastruktur saya kira sudah siap. Yang kemarin beratkan penyiapan masyarakatnya. 

Nah, dengan banyaknya event festival ini menjadi sarana untuk menyiapkan masyarakat menerima event-event yang baru, kayak gini, mereka jadi siap. Nah, kebetulan nanti Oktober juga ada banyak event, jadi tanpa harus menyiapkan event baru, kami sudah siap (memberikan hiburan). 

Azwar Anas: Gelar Festival adalah Cara Banyuwangi Muliakan WarganyaDok. Pribadi/Defrina Sukma

Anda saat ini sudah memasuki akhir masa kepemimpinan, dengan deretan prestasi tersebut, seberapa tinggi kepuasan Anda? 

Dari sisi budaya, dari 5000 ke 5,2 juta wisatawan itu cukup saya kira. Tapi banyak hal juga yang belum, tapi bisa kami tuntaskan. Saya kemarin pidato, saya bermimpi ingin ada semacam silicon valley di Banyuwangi, sekelas kampung mendapatkan penghargaan di tingkat ASEAN. 

Kami ingin desa kami tetap berbudaya seperti di kampung, tapi mereka terkoneksi dengan dunia global. Desa seperti ini sudah tersambung fiber optick jadi pelayanannya sudah online. Pelayanan KTP pun sudah online.  

Terakhir, Anda saat ini menjadi salah satu inspirasi bagi millennials, terutama di Banyuwangi. Bahkan Anda terjun ke dunia politik sejak usia 24 tahun. Ada saran untuk millennials? 

Ya saran saya kita bekerja setiap kita mendapat kesempatan dan amanah. Saya kira kalau teman-teman dapat jabatan apapun manfaatkan dan optimalkan. Jadi optimalkan tugas-tugas yang ada, paling gak sesuai dengan tupoksi kalau bisa lebih, pada waktunya nantui akan bermanfaat.  

Dalam IMS 2019, IDN Times juga meluncurkan Indonesia Millennial Report 2019. Survei ini dikerjakan bersama oleh IDN Research Institute bekerjasama dengan Alvara Research Center. Melalui survei yang melibatkan 1400-an responden di 12 kota ini, IDN Times menggali aspirasi dan DNA millennial Indonesia. Simak hasilnya di IMS 2019, dan ikuti perkembangannya di situs kami ya.

Baca Juga: Begini Gaya Azwar Anas Cerita Pengalaman Lucunya Selama Jadi Bupati

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya