Sambatan Petani Magetan Sambil Menunggu Hujan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Magetan, IDN Times - Tak banyak yang bisa dikerjakan oleh para petani di Kabupaten Magetan Jawa Timur saat kemarau panjang melanda. Khususnya petani sawah tadah hujan yang berada di wilayah Magetan selatan. Para petani desa di Kecamatan Ngariboyo dan Parang misalnya. Mereka menganggur, hari-hari mereka isi dengan kegiatan mencari pakan ternak dan menyiapkan lahan bila sewaktu-waktu turun hujan.
1. Kebutuhan harian hanya andalkan hasil panen musim lalu
Salah seroang petani warga Desa Ngaglik Kecamatan Parang bernama Setu (55) bercerita, setiap musim kemarau dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, seperti biaya makan, bayar listrik bayar air hingga kebutuhan anak sekolah, para petani di desanya hanya mengandalkan hasil panen pertanian dari musim hujan kemarin.
"Iya para petani di sini setiap kemarau nganggur tidak ada pekerjaan yang menghasilkan uang. Untuk bertahan ya dari hasil pertanian musim lalu. Itu pun sering tidak cukup, endingnya jual ternak yang ada," kata Setu saat ditemui IDN Times, Jumat (15/09/2023).
Yang berat itu, cerita Setu, petani yang tidak punya ternak untuk dijual. Mereka terpaksa ngijon. Pinjam kepada yang punya modal dan dibayar musim panen tahun depan, itu pun dengan ketentuan bunga yang tinggi.
"Kalau kamarau panjang seperti ini berat ya bagi kami petani tadah hujan. Bila musim hujan tanam pupuk juga sulit. Hanya dapat jatah pupuk subsidi sedikit tidak cukup. Terpaksa ngutang lagi untuk beli pupuk non subsidi," ungkapnya.
Baca Juga: Waduk Dawuhan Mengering, Ancam Pertanian di Tiga Kecamatan Madiun
2. Selama musim kemarau petani hanya andalkan hasil panen tahun lalu
Senasib dengan Somo (55) petani tadah hujan asal tetangga, Desa Selotinatah Kecamatan Ngariboyo. Untuk memenuhi kebutuhan juga andalkan hasil pertanian musim panen lalu. Sedang untuk kebutuhan besar seperti hajatan pengatinan andalkan ternak dan pinjaman di bank.
"Di sini kemarau ya paceklik. Coba ada sumur pompa mungkin kami masih bisa garap lahan dan ada penghasilan. Sejak dulu tidak ada, entah apa sebabnya sumur pompa dalam susah keluar air," papar Somo.
Somo mengaku tidak mau repot-repot menambah pupuk non subsidi karena akan memberatkan biaya. Apa yang didapat dari kelompok tani itu yang dibuat sampai panen.
"Ya pasti kurang, dampaknya tanaman kurang subur dan hasilnya kurang. Tetapi bila nambah harus beli ya kami rugi biayanya jadi mahal, belum kalau tidak panen terserang hama rugi berlilpat lipat. Saya pilih sehasil hasilnya ya," ungkap Somo pasrah.
3. Petani menyebut turunya produk pertanian akibat pengurangan pupuk bersubsidi
Setu dan Somo mencatat sejak adanya kebijakan pemerintah pembatasan pupuk subsidi kepada petani produksi pertanian meraka turun drastis. Berbeda sebelum adanya pembatasan 3 tahun lalu, hasil pertanian cukup untuk membiayai hidup satu musim kemarau.
"Sejak adanya pembatasan pupuk subsidi kepada petani, jujur saja hasil pertanian kami turun baik padi maupun jagung. Dulu sebelum ada pembatasan gini hasilnya cukup untuk biaya selama musim kemarau," katanya.
Selain pupuk, Setu dan Somo kompak menyebut jika sejak dahulu infrastruktur pengairan di wilayahnya tetap begitu saja. Belum ada sumur pompa dalam sebagai alternatif menghadapi musim kemarau.
"Kami hanya bisa berharap kebijakan pupuk bersubsidi dievaluasi dan bisa dikembalikan seperti dahulu mudah murah dan tidak terlalu dibatasi. Kemudian tersedia bibit murah, tau kan benih padi maupun jagung semuanya mahal mahal. Belum juga biaya garap juga mahal. Upah garap sekarang naik," pungkasnya.
Baca Juga: Beras Mahal, Perajin Kerupuk Lempeng di Magetan Terancam Gulung Tikar
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.