Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan Sapi

Menghapus stigma, mengusir petaka hingga bikin ekowisata

Batu, IDN Times – Pagi itu, udara terasa sejuk di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Terpaan angin kian kencang saat kendaraan melaju ke arah perbukitan. Tanaman pakis yang menempel di sepanjang tebing tampak melambai-lambai para pengguna jalan. Seolah memberi ucapan selamat datang kepada ‘tamu’ yang hendak masuk ke kawasan lereng Gunung Banyak.

Patung sapi raksasa berwarna putih dengan sedotan di bagian tubuhnya turut menyambut di gerbang masuk dusun yang berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tak hanya satu patung, ada beberapa patung sapi lain yang sengaja dibangun oleh warga setempat. Patungnya tidak monoton, ada yang didesain dengan kombinasi corak zebra, harimau dan macan tutul. Ada yang dibikin warna-warni bak bunga dan ada pula yang dicat seperti warna es krim.

Patung-patung itu menegaskan bahwa Dusun Brau patut dijuluki Dusun Sapi. Dusun yang punya kekayaan besar dari ternak sapi. Memang, mayoritas warga di sini menggantungkan hidup pada sapi-sapi yang mereka pelihara. Bukan sapi biasa, melainkan sapi perah. Susu yang dihasilkan sapi-sapi dipanen setiap harinya. Untuk kemudian dijual, juga ada yang diolah menjadi berbagai macam produk bernilai jual tinggi.

Tak hanya sapi, perlahan tapi pasti, warga di sini membuka mata untuk menatap potensi-potensi lainnya. Limbah yang dihasilkan sapi berupa kotoran turut mereka olah. Menjadi pupuk organik penunjang perkebunan dan sawah. Juga dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif berwujud biogas untuk membantu api tungku dapur supaya tetap menyala. Kemudian memoles alam sekitar yang mempunyai topografi indah, disulap jadi jujukan wisata.

Namun di balik itu semua, warga Dusun Brau yang tinggal di lereng Gunung Banyak ini harus melalui perjalanan panjang yang menyedihkan. Mereka bergelut dengan keringat dan air mata untuk melepas stigma ‘preman’ puluhan tahun lamanya. Berjuang mengusir petaka di kala Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merebak, sampai akhirnya mampir ke kandang para peternak. Menghidupkan lagi tempat wisata hasil swadaya yang sempat digempur pandemik corona.

Melepas stigma preman lewat sapi perah

Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan SapiSalah seorang peternak sapi perah Dusun Brau. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

"Moooo…" suara sapi terdengar dari balik kandang saat IDN Times turun dari mobil elf pengangkut rombongan. Suara itu seakan menjadi ucapan salam ‘selamat datang’ dari sapi yang berada di Dusun Brau. Mereka tahu, ada rombongan tamu yang singgah setelah sekian lamanya terkena aturan pembatasan dari pemerintah. Aturan yang berlaku selama pandemik corona beberapa waktu lalu.

Sapi-sapi itu tampak mengintip dari bilik kandang. Mereka terlihat sehat dan bersih dengan warna hitam putih khas sapi perah. Sapi-sapi inilah yang mengantarkan warga dusun sini menjadi naik level. Membantu perekonomian warga sekaligus melepas stigma preman yang menempel selama puluhan tahun lamanya.

"Jadi memang sebelum adanya peternakan ini, dikenalnya seperti itu (kampung preman)," ujar Kepala Dusun Brau, Fendi Tri Hermawan kepada IDN Times, Rabu (30/8/2023).

Stigma yang menempel itu dikarenakan dulunya warga Dusun Brau yang wilayahnya di perbukitan jauh dari kota, kerap melakukan kegiatan negatif seperti premanisme. Namun praktik-praktik premanisme itu berangsur pudar bahkan hilang, ketika ada warga yang menginisiasi untuk memelihara sapi perah. Bak gethok tular, warga lain mengikuti jejak untuk beternak sapi perah. Alhasil, hampir tiap Kepala Keluarga (KK) mempunyai dua sampai puluhan sapi yang dirawat di kandang sebelah rumah mereka.

"Jumlah sapi di sini lebih banyak dari penduduknya. Bisa dikatakan Kampung Brau ini disebut Kampung Sapi juga Kampung Susu," kata Fendi. Julukan ini menempel sejak medio 1990-an. "KK di sini sekarang ada 150-an, dengan total jumlah warga sekitar 680 jiwa. Satu rumah minimal punya dua sapi perah, ada yang punya 30-40 sapi. Jika ditotal ada sekitar 1.200-an sapi perah di Brau," beber Fendi menambahkan.

Banyaknya sapi perah itu menjadikan Brau sebagai pemasok susu terbesar di Kota Batu. Sekitar 4.500 – 5.000 liter susu segar dapat dihasilkan setiap harinya. Susu itu dipanen dua kali sehari, yakni pagi dan sore. Hasil susu perahan itu langsung dhimpun oleh Kelompok Tani (Poktan) Brau. Ada yang dijadikan olahan, ada yang disetor ke koperasi dan pabrik susu.

"Di sini ada tiga kelompok tani, koperasinya ada dua. Ada yang disetor ke KUD untuk disalurkan ke pabrik dalam bentuk susu segar, ada yang di koperasi satunya lebih dikembangkan menjadi olahan keju mozzarella, permen dan lain-lain," kata Fendi.

Baca Juga: Merawat Kebangsaan dari Balik Hutan Jati

Manfaatkan limbah sapi menjadi energi

Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan SapiSalah seorang peternak sapi perah Dusun Brau. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Sapi perah yang ada di Dusun Brau memang menjadi berkah bagi para warga. Karena tak hanya hasil susunya saja, kotorannya pun dimanfaatkan agar tidak menjadi limbah berbahaya. Kotoran sapi sendiri mengandung metana (CH4) berupa gas tidak berbau yang menimbulkan efek rumah kaca. Gas ini efeknya 25 kali lipat jika dibandingkan dengan karbondioksida sebagai penyebab pemanasan global.

Maka dari itu, warga setempat mengolah kotoran sapi perah peliharaannya menjadi bioslurry atau  pupuk kandang. Nah, pupuk-pupuk yang sudah jadi nantinya akan dibuat bercocok tanam di kebun maupun sawah yang dimiliki warga. "Karena ada warga yang punya sawah, ada juga kebun. Jadi kotoran itu dimanfaatkan jadi pupuk untuk menekan biaya pembelian pupuk," tukas Fendi.

Lantaran kotoran sapi itu dirasa masih banyak, warga Dusun Brau mengelola limbah tersebut menjadi biogas. Biogas sendiri adalah salah satu alternatif untuk mengelola kotoran hewan agar bisa dijadikan bahan bakar melalui proses fermentasi.  Saat ini sudah ada belasan digester biogas. Digester itu sudah dimanfaatkan warga selama lebih dari lima tahun ini. Nantinya, digester tersebut akan ditambah agar semua warga terakomodir menggunakan biogas.

"Warga Brau saat ini dan untuk masa depannya sedang menata desanya agar lebih bersih dan sehat. Dulu kalau ke Brau ada aroma kotoran di selokan, kini berangsur hilang. Bahan bakar memasak juga lebih hemat tidak tergantung elpiji, karena sebagian sudah menggunakan biogas," kata Fendi.

Menciptakan wisata melalui swadaya warga

Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan SapiPatung pinokio di kawasan ekowisata Dusun Brau. (Instagram @kecamatan_bumiaji).

Warga Brau tak mau sekadar memanfaatkan sapi perah dan limbahnya. Generasi mudanya ikut bergerak untuk menjadikan dusun yang dianggap terpencil di Kota Batu ini menjadi jujugan wisatawan. Pada September 2017, Brau resmi punya wisata Puncak Pandawa. Di sini ada goa yang dibangun tentara Jepang pada saat perang dunia kedua.

Di wisata yang dikelola secara mandiri dan swadaya oleh warga Brau, wisatawan dapat menikmati spot matahari terbit atau golden sunrise. Tak hanya itu, wisatawan dapat berkemah di area bumi perkemahan yang tersedia. Masih di Puncak Pandawa, terdapat spot swafoto atau selfie yang bakal ditemani sang boneka kayu bernama Pinokio.

"Wisata di Puncak Pandawa itu yang membuat sekaligus itu warga, penuh perjuangan saling gotong royong," kata Fendi.

Hadirnya wisata Puncak Pandawa sangat membantu perekonomian warga Dusun Brau. Mereka yang muda tak terpaku pada urusan peternakan, perkebunan maupun pertanian saja. Tapi juga bisa berkontribusi mengembangkan pariwisata. Karena untuk ke puncak, ada jasa ojek yang disediakan warga. Harganya sangat terjangkau yaitu Rp10.000 saja. Sementara tiket masuk Puncak Pandawa dibanderol harga Rp5.000, ditambah biaya parkir sepeda motor Rp2.000 dan mobil Rp5.000.

"Ketika wisata ini sudah operasional, roda ekonomi di Brau semakin membaik, selain mengelola wisata, ada warga yang bisa memanfaatkan jaga parkiran, jasa ojek dan berjualan di sekitar Puncak Pandawa," beber Fendi. "Ada juga yang menyediakan persewaan tenda untuk berkemah," imbuh dia. Bagi yang pengin berkemah bisa ada paket sewa lahan dan tenda Rp250.000 per malam.

Namun sayangnya, kebahagiaan membangkitkan ekonomi dan wisata di Brau tak berlangsung lama. Pandemik COVID-19 seolah menunda cita-cita warga Brau untuk mengembangkan Dusun Wisata. Ditambah lagi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang merebak hingga ke kandang-kandang peternak yang membuat semua warga pusing tujuh keliling.

Tegar diterpa badai Pandemik COVID-19 dan PMK

Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan SapiPatung sapi dekat olahan susu di Dusun Brau. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Seorang warga yang sempat merasakan pusing tujuh keliling itu Suwito (60). Siang itu Suwito menatap mesra enam sapi perah yang ada di hadapannya. Dia mencoba mengenali sapi yang belum lama ia beli. Lima dari enam sapi itu masih tergolong anakan. Satu sapi sudah berusia indukan. Harapan besar disisipkan Suwito kepada enam sapi barunya itu.

"Enam ini baru semua, karena 11 sapi (perah) saya sudah mati semua," ucap Suwito sambil mengelus salah satu kepala sapi miliknya. Tatapan mata Suwito seketika berkaca-kaca, dia melanjutkan mengenang sapi-sapinya yang kalah dengan PMK.

Suwito tak ingin mengingat secara rinci waktu PMK mampir ke kandangnya. Yang jelas, tahun lalu dia kaget ketika sapinya mengalami gejala yang sama dengan sapi-sapi lain di sekitar Brau. Sapi milik Suwito tiba-tiba mengeluarkan air liur yang banyak dan enggan bergerak. Ketika dikasih makan pun sudah tak mau menyantapnya.

Awalnya hanya tiga sapi yang bergejala. Tapi dengan cepat semua sapi yang ia miliki di kandang punya gejala sakit yang sama. Dia bergegas melapor ke perangkat dusun. Laporan itu ditindaklanjuti ke KUD Kota Batu. Tapi, satu per satu sapi milik Suwito mati. Pengobatan juga sudah dilakukan, namun kondisinya terus memburuk.

"Matinya bergantian, kemudian ada tiga potong paksa," kata dia. Sapi-sapi yang mati karena PMK itu mendapatkan ganti rugi Rp10 juta tiap ekor sapi. Namun, syarat dan ketentuan tetap berlaku. "Kalau mati ada bukti dikubur dan kondisinya, itu mendapatkan ganti dari pemerintah. Kalau gak ada, ya gak dapat ganti rugi," ungkap Suwito.

Suwito hanyalah satu dari ribuan peternak sapi yang terdampak PMK. Data Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Batu, total ada sebanyak 4.856 sapi yang sakit karena PMK. Dari total jumlah tersebut, 944 sapi dilaporkan mati, 114 harus dipotong paksa dan 3.798 sapi dinyatakan sembuh dari PMK.

"PMK di Kota Batu awalnya terdeteksi pada Mei 2022, selanjutnya terus menyebar dengan cepat. Puncaknya pada Juni 2022. Kemudian mengalami tren turun pada kisaran Agustus 2022 hingga saat ini sudah nol kasus," terang Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Heru Yulianto.

Masuknya PMK di kandang peternak Kota Batu ini terbilang sedikit lama. Karena kasus pertama kali terdeteksi sudah sejak dua bulan sebelumnya di Kabupaten Gresik. Waktu itu dilaporkan ada sebanyak 402 ekor sapi yang tersebar di lima kecamatan dan 22 desa dilaporkan sakit pada 28 April 2022. Tak berselang lama, tepatnya pada 1 Mei 2022 dilaporkan 102 sapi sakit yang tersebar di tiga kecamatan dan enam desa di Kabupaten Lamongan.

Pada hari yang sama seperti di Lamongan, dilaporkan 595 sapi dan kerbau sakit di 11 kecamatan dan 14 desa di Kabupaten Sidoarjo. Penyakit ini terus meluas hingga masuk Kabupaten Mojokerto, sebanyak148 sapi sakit yang tersebar di sembilan kecamatan dan 19 desa. Kemudian diambil sampel dari saisapi yang sakit. Hasil uji laboratorium keluar pada 5 Mei 2022 yang menyatakan seluruhnya positif PMK.

Perjalanan PMK itu terus meluas hingga ke seluruh Jawa Timur. Tak terkecuali peternak Kota Batu yang ikut terdampak, termasuk Dusun Brau. Saking banyaknya ternak yang terjangkit PMK, beberapa tak terselamatkan alias mati. Namun,hewan ternak yang mati karena PMK tidak dibiarkan begitu saja oleh Pemkot Batu. Seperti penuturan Suwito, tiap peternak yang melaporkan kematian sapinya akibat PMK, maka akan diberi ganti rugi tiap ekornya sebesar Rp10 juta. Khusus sapi, pemkot sendiri sudah memberikan ganti rugi sebanyak 692 ekor.

"Total anggaran yang sudah kami bayarkan khusus sapi mati karena PMK sebesar Rp6.920.000," ungkap dia.

Tak hanya ganti rugi, pemkot juga memberikan bantuan khusus untuk peternak sapi perah. Bantuan itu berupa pakan. Totalnya hingga Agustus 2023 sebanyak 32.200 kilorgram (kg) pakan berupa pellet yang telah disalurkan kepada 3.700 ekor sapi.

Langkah yang dilakukan Pemkot Batu tentu sejalan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim melalui dinas peternakan (disnak). Berbagai upaya untuk menekan laju PMK terus dilakukan salah satunya dengan menggeber vaksinasi. Disnak tak sendirian untuk menggencarkan vaksinasi ke seluruh Jatim. Ada sebanyak 1.500 vaksinator tambahan dari kalangan tenaga kesehatan (nakes) TNI 800 orang, nakes Polri 500 orang dan 200 orang mahasiswa. Mereka akan membantu dokter maupun petugas vaksinator dari Disnak Jatim.

Giat vaksinasi PMK sudah mencapai 93 persen dari yang dialokasikan. Diketahui, alokasi vaksinasi PMK di Jatim sebanyak 7.266.950 dosis. Sementara yang telah direalisasikan sebanyak 6.761.694 dosis yang disuntikkan kepada hewan ternak yang terdiri dari sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba dan babi.

"Jika dirinci lagi, sebaran vaksinasi PMK sudah tersebar di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, di tingkat kecamatan 98 persen dan tingkat desa/kelurahan sebesar 88 persen," kata Kepala Disnak Jatim, Indyah Ariyani.

Dari 88 persen desa/kelurahan yang telah mendapatkan vaksinasi PMK ialah sebanyak 7.462 tempat. Sementara 898 desa/kelurahan masih berproses mendapatkan layanan ini. "Memang ada desa-desa yang belum mendapatkan vaksinasi PMK, pertama karena memang masih proses, kedua di wilayah tersebut. Bagi yang proses itu segera kami lakukan percepatan. Tahun ini ditargetkan selesai," tegas perempuan yang karib disapa Indi ini.

Kendati ada wilayah yang masih dalam proses pemberian vaksinasi PMK, capaian vaksinasi PMK di Jatim menjadi tertinggi nasional. Jumlah 6.761.694 dosis vaksin yang disuntikkan itu jauh di atas Jawa Tengah sebanyak 2.108.449 dosis, Nusa Tenggara Barat sebanyak 1.928.787 dosis, Bali sebanyak 1.116.815 dosis dan Lampung sebanyak 968.431 dosis.

"Total vaksinasi PMK di Indonesia tahun 2022 – 2023 hingga Agustus sebanyak 17.565.437 dosis. Alhamdulillah, Jawa Timur berkontribusi 39 persen," kata Indi.

Dari kinerja vaksinasi PMK yang dilakukan di Jatim, Kementerian Pertanian mengganjar Pemprov Jatim dengan penghargaan Provinsi dengan Kinerja Vaksinasi PMK Terbaik Nasional. “Terima kasih buat nakes tim vaksinator yang telah bekerja keras di lapangan,” ucap Indi. Vaksinasi PMK yang digencarkan ini juga berdampak pada laju kasus wabah PMK di Jatim.

Data Disnak Jatim, sejak April 2022 hingga Agustus 2023 total sebanyak 199.972 ternak yang terjangkit PMK di 38 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, 192.712 ternak dinyatakan sembuh, 4.412 dilaporkan mati, 2,707 potong paksa dan 139 masih sakit. "Puncak kasus terjadi pada Mei – Agustus 2022 dengan rata-rata kasus 6.000 kasus per hari. Setelah dilakukan intervensi rata-rata kasus di bawah 10 kasus per hari," kata Indi.

"Namun jika merujuk laporan harian kejadian PMK di Jatim, maka wabah PMK sudah dapat dikendalikan," imbuh Indi menegaskan. Memang, peternak yang sapinya terdampak PMK, kata Indi, dilakukan intervensi untuk recovery.

Bentuk intervensi pertama ialah kompensasi. Pemberian kompensasi terhadap kematian ternak dan pemotongan bersyarat akibat sakit PMK sebanyak 3.464 ekor ternak. Terdiri dari 3.429 sapi dan 35 kambing senilai Rp32.925.000.000. Kemudian ada bantuan pakan ternak, pemberian konsentrat disalurkan kepada 72.450 sapi perah terdampak PMKsebanyak 3.622 ton.

"Kami juga melakukan program inseminasi buatan gratis untuk 1.900.000 akseptor," Indi. Juga memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor peternakan sebesar Rp6,2 triliun. KUR telah 144.646 debitur pada 2022 dan tahun 2023 periode Januari – Mei sebanyak 26.098 debitur.

Brau bangkit lebih kuat dan Jatim kian hebat

Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan SapiGubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa saat meninjau peternakan di Dusun Brau. (Dok. Diskominfo Jatim).

Intervensi pemerintah untuk mengendalikan wabah PMK membuat peternak-peternak perlahan bangkit. Termasuk para peternak yang ada di Dusun Brau. Kebangkitan itu kian nyata ketika milenial bernama Dapin Narendra memboyong usaha keju mozarellanya dari Malang ke Kota Batu. Bahkan, pengelolaannya dipusatkan langsung di Dusun Brau. Dapin menatap optimis potensi susu sapi yang ada di dusun lereng Gunung Banyak ini. Ia tak ragu, di tengah bencana PMK, nekat untuk terus memutar mesin usahanya di Brau.

Dapin sendiri mulai merintis usaha keju mozzarella di rumah orangtua yang beralamat di Kota Malang pada tahun 2017. Karena usaha yang dijalankan mengalami perkembangan yang pesat, kemudian pesanan terus meningkat, Dapin mencari tempat baru yang lebih besar di kawasan Malang pada tahun berikutnya. "Terakhir pindah di Brau 2022," kata dia.

Sejak memulai usaha keju mozzarella, Dapin memang lebih memilih memakai produk susu lokal. Susu yang dibelinya langsung dari peternak di kawasan Malang Raya hingga Pasuruan. "Kebanyakan memang dari (peternak sapi) Batu. Pernah juga ambil dari tempat lain dari Nongkojajar (Kota Malang), Pasuruan pernah," ucapnya.

Pria lulusan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ini tak menampik alasan ia memboyong usahanya ke Dusun Brau karena merebaknya PMK. Waktu itu, sapi-sapi perah di Malang Raya maupun Pasuruan produksi susunya turun. Bahkan ada yang berhenti berproduksi, bak menemukan harta karun, susu sapi di Dusun Brau ternyata masih berproduksi meski skalanya kecil.

"Nyari ketemu di Brau itu produksinya masih sisa (dari pemenuhan industri susu), akhirnya kami pakai. Kebetulan ada tempat di situ yang sudah lama tidak terpakai, akhirnya saya manfaatkan untuk produksi keju di sini (Brau) sekalian," kata dia.

Peternak di Dusun Brau dapat menghasilkan ribuan susu segar setiap harinya. Usaha milik Dapin dijatah 1.000 per hari. Hal inilah yang membuat pria kelahiran Nganjuk ini senang berada di Brau. Nah, 1.000 liter susu itu langsung diolah menjadi keju mozzarella sebanyak 130 kilogram (kg). Melihat pasokan susu yang melimpah, Dapin kini menatap untuk mengolahnya menjadi Yoghurt.

Kedatangan Dapin ke Brau diakui oleh Kelompok Tani (Poktan) setempat, M. Munir kalau membawa napas segar bagi para peternak. Karena hasil perahan yang diserahkan tidak diharuskan memenuhi kriteria standar seperti industri susu. Mengingat di tengah wabah PMK, untuk menjangkau standar industri akan sangat sulit. "Untuk menghasilkan susu lima liter saja sudah untung-untungan tiap satu ekornya," ucap Munir.

Tak sampai di situ, datangnya Dapin membuat Dusun Brau punya produk unggulan baru. Setelah stik susu dan susu pasteurisasi, kini ada keju mozzarella dan ke depannya ada yoghurt. "Kami sebelumnya dari Koperasi Margo Makmur Mandiri sudah mulai membuat produk tapi untuk memenuhi pesanan saja, sekarang adanya keju yang juga kerja sama antara koperasi dengan Mas Dapin itu jadi produk unggulan di sini, bahkan ikon baru Kota Batu," kata dia. "Terobosan ini harapannya bisa jadi nilai tambah, serapan tenaga kerja juga otomatis bisa bertambah," imbuh Munir.

Plt Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai mengaku sudah pernah mengunjungi pengelolaan susu khususnya keju mozzarella di Dusun Brau. Dia sangat mengapresiasi terobosan yang dilakukan poktan dan koperasi setempat, sehingga perekonomian warga kian bergeliat usai badai pandemik COVID-19 dan PMK.

Pria yang juga menjabat Kepala Dinas Pendidikan Jatim ini akan mendukung penuh setiap inovasi dan ekonomi kerakyatan. Ke depan, ia mendorong agar produk olahan susu, baik itu permen, keju hingga yoghurt untuk diikutsertakan dalam pameran bertajuk expo di tingkat provinsi. Jika ada kesempatan bisa di bawah ke pameran nasional maupun internasional.

"Sewaktu kami berkunjung ke Brau, kami melihat adanya potensi yang besar dari susu yang dihasilkan. Kemudian ada pengelolaannya. Itu yang perlu didorong untuk diikutkan di pameran expo KUMKM se-Jawa Timur," ungkap Aries.

UMKM dan desa wisata memang menjadi dua sektor yang mendapatkan atensi serius dari Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Sejumlah program dicanangkan untuk membuat sektor ini tiap tahunnya bisa meningkat. Terbukti, UMKM menyumbang sebesar 58,36 bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim.

"Data yang tertulis di BPS (Badan Pusat Statistik) per 21 Juli yang lalu, bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur pada kuartal II yakni sebesar 5,24 persen, di atas rata-rata nasional dan tertinggi se-Pulau Jawa," kata dia saat acara K-UKM Expo bertajuk ‘Transformasi UMKM Masa Depan’ di Surabaya, Jumat (11/8/2023).

Dalam acara ini, Kota Batu menjadi UMKM terbaik se-Jatim. Karena pertumbuhan ekonomi dan wisatanya berkembang pesat. Sehingga berdampak pada pelaku usaha di sana. Khofifah pun mendorong para pelaku usaha khususnya UMKM untuk memperluas pasarnya dengan melakukan ekspor ke luar negeri.

"Saya tekankan, UMKM dapat sampai di titik ekspor, dengan begitu UMKM dapat dikatakan naik kelas," tegas mantan Menteri Sosial ini.

Sementara untuk desa wisata, Jatim menjadi yang terbanyak. Khofifah menyampaikan kalau pihaknya memang mendorong agar terus tumbuh desa wisata. Dengan begitu, kemandirian itu muncul sejak ranah bawah. Sehingga, serapan kerja dan perputaran ekonomi bisa merata sejak dari tingkatan desa atau kelurahan.

Tahun ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengumumkan  Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. Dari 75 desa wisata terbaik, Jatim menyumbang sebanyak delapan desa. Di bawahnya ada Sulawesi Selatan dan Jawa Barat masing-masing ada tujuh desa,  serta Jawa Tengah dan Sumatera Barat dengan masing-masing lima desa.

"Alhamdulillah, delapan desa wisata di Jawa Timur telah terpilih sebagai Desa Wisata Terbaik. Dari total 75 Desa Wisata Terbaik di Indonesia, Jawa Timur berhasil menyumbangkan jumlah tertinggi, delapan desa wisata. Semoga bisa membantu percepatan pemulihan ekonomi dari sektor pariwisata dan mendukung tercapainya target kunjungan wisata ke Jawa Timur mencapai 238 juta wisatawan di 2023," kata Gubernur Khofifah, Rabu (22/3/2023).

Adapun delapan desa wisata terbaik Jatim peraih ADWI 2023 di antaranya Desa Wisata Kampung Heritage Kajoetangan di Kota Malang, Desa Wisata Edelweiss Wonokitri di Pasuruan, Desa Wisata Kebangsaan Wonorejo di Situbondo dan Desa Wisata Duren Sari Sawahan di Trenggalek. Ada pula Desa Wisata Ketapanrame  di Mojokerto, Desa Wisata Bira Tengah di Sampang, Desa Wisata Sendang di Pacitan dan Desa Wisata Bowele di Malang.

Ekonomi kerakyatan di Jatim bergerak

Kisah Warga di Lereng Gunung Banyak: Tua-Muda Berkreasi dengan SapiOlahan Keju Mozzarella di Desa Brau. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair), Prof Sri Hartini turut menatap optimis ekonomi kerakyatan di Indonesia, termasuk Jatim. Menurutnya, usai badai pandemik COVID-19, koperasi, UMKM maupun pariwisata mulai bangkit dengan inovasi yang dibawa di era wabah. Inovasi itu berupa pemanfaatan digitalisasi.

Kendati begitu, Prof Sri menilai masih ada sejumlah catatan yang perlu disempurnakan untuk membuat ekonomi kerakyatan khususnya UMKM dapat naik level. Salah satu yang menjadi fokus ialah strategi bisnis dengan perubahan lingkungan di era society 5.0. "Harus memahami digital marketing, inilah yang perlu dilatihkan kepada pelaku UMKM (serta koperasi)," ujarnya.

Meski memanfaatkan digitalisasi, Prof Sri mengingatkan, harus ada keseimbangan baru antara pembelian online dan offline. Di sini, kata dia, UMKM perlu menyiapkan omnichannel. Nah, omnichannel ialah memuaskan pelanggan tanpa batas saat berbelanja online maupun offline melalui saluran komunikasi ke dalam satu bentuk antarmuka secara universal.

"Dalam hal ini, misalnya pembelian produk dari Instagram, bisa saling terhubung dengan berbagai platform toko tersebut," kata Prof Sri.

Hal ini juga bisa diterapkan di Dusun Wisata Brau. Anak muda di sana dapat mengelola desa wisata via Instagram, TikTok dan sejenisnya, kemudian terhubung ke platform atau marketplace yang di dalamnya ada berbagai produk unggulan khas Brau. Tentunya, produk-produk itu hasil tangan dari koperasi dan UMKM setempat.

Kepala Dusun Brau, Fendi Tri Hermawan pun bertekad membawa Brau lebih baik ke depannya. Pihaknya akan terus mempromosikan Brau melalui berbagai cara, termasuk pemanfaatan media sosial. Dia menyebut, Brau sebagai salah satu pelopor dusun wisata yang penuh edukasi. Karena di sana tak hanya sekadar melihat sapi perah dan menikmati susu segar, namun juga bisa ke wisata Puncak Pandawa hingga melihat langsung berbagai olahan khas Brau.

"Kami akan terus menjaga dan merawat Brau untuk ke depannya lebih baik dan menjadi terbaik," kata Fendi dengan rasa optimis yang tinggi.

Baca Juga: Akal Budi Kebangsaan Masyarakat Tengger di Desa Ngadas

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya