6 Pelafalan Niat Puasa Ramadan

Jangan lupa niat ya, kalau mau puasa ramadan

Seperti ibadah wajib (fardhu) yang lain, niat adalah salah satu rukun atau pondasi awal dari ibadah Puasa Ramadan yang wajib dikerjakan lebih dulu. Niat adalah iktikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan.

Dilansir dari NU Online, dalam konteks puasa ramadan, niat adalah maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa. Imam Syafi’I sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678).

Niat berpuasa Ramadan, wajib dilakukan pada malam hari untuk menentukan keabsahan puasa seseorang menurut Mazhab Syafi’i.

Meski niat sebenarnya sebuah maksud yang diucapkan dalam hati, tapi pelafalan niat puasa sangat dianjurkan sebagai penegasan maksud kita dalam menunaikan puasa ramadan.

Berikut ini ada 6 redaksi pelafalan niat puasa bagi kamu yang memenuhi syarat wajib puasa ramadan.

1. Lafal niat Puasa Ramadan 1

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā

Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.

Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah.

Baca Juga: 20 Kata-Kata Bijak Puasa Ramadan, Jalani Bulan Baik dengan Niat Tulus

2. Lafal Niat Puasa Ramadan 2

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā

Artinya: Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.

Kata “Ramadana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya.

3. Lafal Niat Puasa Ramadan 3

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā

Artinya: "Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala."

Kata “Ramadani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas badal. Kemudian kata "hādzihi" yang menjadi mudhaf ilaihi dari "Ramadhani".  

4. Lafal niat Puasa Ramadan 4

نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ

Nawaitu shauma Ramadhāna

Artinya: Aku berniat puasa bulan Ramadhan.

5. Lafal Niat Puasa Ramadan 5

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ

Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhāna

Artinya: Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan.   

6. Lafal Niat Puasa Ramadan 6

نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ

Nawaitu shaumal ghadi min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna

Artinya: Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.

Perbedaan 6 redaksi pelafalan niat puasa ramadan di atas tidak mengubah substansi lafal niat Puasa Ramadan. Ada beberapa rujukan dari bentuk pelafalan niat puasa ramadan tersebut yakni: Redaksi (1) dikutip dari Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu. Redaksi (2) dan (6) dinukil dari Kitab Asnal Mathalib. Redaksi (3) dikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam. Sedangkan redaksi (4) dan (5) diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin.

Baca Juga: Hukum Lupa Melafalkan Niat Puasa Ramadan, Apakah Tetap Sah?

Topik:

  • Zumrotul Abidin
  • Stella Azasya

Berita Terkini Lainnya