8 Kejanggalan Sidang Tragedi Kanjuruhan versi Koalisi Masyarakat Sipil

Banyak kejanggalan dalam persidangan

Malang, IDN Times - Tuntutan 3 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada 3 terdakwa anggota Polri dalam Sidang Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil.

Ketiga terdakwa tersebut adalah mantan Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Ketiganya dituntut 3 tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP terkait kesalahan atau kealpaan yang menyebabkan kematian orang lain dalam kasus Tragedi Kanjuruhan.

Berbeda dari ketiganya, Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno mendapatkan tuntutan yang lebih tinggi. Ketiganya mendapatkan tuntutan 6 tahun 8 bulan.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Daniel Siagian mengatakan ada banyak kejanggalan selama proses persidangan. Ia menemukan setidaknya ada 8 kejanggalan yang membuatnya geleng-geleng kepala.

1. Delapan kejanggalan Sidang Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya

8 Kejanggalan Sidang Tragedi Kanjuruhan versi Koalisi Masyarakat SipilPernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Sidang Tragedi Kanjuruhan. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Daniel Siagian menyebut setidaknya ada 8 kejanggalan dalam proses persidangan Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya. Kejanggalan pertama adalah dibatasinya media pers dalam melakukan siaran langsung, dialihkannya proses peradilan ke Pengadilan Negeri Surabaya, diterimanya Perwira Aktif anggota kepolisian (Bidkum Polda Jawa Timur) sebagai Penasihat Hukum 3 terdakwa dari Polri, puluhan saksi-saksi yang dihadirkan JPU dan Penasihat Hukum Terdakwa banyak berasal dari Institusi Kepolisian.

Kemudian, sangat minimnya keterlibatan keluarga korban, korban, dan saksi mata sebagai saksi dalam persidangan, sikap/perilaku hakim cenderung pasif dalam menggali kebenaran materiil dari pernyataan saksi dalam pembuktian.

Sikap perilaku JPU yang cenderung pasif dalam menggali dan menguji kebenaran materiil dalam pemeriksaan saksi di persidangan, dan JPU yang tidak mendalami untuk menanyakan dan menggali secara detail mengenai kausalitas matinya salah satu keluarga korban (DA) yang pada faktanya pemeriksaan tersebut tidak lebih dari 30 menit dan pertanyaan JPU hanya mengkonfirmasi soal hasil otopsi salah satu korban.

"Yang aneh contohnya mengalihkan proses peradilan ke Surabaya, padahal locus peristiwanya terjadi di Malang. Kemudian penasihat hukum terdakwa adalah Perwira aktif Polri, padahal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam sidang Kanjuruhan," terang Daniel Siagian saat konferensi pers di Kantor Nahdlatul Ulama (NU) Kota Malang pada Senin (27/02/2023).

Baca Juga: Hilangkan 135 Nyawa, 3 Polisi Terdakwa Kanjuruhan Dituntut 3 Tahun

2. Lebih banyak polisi di PN Surabaya daripada keluarga korban

8 Kejanggalan Sidang Tragedi Kanjuruhan versi Koalisi Masyarakat SipilPengamanan ketat sidang Laporan Model A Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasanah)

Daniel juga secara terang-terangan menyindir jika sidang di PN Surabaya lebih banyak dihadiri Polisi daripada masyarakat, keluarga korban ataupun Aremania. Bahkan beberapa keluarga korban ada yang dipersulit untuk hadir dal persidangan.

"LBH Pos Malang mencatat ada upaya intimidasi terhadap keluarga korban yang mengajukan autopsi," bebernya.

Belum lagi kejadian viral anggota Brimob Polda Jawa Timur yang berteriak-teriak saat persidangan. Menurutnya kejadian tersebut telah mencoreng sistem peradilan di Indonesia.

3. Hakim dan jaksa pasif

8 Kejanggalan Sidang Tragedi Kanjuruhan versi Koalisi Masyarakat SipilDaniel Siagian saat pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Sidang Tragedi Kanjuruhan. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Menurutnya yang tak kalah fatal adalah sikap hakim yang cenderung pasif dalam menggali keterangan kebenaran materil dari pernyataan saksi selama persidangan. Begitupun jaksa yang kurang menggali kebenaran materil.

Ia mencontohkan saat saksi Devi Athok mempertanyakan hasil otopsi kedua anaknya. Jaksa justru tidak menggali penyebab kematian kedua korban meninggal tersebut. Jaksa disebut kurang detai menggali kausalitas kematian kedua putri Devi Athok, justru berikut untuk mengkonfirmasi soal otopsi selama 30 menit.

"Saat menghadirkan saksi keluarga korban, jaksa hanya menanyakan hasil autopsi kedua anaknya. Sayangnya tidak berusaha menggali penyebab dari kematian korban," pungkasnya.

Baca Juga: PN Surabaya Akui Sorakan Brimob Ganggu Sidang Kanjuruhan

Rizal Adhi Pratama Photo Community Writer Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan untuk merajut keabadian. Dengan menulis kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu adalah 2 unsur yang saling tarik menarik membentuk sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya