Mahasiswa Kuliah Daring Sambil Jadi Relawan SAR Erupsi Gunung Semeru 

Mereka mendapat banyak pelajaran dari pengungsian

Jember, IDN Times - Belajar sekaligus menjadi relawan bukanlah pekerjaan mudah. Hal itu pula yang dirasakan oleh beberapa relawan yang berada di beberapa tempat pengungsian korban erupsi Gunung Semeru, Lumajang.

Salah satunya dikisahkan oleh Ketua Korps Sukarelawan Kampus Universitas Jember, Daniel Abdillah. Ia mengaku harus membagi waktu untuk menjalani aktivitas kuliah daring, sambil menjadi relawan SAR di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro.

1. Banyak dapat pengalaman dan akhirnya belajar bagaimana menghadapi korban bencana

Mahasiswa Kuliah Daring Sambil Jadi Relawan SAR Erupsi Gunung Semeru Tim relawan Unej. IDN Times/Istimewa

Daniel mengaku berangkat bersama 30 relawan lain dari kampus. Di sana mereka berbagi tugas, ada yang menjadi petugas medis, logistik, trauma healing dan membantu tim SAR untuk mencari korban. Sebagai warga lokal, Daniel dipercaya untuk turut menjadi tim evakuasi, karena paham dengan peta wilayah.

"Saya jadi relawan sejak hari kedua pasca erupsi 4 Desember. Di lokasi Desa Sumber Mujur ini ada 25 hingga 30 orang relawan Universitas Jember yang berjaga setiap harinya," kata Daniel, Rabu (15/12/2021).

Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik ini sesekali, kembali ke rumahnya untuk ikut kuliah daring. Di luar jadwal kuliah, ia kembali ke posko dan turut mencari korban.

"Yang tidak terlupakan, di lokasi Kampung Renteng, kami dan tim SAR SRU 3 menemukan jenazah balita yang kondisinya sudah tidak utuh. Juga menemukan bagian tubuh tertentu," katanya.

Sebagai ketua tim, Daniel terus berkoordinasi dengan relawan yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan tenaga kesehatan. Menurutnya, setiap tim memiliki tantangan sendiri. Dari tim logistik yang membantu di dapur umum misalnya, harus sabar agar tidak terjadi kecemburuan di antara pengungsi.

"Makanan bagi petugas serta relawan juga harus diperhatikan, jangan sampai mereka yang lelah gak dapat asupan makanan. Memang perlu manajemen bencana agar tanggap bencana berjalan dengan baik,” katanya.

2. Tim trauma healing hadapai berbagai keluhan pengungsi, bahkan ada yang melahirkan di sana

Mahasiswa Kuliah Daring Sambil Jadi Relawan SAR Erupsi Gunung Semeru Kondisi tenda pengungsian korban erupsi Semeru di Sumberwuluh, Lumajang. IDN Times/Ulil Albab

Kisah lain diceritakan oleh tim trauma healing yang dijalankan dua dosen dan empat mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Tim ini menyediakan layanan trauma healing di tempat pengungsian SMPN 2 Pasirian dan kantor Kecamatan Pasirian.

Tidak hanya bagi Anak-anak, layanan ini juga diperuntukkan bagi kaum dewasa dan orang tua. "Setiap harinya ada sesi trauma healing bagi anak-anak dan kalangan dewasa, terutama dosen yang memiliki spesialisasi keperawatan jiwa,” kata koordinator Universitas Jember kampus Lumajang, Nurul Hayati.

Nurul juga mengaku mendapat berbagai pengalaman. Terlebih mereka ia dan tim menghadapi berbagai macam jenis keluhan pengungsi. Para pengungsi mayoritas berasal dari Desa Curah Koboan, Kamar Kajang dan Sumber Wuluh kecamatan Candipuro. Di antara pengungsi, terdapat 5 bayi dan 30 balita, bahkan satu bayi lahir di masa pengungsian ini. 

“Kami juga merawat satu pengungsi yang mengalami luka bakar ringan di kakinya,” ujar dosen Program Studi Diploma Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember kampus Lumajang, Arista Maysaroh.

3. Banyak pengungsi mengaku bosan dengan makanan yang dihidangkan

Mahasiswa Kuliah Daring Sambil Jadi Relawan SAR Erupsi Gunung Semeru Pelayanan kesehatan yang diberikan relawan untuk warga terdampak erupsi Gunung Semeru. IDN Times/Ulil Albab

Selama di pengungsian, kata Arista, warga mulai bosan dengan menu makanan yang disajikan. Sebab masakan yang disajikan cenderung tanpa sayur berkuah agar tidak cepat basi.

"Lama kelamaan pengungsi bosan, apalagi mereka terbiasa menyantap sayuran seperti lalapan karena bahannya mudah didapatkan di lingkungan mereka dulu," katanya.

Mereka rindu makan dengan sambal seperti menu penyet tempe atau sayur bening. Akhirnya kami usahakan ada kompor dan peralatan masak, sementara pasokan makanan siap santap diganti dengan bahan mentah saja. Jadi pengungsi memiliki kegiatan memasak agar tidak bosan, namun bantuan makanan siap saji tetap ada,” jelasnya.

Sementara itu, dari tim kesehatan, para relawan bergabung untuk memeriksa kesehatan pengungsi secara bergantian. Layanan kesehatan dilakukan dengan cara mendatangi tiap kelas.

“Setiap hari rata-rata ada 60 hingga 70 pasien yang memeriksakan diri, keluhan terbanyak adalah ISPA, migrain, penyakit kulit serta penyakit mata akibat terkena debu kala erupsi. Ada juga yang tekanan darahnya naik alias hipertensi, maklum hidup di pengungsian tentu bukan pilihan yang nyaman. Apalagi banyak yang memikirkan nasib lahan dan ternaknya,” kata Arista.

Baca Juga: Cerita Relawan Erupsi Gunung Semeru, Sehari Angkat 7 Jenazah

4. Bantuan logistik cukup

Mahasiswa Kuliah Daring Sambil Jadi Relawan SAR Erupsi Gunung Semeru Banyak Anak-anak alami gatal-gatal. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Sementara itu, Wakil Bupati Lumajang, Indah Amperawati mengatakan, saat ini jenis bantuan seperti makanan, obat, pakaian layak pakai, selimut, kasur serta bantuan lainnya sudah cukup. Pihaknya mengimbau agar sumbangan diwujudkan dalam bentuk uang yang kemudian disalurkan kepada Baznas Lumajang.

“Penanganan pengungsi akan berjalan lama, sebab mereka juga akan kami relokasi ke daerah yang lebih aman. Untuk relokasi harus dilakukan penyiapan lahan serta land clearing, pembangunan hunian sementara dan bahkan masa depan mereka juga harus dipikirkan. Oleh karena itu sebaiknya sumbangan disalurkan ke Baznas Lumajang sehingga dana yang ada nantinya bisa kita gunakan untuk membangun hunian sementara, beasiswa bagi yatim piatu dan modal untuk membuka usaha,” kata Indah.

Baca Juga: Hari ke-11 Erupsi Semeru, Relawan Fokus Trauma Healing

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya