Fahri menceritakan bahwa mereka berdua sempat mendapatkan kekerasan verbal dan fisik. Fahri mendapatkan sikutan di bagian perutnya. Sementara Arifin, ditampar hingga kacamatanya terjatuh dan rusak.
"Waktu di mobil perut saya sempat disikut sama yang mengamankan saya, terus teman saya yang Arifin itu ditampar sampai kacamatanya rusak. Tapi di kantor sudah gak ada kekerasan lagi, kok," lanjut Fahri.
Selain itu, ia sempat mendapatkan kekerasan verbal berupa teriakan-teriakan yang dilontarkan di hadapan wajahnya.
"Ada kekerasan verbal, Apakah saya pro dengan separatisme? Apakah saya tidak pro NKRI?" ujar Fahri menirukan.
Meski sudah sehari dipulangkan dari Mapolrestabes Surabaya, namun Fahri mengaku masih trauma. Ia mengaku sering takut sendiri saat melihat aparat kepolisian.
Padahal, Fahri mengatakan ia hanya mahasiswa biasa dengan rasa keingintahuannya tentang apa yang terjadi di tanah Papua. Ia pun mengikuti aksi Peringatan Hari Papua Barat atas nama pribadi, tanpa membawa nama organisasi tertentu.
"Saya penasaran, banyak sekali dengar kabar-kabar tidak baik di Papua. Banyak pelanggaran HAM dan ini itu. Akhirnya saya penasaran dan saya ingin ikut sendiri. Saya kepingin tahu ada apa saja sih yang dialami teman-teman Papua," tutup Fahri.