Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga Korban

Masih akan ada gelar perkara kedua di Polres Malang

Malang, IDN Times - Satreskrim Polres Malang akhirnya melaksanakan gelar perkara Laporan Polisi (LP) Model B yang diajukan oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan pada Jumat 1 September 2023. Dalam gelar perkara ini, pihak kepolisian mengundang dua pelapor sekaligus, yaitu Devi Athok dan Rizal Putra Pratama. Mereka didampingi oleh Imam Hidayat dari Tim Advokasi Tragedi Kemanusiaan (TATAK) dan Djoko Tritjahjana dari Aremania Menggugat.

Keempatnya masuk ke ruang Satreskrim Polres Malang pada pukul 14.00 WIB, dan baru keluar pada pukul 22.00 WIB. Imam Hidayat mengatakan kalau gelar perkara telah berjalan dengam baik, oleh karena itu ia memberikan apresiasi pada penyelidik Polres Malang. Tapi mengungkapkan ada perbedaan persepsi pada penanganan Tragedi Kanjuruhan terhadap penerapan Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP. Berikut 6 catatan yang disampaikan oleh keluarga korban.

1. Keluarga korban tidak setuju jika LP Model B disamakan dengan LP Model A

Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga KorbanTATAK saat memasuki ruang Satreskrim Polres Malang untuk gelar perkara LP Model B. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Ketua TATAK, Imam Hidayat mengatakan jika ia tidak sependapat dengan pernyataan kalau LP Model B disamakan dengan LP Model A. Menurutnya perjalanan kedua laporan ini sudah sangat jauh berbeda. Sehingga ia tegas menginginkan jika LP Model B diperlakukan berbeda dibandingkan dengan LP Model A.

"Kalau pihak Polres Malang menyatakan kalau Laporan Model B itu ne bis in idem dengan Laporan Model A yang sudah bersidang dan diputuskan kasasinya, saya tidak sependapat. Artinya kewenangan ini ada di pengadilan, biarkan hakim yang memutuskan," terangnya usai mengikuti gelar perkara.

Imam juga meminta kepada Polres Malang untuk dilakukan rekonstruksi tersendiri di Stadion Kanjuruhan. Sebab, rekonstruksi pada Laporan Model A yang dilakukan di halaman Polda Jawa Timur itu jauh dari rasa keadilan, karena tidak melibatkan saksi pelapor dan saksi-saksi lain.

"Kalau kita mau mencari gambaran terang terkait proses tindak pidana Tragedi Kanjuruhan, baiknya rekonstruksi dilakukan di TKP dan dilakukan tersendiri untuk LP Model B," ucapnya.

2. Keluarga korban menolak hasil autopsi yang dilakukan PDFI Jawa Timur

Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga KorbanAremania Mengugat saat memasuki ruang Satreskrim Polres Malang untuk mengikuti gelar perkara LP Model B. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Imam juga menyampaikan mereka menolak hasil autopsi yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Jawa Timur pada 30 November 2022 lalu. Dari hasil autopsi tersebut, disebutkan kalau tidak ada residu gas air mata pada jenazah dua anak Devi Athok, Natasya Debi Ramadhani (16) dan Nayla Debi Anggraeni (13).

"Kemudian terkait hasil autopsi yang disampaikan dr Nabil Bahasuan (Ketua PDFI) bahwa tidak terdapat residu gas air mata pada mayat, kita membantah itu dalam gelar perkara. Saya tampilkan foto, kalau memang tidak ada residu gas air kata, kenapa mayat itu keluar busa?" Tegasnya.

Imam mengatakan bahwa berdasarkan keterangan saksi yang diperiksa penyelidik, mereka melihat para korban meninggal dengan ciri-ciri yang sama yaitu wajah membiru, menghitam, dan memerah. Kemudian khusus kedua anak Devi Athok, keduanya meninggal di tribun berdiri, bukan di pintu 13.

"Kemudian tadi kita mengetahui kalau tembakan (gas air mata) itu tidak terjadi di tribun 13. Tapi tembakan itu terjadi di tribun 10, 11, dan 12," tuturnya.

3. Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan akan teguh pada Pasal 338 KUHP

Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga KorbanDevi Athok dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan didampingi TATAK untuk mengikuti gelar perkara LP Model B. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Imam juga menyampaikan kalau mereka tidak akan memaksakan lagi Pasal 340 KUHP pada LP Model B Tragedi Kanjuruhan. Menurutnya perlu penyelidikan lebih dalam untuk menyematkan pasal ini, dan bisa dilanjutkan sambil proses hukum berjalan. Namun, mereka tetap akan teguh pada Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

"Tapi kalau dalam Pasal 338 KUHP kita berdiskusi terkait kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, kita memakai teori hukum yang mengatakan sengaja atau mengetahui kemungkinan, artinya kalau gas air mata ditembakkan ke arah tribun itu akan menimbulkan chaos yang ujungnya menimbulkan kematian, apalagi gas air mata yang digunakan sudah kadaluarsa. Saya kira unsur kesengajaan itu sudah terpenuhi," ujarnya.

4. TATAK tidak bisa menerima alasan pembenar yang dilakukan Polri untuk menembakkan gas air mata

Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga KorbanDevi Athok dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan didampingi TATAK saat akan mengikuti gelar perkara LP Model B. (IDN Times/Rizal Adhi prat)

TATAK juga tidak bisa menerima alasan pembenar bahwa pihak kepolisian terpaksa menembakkan gas air mata karena terjadi kerusuhan. Menurutnya, pihak kepolisian bisa melakukan tindakan lain yang tidak agresif seperti menembakkan gas air mata. Tapi mereka justru memilih keputusan paling buruk yaitu menembakkan gas air mata.

"Kemudian alasan pembenar, kita tidak bisa sepakat juga. Karena saat itu aksi dan reaksi itu tidak seimbang kalau mereka menembakkan gas air mata ke arah suporter. Karena kita tahu suporter yang masuk itu sudah diperiksa terlebih dahulu dan peralatannya tidak secanggih polisi yang bawa gas air mata. Sehingga alasan pembenar atau terpaksa itu tidak terpenuhi menurut kita," kata Imam Hidayat.

Baca Juga: Vonis Bebas 2 Polisi Kanjuruhan Batal, Erick Siap Dampingi Korban

5. TATAK meminta agar Satreskrim Polres Malang menaikkan Status LP Model B ke tahap penyidikan

Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga KorbanKetua TATAK, Imam Hidayat usai mengikuti gelar perkara LP Model B. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Setelah mengikuti jalannya 8 jam proses gelar perkara LP Model B, Imam meminta LP Model B bisa naik ke proses penyidikan. Karena inilah satu-satunya cara agar keluarga korban bisa mendapat rasa keadilan. Ia menambahkan bahwa sejak awal, ketika anggota kepolisian membawa gas air mata ke dalam stadion sudah perbuatan melanggar hukum Statuta FIFA. Karena gas air mata diperbolehkan untuk ruang terbuka dan bebas, tapi stadion adalah ruang terbuka tapi tertutup.

"Kita sangat berharap Laporan Model B segera naik ke penyidikan, karena ini terkait moral dan kemanusiaan. Jangan sampai sengan memakai alasan prematur sehingga dihentikan. Itu akan sungguh akan melukai kita sebagai keluarga korban," paparnya.

6. Aremania Menggugat kecewa pihak terlapor tidak dihadirkan saat gelar perkara

Gelar Perkara Model B Kanjuruhan, Ini  6 Catatan dari Keluarga KorbanKetua TATAK, Imam Hidayat dan Ketua Tim Hukum Aremania Menggugat, Djoko Tritjahjana. (IDN Times Rizal Adhi Pratama)

Ada yang membuat kecewa para pelapor dalam gelar perkara ini, hal ini dikarenakan para terlapor tidak dihadirkan dalam gelar perkara di Polres Malang. Sehingga mereka merasa check and balance tidak terpenuhi, pasalnya mereka ingin mendengar sendiri apa yang menjadi keluhan terlapor. Para terlapor ini adalah Pengurus PSSI, Ketua PT Liga Indonesia Baru, PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI), PT Indosiar Visual Mandiri, Mantan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, dan Mantan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta.

"Saya melihat gelar perkara ini masih prematur karena tidak melibatkan terlapor hadir. Padahal syarat sahnya gelar perkara itu adalah terlapor juga hadir dan pelapor juga hadir. Jadi tadi hanya mengambil keterangan saja dari pelapor," ujar Ketua Aremania Menggugat, Djoko Tritjahjana.

Baca Juga: Provokator Tragedi Kanjuruhan Segera Diburu Polisi

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya