Terkendala Bulu Merak, Reog Ponorogo Belum Diakui UNESCO

Pengajuan legalitas terus berlangsung

Ponorogo, IDN Times - Kesenian reog sudah melekat dan menjadi ikon bagi Kabupaten Ponorogo. Namun, legalitas pengakuan dari Organisasi Pendidikan, Keilmuwan dan Kebudayaan PBB UNESCO belum dikantongi.

Salah satu kendalanya karena keterbatasan bulu merak yang menjadi bagian reog. Sebagian perajin masih mendatangkan bulu dari satwa yang dilindungi itu dari India. Sebab, hasil penangkarannya di Ponorogo belum mampu memenuhi kebutuhan para perajin.

"Satu reog membutuhkan 1.500 sampai 2.000 bulu merak," kata Ketua Tim Penyusun Naskah Akademik Reyog Ponorogo, Yayasan Reyog, Ridho Kurnianto, Minggu (17/10/2021).

1. Bulu merak sintetis alternatif pengganti yang asli

Terkendala Bulu Merak, Reog Ponorogo Belum Diakui UNESCOBurung merak yang ditangkarkan warga Ponorogo.Dok. IDN Times/Istimewa.

Kebutuhan bulu sebanyak itu untuk membuat anyaman dadak merak baru, yakni bagian reog di atas barongan yang menyerupai kepala harimau. Karena keterbatasan bahan baku, para perajin jarang memproduksi reog. Mereka lebih banyak memperbaiki dengan cara mengganti bulu merak yang rusak.

Kondisi ini menjadi keprihatinan tersendiri. Apalagi, jumlah penangkar merak di Ponorogo hanya ada di tiga tempat. Rontokan bulu dari salah satu jenis burung yang mereka budidayakan masih kurang untuk membuat dadak merak.

"Solusinya bisa menambah penagkar merak, menggantikan bulu merak dengan sintetis. Pada intinya, bahan baku harus tersedia," Ridho menjelaskan.

Baca Juga: Jadi Ikon Daerah yang Mendunia, Ini 6 Fakta Unik Reog Ponorogo

2. Bulu yang terjual hanya untuk tambal sulam

Terkendala Bulu Merak, Reog Ponorogo Belum Diakui UNESCOBobobox

Edi Kurniawan, salah seorang penangkar merak membenarkan tentang keterbasan bulu burung langka itu. Selama tiga tahun belakangan, ia hanya mampu menjual rontokan bulu merak biru sekitar 300-an buah.

"Dibeli orang Ponorogo untuk tambal sulam reog," ujar dia dihubungi terpisah. Edi menambahkan harga per bulu merak berkisar antara Rp6 hingga Rp17 ribu. 

3. Sabar menunggu rontokan bulu saat musim kawin merak

Terkendala Bulu Merak, Reog Ponorogo Belum Diakui UNESCOBurung merak hijau yang ditangkarkan warga Ponorogo. Dok.IDN Times/Istimewa.

Untuk mendapatkan bulu merak, penangkar harus sabar. Sebab, rontokannya biasa terjadi ketika musim kawin, yakni pada bulan Juli hingga Februari. "Jadi, tidak dengan cara menyakiti atau mencabuti (bulu merak)," ujar pria yang saban hari bekerja sebagai dosen itu.

Warga Desa Ngrupit, Kecamatan Jenangan itu berharap agar jumlah penangkar merak di Ponorogo kian bertambah. Sebab, kabupaten itu dikenal dengan kesenian reog-nya. "Jangka panjangnya, (saya) bisa memenuhi kebutuhan bulu merak untuk perajin reyog," kata pemilik 50-an ekor merak yang terdiri dari lima jenis, seperti biru, hijau, dan hitam ini.

Baca Juga: COVID-19 di Madiun, Reog di Hajatan Berujung Klaster Penularan  

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya