TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rekor Kasus COVID-19, Epidemiolog Unair: Bukan Berarti Puncaknya 

Karena datanya tidak real time

Epidemiolog Unair, Dr. M. Atoillah Isfandi, dr., M.Kes. Dok istimewa

Surabaya, IDN Times - Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga menilai bahwa tingginya angka penambahan kasus COVID-19 akhir-akhir ini tak bisa serta merta disebut sebagai puncak pandemik di Indonesia. Hal ini dikarenakan arus data COVID-19 di Indonesia yang tidak lancar bahkan dicicil untuk berbagai tujuan.

Penambahan kasus di Surabaya sendiri dalam sepekan terakhir terus mengalami tren kenaikan. Berdasarkan data Pemprov Jatim, pada Selasa (1/12/2020) ada 41 orang pasien baru di Kota Surabaya. Bahkan dalam sepekan terakhir kasus baru selalu lebih dari 30 pasien. 

1. Kenaikan tinggi bukan berarti puncak pandemik

Ilustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Epidemiolog FKM Unair, Dr. M. Atoillah Isfandi, dr., M.Kes. Ia mengatakan bahwa penambahan kasus COVID-19 harian yang telah mencapai rekor sejak pertama kali kasus COVID-19 masuk Indonesia  yaitu pada Minggu (29/12/2020) bukan berarti menjadi puncak pandemik.

"Karena data atau akumulasi kasus harian Indonesia yang tidak real time dan kurang valid. Laporan harian yang diumumkan harusnya adalah kasus yang dilaporkan dan bertambah pada hari itu. Sementara di Indonesia, data yang dihimpun mengikuti arus laporan daerah yang seringkali mekanismenya berbeda datu sama lain," ujarnya dalam siaran pers Unair, Rabu (2/12/2020).

Baca Juga: Vaksin Pfizer Diklaim Bisa Cegah COVID-19, Epidemiolog: Baru Gejala

2. Data COVID-19 disetor dengan cara dicicil

Epidemiolog Unair, Dr. M. Atoillah Isfandi, dr., M.Kes. Dok istimewa

Athoillah menjelaskan bahwa data yang tidak real time ini akhirnya berpengaruh pada gambaran kondisi terkini dan prediksi kasus. Sementara data yang tidak selaras disebut Athoillah juga disengaja oleh sebagian daerah. Salah satunya dialami oleh Jawa Timur yaitu dengan cara dicicil.

"Ada banyak alasan, seperti agar terlihat stabil. Tapi hal tersebut akan sangat merugikan dalam pengambilan keputusan. Harus diingat kalau keputusan yang tepat datang dari data yang tepat dan valid,” tuturnya.

Baca Juga: 5 Tips untuk Recharging Energi yang Terkuras Selama Pandemik

Berita Terkini Lainnya