TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nelayan Surabaya Menolak Reklamasi, Pikirkan Dampak Lanjutan

Mata pencaharian dan habitat laut terancam surut!

Spanduk tolak reklamasi oleh nelayan (IDN Times/Ryzka Tiara)

Surabaya, IDN Times - Nelayan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Lestari Kejawan Putih Tambak, bersikeras menolak adanya reklamasi Proyek strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfont Land (SWL). Ketua KUB Lestari Kejawan Putih Tambak, Evan Budi, menilai reklamasi akan merusak habitat makhluk hidup di pesisir Surabaya. 

"Apakah menjamin habitat untuk yang ada sekarang ini di sini itu bakalan lebih baik dengan adanya reklamasi? Otomatis kan butuh proses butuh waktu," ucapnya saat ditemui pada Rabu (7/8/2024). Kata Evan, rusaknya habitat laut bisa berdampak pada profesi para nelayan di sana. 

1. Banyak nelayan yang mulai pindah profesi karena ada rencana pembangunan SWL

Mendengar kabar adanya isu tentang proyek SWL ini, Evan mengatakan bahwa sebagian anggota kelompok nelayan KUB Lestari Kejawan Putih Tambak beralih profesi. Mereka mulai mencari pekerjaan lainnya. "Ketika ada isu tentang SWL, banyak warga saya yang beralih profesi dari nelayan," katanya.

Tak hanya nelayan, Evan mengatakan bahwa proyek ini juga berdampak bagi para petani tambak dan kelompok budaya ikan yang memiliki tambak di sekitarnya. "Warga kita bukan cuma istilahnya bergantung pada penghasilan di laut, ada petani tambak juga kelompok budidaya ikan," ujar dia.

Dampak lain yang juga dikhawatirkan adalah tidak terkontrolnya pasang surut air laut. Saat ini saja, arus air laut kerap menyapu tambak warga. "Kalau di sana ada pulau, otomatis kan pasang air lebih meningkat, sedangkan di sini ya, maaf, genangan air hutan mangrove aja sekarang agak ke timur, terus bekasnya tambak batu itu terjadi genangan air yang membuat tambak meluber, ikan banyak yang lari, banyak yang jebol, otomatis merugikan gak, ke petani tambak?'' ungkapnya.

Baca Juga: Reklamasi Tak Hanya Merusak Mangrove, Tapi Seluruh Surabaya

2. Urgensi pembangunan SWL, untuk siapa?

Bahkan, menurut Evan, SWL juga bisa merugikan para nelayan sejak proses pembangunan. Durasi pembangunan yang lama akan merusak kualitas lingkungan di sana. 

"Proyek itu pengerjaan kondisi airnya bagaimana? Otomatis kan keruh, itu selama 20 tahun. Istilahnya untuk kepentingan publik atau untuk kepentingan orang-orang yang berduit? Jadi kalau sama-sama dibilang rusak, kenapa, sih harus nelayan yang jadi korban? Kenapa, sih harus investor-investor yang diuntungkan?," kata Evan. 

SWL ini juga akan semakin memberatkan kehidupan nelayan. Saat ini saja, penghasilan mereka kian tak menentu dengan kondisi cuaca yang tidak bisa ditebak. "Kalau kepiting lagi sepi, kondisi angin, kondisi cuaca buruk, ya kita cari uang yang namanya 100 itu aja susah.''

Verified Writer

Ryzka Tiara Zumaharani

in my Bismillah and Wallahualam era

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya