Gresik, IDN Times – Sabtu pekan keempat September 2022. Siang itu, terik matahari sedang panas-panasnya. Seolah ada di atas ubun-ubun kepala. Membuat ruas Jalan Pantura menampakkan air fatamorgana. Tapi, tak menyurutkan antusias para pelancong untuk tetap menghabiskan akhir pekannya. Menikmati wahana wisata Selo Tirto Giri (Setigi) di Desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Barisan tebing kapur yang telah ditumbuhi berbagai jenis tanaman menyambut wisatawan yang singgah. Semua mata terpana mengamati lamat-lamat tebing bekas tambang batu kapur puluhan tahun lamanya. Menawarkan sensasi berbeda dengan berbagai akrobat wahana di dalamnya. Ada goa kapur, danau, balon udara, kolam renang, bermacam-macam spot foto, permainan ATV, rumah kucing hingga taman desa. Perpaduan alam dan buatan di lahan seluas 5 hektare nan indah.
Tapi siapa sangka, di balik keindahan Setigi, tanah ini dulunya hanya dimanfaatkan untuk kegiatan tambang batu kapur. Jika kapur di salah satu titik tebing dianggap sudah tidak bisa diambil, maka ditinggalkan begitu saja oleh para penambang. Bekas-bekas tambang itu pun terbengkalai, yang kemudian hanya dipakai tempat pembuangan sampah warga desa. Alhasil, sampah yang dibuang terus menumpuk hingga menggunung.
Melihat kondisi itu, Kepala Desa Sekapuk, Abdul Halim, memutar otaknya. Lahan tak bertuah itu mulai diolah. Menggerakkan warganya untuk gotong-royong membersihkan sampah. Kegiatan dilakukan secara rutin, bergilir dan bersama-sama antarwarga. "Gerakan kerja bakti dilakukan pada 2018, digilir tiap RW untuk tiap minggunya," ujar Manajer Wisata Setigi, Umar Efendi kepada IDN Times, Sabtu (24/9/2022).
Saat itu, Halim paham betul, untuk menyulap lahan seluas 5 hektare menjadi destinasi wisata tak semudah membalikkan telapak tangan. Di benaknya, terpenting lahan bekas tambang ini bersih dulu. Nah, di tengah proses pembersihan tercetuslah pembentukkan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Sekapuk. Antusias warga dan pemuda desa pun kian bertambah untuk segera mewujudkan destinasi wisata.
"Ketika Pokdarwis terbentuk, kerja bakti tetap berjalan. Semuanya bersemangat membersihkan lahan yang kondisinya tak sedap dipandang mata. Waktu itu semua berpikir, kalau tidak bisa jadi wisata, minimal jadi taman desa, minimal jadi tempat main anak-anak dan warga sekitar," kata Efen—sapaan karib Umar Efendi—. Nah, ketika telah bersih, Bukit Kapur Sekapuk—dulu sebelum jadi Setigi—sudah mulai dieksplore para wisatawan pada tahun 2018.
Seiring berjalannya waktu, ada ide dari Kades. Yakni, mengajak warganya untuk menabung. Rencana awal, dalam tabungannya nanti, tiap keluarga diharapkan bisa mengumpulkan uang sebanyak Rp2,4 juta setiap tahunnya. Sebab, tabungan inilah yang akan dipakai oleh pemerintah desa untuk membangun wahana wisata di lahan bekas tambang batu kapur di Desa Sekapuk. Namun, rencana yang disusun tak selalu mulus.
"Ada yang keberatan, ada juga yang tidak mau. Akhirnya dibebaskan sama pemerintah desa, siapa saja boleh menabung asalkan ber-KTP Desa Sekapuk. Alhamdulillah, ada yang punya Rp5 juta, ada juga yang punya Rp4 juta," ungkap Efen yang juga pengurus Badan Permusyawatan Desa (BPD) Sekapuk ini.
Perlahan tapi pasti, tabungan yang disetor warga kepada masing-masing Ketua RT-nya pun terkumpul. Pada tahap awal, tabungan langsung digunakan untuk membangun danau. Kini danau itu dinamai Danau Zamrud dilengkapi dengan Jembatan Peradaban yang bisa mengantarkan pengunjung ke deretan rumah adat Papua, Hanoi. "Pembangunan pertama dilakukan untuk danau, yang menelan biaya Rp1 miliar lebih pada saat itu," Efen mengungkapkan.
Setelah danau dengan air berwarna hijau itu terealisasi, pembangunan-pembangunan lainnya segera menyusul. Pemerintah desa pun pengin agar destinasi wisata yang berjarak 27 kilometer dari Pintu Tol Manyar Gresik itu segera dikelola secara profesional saja. Ide ini rupanya diamini oleh para warga. Berhubung dikelola profesional, maka akan dikomersilkan.
"Sebelum (wahana di Setigi) dilaunching pada 2020, ditawarkan kepada penabung, ini (tabungannya) dikembalikan atau diganti selembar surat saham yang seharga Rp2,4 juta pada waktu itu," kata Efen. Ternyata, masyarakat setempat memilih agar diganti surat saham saja. "Kemudian yang pengelolaanya semula hanya Pemdes, diserahkan ke BUMDes untuk dibentuk manajemen secara profesional," imbuh dia. Saat itu pula, warga sebagai penanam saham di wisata ini.
Secara bersamaan, seluruh elemen yang ada di Desa Sekapuk menyepakati sebutan Bukit Kapur Sekapuk dikenal dengan Setigi hingga kini. Nama ini terdiri dari Selo, Tirto dan Giri. Yang berarti, batu, air dan bukit. Nah, wisata ini tak lagi hanya menyuguhkan bukit kapur saja, melainkan keindahan alam berupa bukit berisi batu-batu, air dan rimbunan pepohonan. Serta wahana permainan untuk anak-anak hingga orang dewasa.