Ramai Perebutan Jenazah, Pakar Unair: Warga Masih Takut Di-COVID-kan

Padahal RS hanya menjalankan prosedur untuk pencegahan

Surabaya, IDN Times - Belakangan ini fenomena perebutan paksa jenazah pasien COVID-19 kembali marak terjadi. Kejadian ini setidaknya terjadi di Bondowoso, Situbondo, dan Jember. Melihat hal ini, Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) menilai bahwa warga masih takut stigma pasien sengaja "di-COVID-kan" akibat ketidaktahuan dan hoaks yang beredar.

1. Warga masih kurang teredukasi mengenai protokol COVID-19 di RS

Ramai Perebutan Jenazah, Pakar Unair: Warga Masih Takut Di-COVID-kanilustrasi hoax (IDN Times/Sukma Shakti)

Hal tersebut disampaikan oleh Dr. dr. Gatot Soegiarto, Sp.PD- KAI, FINASIM. dari FK Unair. Gatot menuturkan bahwa kepanikan warga yang kurang teredukasi membuat mereka melakukan hal-hal nekat seperti merebut paksa jenazah COVID-19. Selain itu, masih berkembang pula stigma bahwa pemakaman dengan protokol COVID-19 tak sesuai dengan syariat agama Islam.

“Emosi yang tinggi pada saat kejadian dan adanya prasangka buruk kepada tenaga kesahatan dan rumah sakit merupakan penghalang yang sangat sulit diatasi. Jika emosi mengalahkan akal sehat maka kekacauanlah yang terjadi,” ujarnya, Rabu (28/7/2021).

2. Seluruh pasien seharusnya memang melewati screening

Ramai Perebutan Jenazah, Pakar Unair: Warga Masih Takut Di-COVID-kanIlustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Padahal, Gatot menerangkan bahwa tidak ada pasien yang di-COVID-kan oleh tenaga kesehatan. Segala prosedur screening dilakukan di awal tidakan merupakan bentuk pencegahan penularan COVID-19 kepada tenaga kesehatan maupun pasien lainnya. Screening seharusnya dilakukan kepada pasien dengan keluhan apapun.

"Nyatanya ada juga ibu hamil yang datang untuk melahirkan ternyata positif Covid-19, pasien yang datang dengan keluhan pada kulit, mata, gastrointestinal atau trauma akibat kecelakaan kemudian terbukti positif COVID-19,” ungkapnya.

3. Screening dengan rapid tes bisa menimbulkan negatif palsu

Ramai Perebutan Jenazah, Pakar Unair: Warga Masih Takut Di-COVID-kanIlustrasi Rapid Test Tim IDN Times (IDN Times/Herka Yanis)

Sejauh ini, metode screening yang kerap digunakan adalah dengan rapid test antigen atau antibodi. Kedua metode tes itu memiliki keunggulan yaitu pada kecepatan hasil pemeriksaan sehingga pasien bisa segera ditangani. Namun, kedua tes tersebut masih memiliki potensi negatif palsu.

"Tapi tes ini bisa juga menghasilkan negatif palsu. Sehingga untuk pasien yang gejalanya sangat mengarah kepada gejala COVID-19 namun hasilnya negatif akan tetap diperlakukan sebagai pasien berisiko tinggi dan harus dilayani dengan prosedur yang berlaku. Hal ini saja sudah banyak menimbulkan kecurigaan masyarakat,” sebutnya.

4. Sementara swab PCR membutuhkan waktu lebih lama

Ramai Perebutan Jenazah, Pakar Unair: Warga Masih Takut Di-COVID-kanIlustrasi Swab Test (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Untuk pasien dengan gejala lebih berat, umumnya dokter akan melakukan tes swab PCR agar bisa memastikan apakah pasien tersebut benar-benar terpapar COVID-19 atau tidak. Selain untuk melindungi nakes, pasien yang terinfeksi COVID-19 memerlukan tindakan khusus agar tidak membahayakan nyawanya. Sayangnya, metode ini memerlukan waktu berjam-jam hingga berhari-hari untuk mendapatkan hasilnya.

"Jadi jika kondisi pasien gawat dan perlu penanganan segera atau bahkan kemudian meninggal di IGD atau ruang isolasi tetapi hasil RT-PCR belum keluar hal ini sering menjadi pertentangan antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien,” ungkapnya.

5. Berharap warga bisa mengerti dan tidak lagi merebut jenazah

Ramai Perebutan Jenazah, Pakar Unair: Warga Masih Takut Di-COVID-kanIlustrasi jenazah (IDN Times/Sukma Shakti)

Oleh karena itu, Gatot memastikan bahwa tindakan screening dan perlakuan protokol COVID-19 yang dilakukan oleh rumah sakit sesuai dengan prosedur terutama bagi pasien suspect dan probable. Ia pun berharap masyarakat bisa mengerti dan tidak lagi merebut jenazah yang akan dimakamkan dengan protokol COVID-19.

"Rumah sakit dan tenaga kesehatan berkeinginan untuk menerapkan protokol kesehatan yang ada untuk pemulasaraan dan pemakaman jenazah agar tidak terjadi penularan klaster keluarga dan pelayat. Sementara itu keluarga pasien sudah memiliki kecurigaan bahwa pasien akan di- COVID-kan dan berprasangka bahwa rumah sakit dan dokter akan mendapat keuntungan,” tutupnya.

Baca Juga: Rebut Jenazah COVID-19, Warga Jember Juga Merusak Ambulans  

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya