Mengungsi karena Isu Kiamat, Warga Ponorogo Jual Murah Tanah dan Rumah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ponorogo, IDN Times – Sebanyak 52 warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo meninggalkan kampung halamannya secara bertahap sejak dua bulan terakhir. Mereka diisukan pergi ke salah satu pondok pesantren di Kabupaten Malang lantaran kiamat sudah dekat.
Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo, menyatakan kepergiaan puluhan warganya untuk menambah ilmu agama. Hal itu dilakukan setelah Katimun, pimpinan Thoriqoh Akmaliyah Ash-Sholihiyah di desa setempat lebih dulu pergi ke Malang.
“Puluhan warga yang terdiri dari 16 KK (kepala keluarga) mengikuti pimpinannya,” kata Bowo ketika dihubungi IDN Times, Kamis sore (14/3).
1. Aset berupa bangunan dan tanah dijual murah
Sebelum pergi, ia melanjutkan, sebanyak empat KK menjual aset berupa tanah dan bangunan rumah kepada saudaranya atau kerabatnya. Harganya yang dipatok terbilang miring, yakni berkisar antara Rp 15 juta hingga 20 juta.
Untuk tanah dan bangunan ukuran 8 x 10 meter persegi milik salah satu warga yang pergi ke Malang, Bowo mencontohkan terjual dengan harga Rp 20 juta. Padahal, secara umum nilai jualnya masih lebih dari Rp 30 juta. “Mungkin karena kesusu (tergesa-gesa) menjualnya, maka harganya lebih murah,” ujar Bowo.
2. Aset dijual untuk bekal di akhirat
Menurut dia, uang hasil penjualan aset digunakan untuk bekal memperdalam ilmu agama di pondok pesantren di Malang. Hal ini berkaitan dengan persiapan untuk kehidupan di akhirat kelak. Adapun alasan penjualan aset itu lantaran mereka sudah tidak akan kembali ke kampung halaman di Ponorogo. Apalagi, dinyatakan kiamat sudah dekat.
“Isunya seperti itu. Yang jelas, beberapa orang pergi ke Malang karena mengikuti pimpinannya,’’ kata Bowo sembari menyatakan kepergian sejumlah warga itu tanpa ada pemberitahuan kepada pihak pemerintahan desa.
Baca Juga: Diduga Jadi Korban Aborsi, Makam Perempuan di Ponorogo Dibongkar
3. Secara umum kelompok yang pergi ke Malang tidak ada tanda keanehan
Disinggung soal ajaran Thoriqoh Akmaliyah Ash-Sholihiyah diajarkan Katimun, Bowo menyatakan tidak ada keanehan secara umum. Para pengikutnya juga biasa bergaul dengan warga lain. Dari segi penampilan juga seperti warga lain pada umumnya.
Kegiatan keagamaan yang mereka gelar berlangsung sejak 2010. Katimun memberikan materi kepada sejumlah warga di kediamannya. “Pak Katimun itu orang asli sini, dulu dia merantau untuk belajar agama di Malang,’’ ujar Bowo.
4. Bupati bentuk tim khusus
Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim dalam menghadapi perginya warga Desa Watu Bonang yang dikaitkan dengan suatu ajaran tertentu. Tim itu di antaranya terdiri dari pihak Pemkab, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia, dan jajaran Muspika Badegan.
“Besok, kami akan mengumpulkan seluruh kepala desa untuk mencegah warga lain pergi. Karena, ada 300-an warga yang terindikasi ikut aliran ini,’’ ujar dia kepada sejumlah wartawan.
5. Tim yang dibentuk hanya bisa memberi himbauan
Ratusan warga yang terindikasi ajaran Thoriqoh Akmaliyah Ash-Sholihiyah, kata Ipong, merupakan warga dari sejumlah desa. Pihak Pemkab tidak dapat menyatakan tentang ajarannya yang termasuk menyimpang atau tidak menyimpang.
Dalam hal ini, pemkab beserta elemen terkait lainnya hanya berusaha memberikan himbauan agar warga tidak meninggalkan kampung halaman dengan alasan yang tidak masuk akal. “Yang berwenang menentukan ajaran mereka termasuk menyimpang adalah Pemprov Jatim dan MUI Jatim,’’ kata Ipong.
Baca Juga: Marak Doktrin Kiamat di Ponorogo, Gubernur Instruksikan Ini