Surabaya Belum Merdeka dari Udara Tecemar dan Mikro Plastik

Mengandung 13.86 partikel mikro plastik per 2 jam

Surabaya, IDN Times - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro beberapa waktu lalu mengatakan kualitas udara di Surabaya mulai Januari sampai Juli 2023 adalah 26,48 persen berkualitas baik. Sedangkan 73,52 persen berkualitas sedang. Namun, rupanya Surabaya belum sepenuhnya merdeka dari udara tercemar. 

Hasil penelitian yang dilakukan oleh aktivis lingkungan Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) menyebut udara di Surabaya mengandung partikel mikro plastik. Dari lima wilayah di Jawa Timur yang diteliti oleh Ecoton, kandungan partikel mikro plastik di Surabaya menempati urutan tertinggi ketiga. 

"Rata-rata kandungan mikro plastik di Surabaya sebanyak 13.86 partikel per 2 jam, Gresik 26.21 partikel per 2 jam, Mojokerto 11.45 partikel per 2 jam, Sidoarjo 218 partikel per 2 jam dan Jombang 16 partikel per 2 jam," ujar Deputi Eksternal dan Kemitraan Ecoton, Aziz kepada IDN Times, Kamis (17/8/2023). 

Azis menyebut, penelitian yang dilakukan Ecoton itu berfokus pada kandungan mikroplastik yang ada di udara. Sebab, mikroplastik bukan hanya mencemari air, namun juga mencemari udara. 

"Itu yang kemudian kita lihat. bagaimana pencemaran mikroplastik saat ini sudah masuk di udara," jelas dia. 

Aziz menyebut, sumber pencemaran mikroplastik yang diidentifikasi berasal dari pengolahan sampah plastik. Seperti dibakar atau incenerator, tungku terbuka hingga di lahan terbuka.

"Selain itu, asap dari industri, terutama industri daur ulang plastik turut andil memperparah banyaknya mikroplastik di udara. Tidak hanya itu saja, baju yang berbahan serat sintetis juga menjadi penyumbang mikroplastik bahkan di tempat umum sekalipun," terang Aziz. 

Mikroplastik yang tersebar di udara dapat terhirup dan masuk ke sistem pernafasan. Zat-zat yang terkandung di dalam mikroplastik dapat memicu sejumlah penyakit. 

Sejumlah penyakit yang dapat timbul seperti kandungan BPA dan Phthalate berpotensi memicu kanker payudara, pubertas dini, diabetes, obesitas dan gangguan autisme. Lalu, Senyawa Pengganggu Hormon memicu gangguan kehamilan, gangguan tiroid, berat lahir kurang, asma dan kanker prostat

"Ada Senyawa Penghambat Nyala memicu penurunan IQ, gangguan hormon dan penurunan kesuburan. Ada juga senyawa Perflourinasi memicu kanker ginjal dan testis, menaikkan kolesterol, penurunan respon imun pada anak," tuturnya. 

Ecoton pun merekomendasikan kepada pemerintah agar tidak menyediakan TPS dengan tungku pembakaran atau false solution. Yang mana itu berpotensi untuk menambah beban pencemaran udara. 

"Karena sampah yang kita hasilkan mayoritas 60-70 persen adalah sampah organik. Jadi tidak tepat kalau penganangannya harus dibakar," pungkas dia. 

Baca Juga: Rumah Pompa Kalidami Berbusa, Ecoton: Waktunya Kurangi Surfactant

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya