Menelusuri Rasa Seporsi Bebek Goreng Surabaya

Surabaya, IDN Times - Sepiring nasi bebek goreng tersaji di atas meja. Bebek goreng berwarna cokelat keemasan itu tampak renyah di luar, tapi menyimpan kelembutan di dalam. Aroma rempahnya menyerbu hidung. Sepiring nasi putih mengepul di sampingnya, semakin menggoda selera untuk segera menyantapnya.
Ketika jari-jari tangan mencoba menyuwirnya, terasa serat daging yang empuk dan siap luruh dalam setiap gigitan. Perpaduan rasa daging bebek dan bumbu gurih yang meresap sempurna menciptakan kelezatan khas. Kehangatan nasi putihnya menemani setiap suapan dan merayap perlahan di lidah. Tidak lupa juga dengan sambal yang membakar mulut dan penyempurna rasa makanan yang tersaji.
Ya. Banyak orang bilang, kuliner bebek terenak di Jawa Timur, adalah di Surabaya. Karena kuliner dari unggas ini, tak sembarang kearifan lokal bisa mengolahnya dengan sempurna. IDN Times mencoba menelusuri di balik rasa bebek goreng yang disajikan di warung-warung Surabaya, ada tangan-tangan terampil kearifan lokal. Yuk, baca liputannya.
Memilah dan Mengolah Bebek Goreng Khas Surabaya
Pasang surutnya pembeli kuliner bebek kembali lagi pada selera masing-masing. Setiap penjual juga pasti mempunyai tolok ukur dan cara tersendiri untuk melayani pelanggannya. Berbagai proses dilewati dengan hati-hati supaya para pelanggan meninggalkan kesan positif dari segi lisan, ekspresi, maupun tindakan.
Proses pengolahan bebek dimulai dari memilah bebek berkualitas baik sebelum akhirnya dibersihkan dan dimasak. Hal ini diungkapkan oleh Mukhlisin (37), pemilik tempat makan Nasi Bebek Tugu Pahlawan Asli yang berlokasi di Jalan Pasar Turi.
Mukhlisin berlangganan membeli daging bebek dari 10 supplier di pasar-pasar yang tersebar di Surabaya. Dari 10 supplier tersebut, ia mempertimbangkan supplier mana yang menjanjikan bebek dengan kondisi bersih, segar, bukan tiren, dan bukan bebek yang sengaja dipotong ketika menjelang mati.
"Bebek kalau sudah mati tiren atau bebek yang menjelang mati terus dipotong, mesti ada kayak darah beku. Itu kelihatan dan gak kita ambil. Kalaupun orangnya berusaha untuk menyelipkan bebek tersebut di antara bebek-bebek yang segar, itu masih kelihatan dan ada bau amis yang gak sedikit. Itu saya sisihkan dan kembalikan ke supplier," ujar Mukhlisin.
Bagi Mukhlisin, ia lebih baik rugi dalam hal bumbu daripada rugi karena pelanggan kecewa. Ia menyadari bahwa zaman sekarang semuanya serba berhubungan dengan internet sehingga ia berusaha untuk mencegah ketidakpuasan para pelanggan. Oleh karena itu, tempat makannya benar-benar ketat saat menyeleksi kualitas daging bebek yang dibeli.
Sulia (48), pemilik Depot Bebek H. Wachid Hasyim yang terletak di Jalan Raya Jemursari, mengatakan, ia memiliki kategori tersendiri dalam memilih daging bebek yang ia beli dari supplier. Ia mengatakan bahwa dirinya sejak dulu hanya berlangganan dengan satu supplier di salah satu pasar di Surabaya dan daging bebek yang dipesan selalu yang berukuran jumbo dan tua.
Sulia juga memperhatikan daging bebek yang dikirim oleh supplier ke tempatnya. Apabila ada ketidaksesuaian, maka ia akan segera mengembalikannya lagi.
"Awal-awal pernah dicurangi, tapi namanya pedagang ya harus saling percaya. Kalau tidak bisa dipercaya lagi, ya gak bisa dilanjut lagi (kerja samanya dengan supplier), kita cari langganan dengan yang lain saja," kata Sulia.
Dalam proses memasak, Sulia selalu ikut andil supaya bisa mengontrol bahan atau bumbu apa saja yang kurang. Ia juga mengatakan bahwa di tempatnya tidak ada teknik memasak yang khusus, daging bebek yang sudah dipilah dan dibersihkan akan direbus bersama dengan bumbu jangkep.
"Teknik memasaknya gak ada cara khusus, ya cuma mulai dengan merebus biasa dengan waktu lama tadi 2-3 jam tadi karena bebeknya jago jadi kalau tidak selama itu dagingnya akan alot. Untuk bahan-bahan masakannya pakai rempah-rempah bumbu jangkep itu. Ya macem-macem, mulai dari bawang, ketumbar, dan semacamnya," ucap Sulia.
Berbeda dengan Sulia, Mukhlisin lebih memilih untuk memesan daging bebek yang berusia muda yaitu sekitar 4-6 bulan agar ketika direbus tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama. Mengenai teknis merebus, Mukhlisin memaparkan bahwa harus bersabar untuk menunggu daging bebek sampai benar-benar matang dan empuk. Air juga perlu diperhatikan, apabila air rebusan surut maka harus segera diisi lagi, jika dibiarkan maka daging bebek akan berakhir gosong.
Jika berbicara mengenai bumbu, Mukhlisin memasak daging bebeknya menggunakan bahan masakan yang umum. Ia menambahkan bahwa satu kuncinya adalah berani bermain bumbu.
"Orang jual kuliner itu kalau menurut saya di mana-mana harus berani main bumbu, jangan pelit sama bumbu walaupun ketemunya memang lebih mahal. Bumbu sama garam itu beda. Kalau bumbu banyak gak masalah, kalau garam kebanyakan ya masalah. Intinya permainan bumbu," katanya.
Dalam satu kali memasak, Mukhlisin biasanya membutuhkan 2 jam untuk mendapatkan tekstur daging bebek yang empuk. Namun, apabila stok bebek berusia muda dari supplier langganannya menipis, ia mau tidak mau mendapatkan usia bebek yang tua. Durasi terlama yang pernah dirasakan Mukhlisin untuk memasak daging bebek berusia tua adalah bisa sampai 4 jam lamanya.
Sajian Terbaik ke Pelanggan
Nasi Bebek Tugu Pahlawan yang sudah ada sejak tahun 80-an dan Depot Bebek H. Wachid Hasyim yang sudah ada sejak tahun 90-an, merupakan contoh tempat makan bebek di Surabaya yang menjadi warisan keluarga turun-temurun. Keberadaannya yang sudah memiliki nama sejak lama, pastinya akan menarik rasa penasaran dari berbagai kalangan penikmat kuliner. Tidak heran bila dua warung itu tak hanya menyedot pelanggan dari Kota Surabaya, tetapi juga dari luar kota bahkan luar negeri.
Pelanggan yang telah menunggu belasan hingga puluhan jam pasti memiliki ekspektasi terhadap makanan yang dikirim kepadanya. Menyantap hidangan yang masih lezat setelah melewati perjalanan panjang adalah kenikmatan tersendiri bagi sang pelanggan. Maka dari itu, sebagai penjual kuliner, pelayanan terhadap pengiriman makanan menjadi perhatian khusus.
Mukhlisin sudah mengikuti perkembangan usaha keluarganya semenjak masih dipegang oleh neneknya. Ia mengatakan bahwa pernah suatu ketika ada pelanggan membelikan dan mengirim daging bebek ke anaknya yang sedang bersekolah di Amerika. Dari pengalamannya tersebut, Mukhlisin pun menjelaskan teknik mengolah bebek goreng agar sampai ke pelanggannya dengan baik dan aman.
"Teknis membungkusnya itu digoreng setengah matang. Digoreng langsung matang juga bisa, tapi kalau mau dimakan kan harus digoreng dulu, takutnya terlalu kering jadi keras dan gak enak. Kalau digoreng setengah matang di luar suhu kulkas itu masih aman sampai 20 jam. Kalau sudah digoreng setengah matang terus masuk freezer, itu bisa sampai 2 minggu. Tapi kita sarankan gak sampe 5 hari, karena bumbunya ketika dicairkan akan ikut mencair dengan lelehan es. Jadi waktu digoreng rasanya akan kurang mantap,” kata Mukhlisin.
Mukhlisin juga menambahkan bahwa pelanggan yang berasal dari luar kota biasanya makan di tempatnya satu sampai dua kali dalam enam bulan. Sedangkan orang sekitar biasanya kurang lebih dua kali dalam satu bulan sampai tiga kali seminggu.
Tidak jauh berbeda dengan Mukhlisin, Sulia juga mengatakan bahwa pelanggan yang datang ke tempatnya berasal dari semua kalangan. Salah satunya adalah dari kalangan pegawai kantoran yang biasanya datang ketika jam-jam pulang kerja.
Misalnya saja Arman, yang sudah berlangganan nasi bebek di depot milik Sulia sejak beberapa tahun lalu. Arman mengatakan biasanya ia membeli nasi bebek di Depot Bebek H. Wachid Hasyim tiga sampai empat kali dalam satu bulan.
"Sering beli di sini karena signature-nya kan nasi bebek dengan bumbu hitam, sambalnya juga enak. Cita rasa bebek di sini itu teksturnya lunak dan porsinya besar," ungkap Arman.
Tidak hanya warga Surabaya saja, Sulia pun memiliki pengalaman membungkuskan pesanan daging bebek untuk dikirim ke luar pulau.
"Paling jauh ada yang beli dari Batam. Kita gak mengirim ke Batamnya, tapi ada orang yang beli dan mengirim untuk saudaranya yang ada di Batam,” kata Sulia.
Cara Sulia mempertahankan cita rasa dan tekstur dari bebek gorengnya sebelum dikemas adalah dengan menggoreng setengah matang, sama seperti yang dilakukan Mukhlisin. Setelah itu, diangin-anginkan dulu hingga panasnya hilang baru kemudian dikemas.
Kuliner Bebek Ada Sejak Republik Indonesia Diproklamirkan
Apabila diperhatikan, hingga saat ini jumlah depot bebek goreng di Surabaya semakin masif. Hampir di setiap sudut Kota Surabaya dapat dijumpai penjual bebek goreng dengan jam operasional yang berbeda-beda.
Kuliner bebek di Surabaya ternyata tidak jarang memunculkan pertanyaan bagaimana makanan ini bisa menjadi salah satu makanan yang paling diincar di Surabaya. Ternyata kemunculannya sudah ada sejak zaman sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dosen Vokasi Program Studi D4 Seni Kuliner, Universitas Negeri Surabaya, Ita Fatkhur Romadhoni mengungkapkan, bahwa awal mulanya bebek itu bukan untuk konsumsi, tapi istilah jawa mereka itu angon bebek yang diambil telurnya, digiring ke sawah, dan ke sungai. Seiring dengan berkembangnya zaman, posisi bebek itu menyediakan alternatif hidangan di luar hidangan yang umum mayoritas masyarakat pada waktu itu.
"Pada saat itu kan ada kaum pribumi, ada juga kaum kolonial yang menginginkan hidangan yang tidak monoton. Akhirnya variasi hidangannya tidak monoton lagi, awalnya bukan bebek tetapi ayam, kambing, dan seterusnya,” ujar Ita kepada IDN Times, Kamis (13/3/2025).
Perbedaan Kuliner Bebek di Surabaya dengan Daerah Lain
Ita Fatkhur Romadhoni, S. Pd., M.Pd. mengatakan bahwa bebek di Surabaya dan sekitarnya itu lebih juicy dan tidak beraroma menyengat khas bebek. Jika menilik dari segi teknik memasak, secara umum bebek melewati proses dari direbus dengan beberapa bumbu jangkep atau bumbu lengkap untuk meningkatkan cita rasa itu. Di surabaya sendiri, kuliner bebeknya memiliki banyak varian sambal di masing-masing tempat makan.
“Meskipun sama-sama menggoreng, di tempat lain cenderung menggunakan api yang sedang. Tapi kalau Surabaya dan sekitarnya memakai api besar dan hanya butuh waktu untuk menggoreng sebentar. Jadi teksturnya dia itu renyah di luar dan juicy di dalam. Tapi kalau dari daerah lain itu kering di luar sampai ke dalamnya,” pungkasnya.
Dengan panjangnya perjalanan dan segala cerita di balik seporsi nasi bebek goreng Surabaya, meninggalkan jejak lebih dari sekadar makanan. Setiap upaya para penjual kuliner bebek Surabaya untuk mempertahankan eksistensi sampai memberi hidangan di hadapan kepada pelanggan adalah perpaduan elemen dalam harmoni yang patut diapresiasi.
Senyum yang tersimpul di wajah para pelanggan adalah momen kecil yang bisa saja meninggalkan kesan mendalam bagi para penjual kuliner. Begitu pula dengan hidangan yang memuaskan hati, bisa menciptakan memori yang akan dibawa dan dikenang sampai menarik diri pelanggan untuk kembali lagi.