Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid Kongenital

Stunting juga bisa karena penyakit kongenital

Surabaya, IDN Times - Stunting terjadi tidak melulu karena kurangnya perhatian orang tua terhadap pemenuhan gizi pada anak. Bisa juga karena anak menderita penyakit bawaan, sehingga sulit kemasukan nutrisi. Itu lah yang dialami oleh Ahmad Fayyadh anak kedua dari pasangan muda yang tinggal di Surabaya, Ervina Ni'mal Ihyani dan MZ Abidin. 

Ahmad Fayyadh kini berusia 6 tahun. Ia telah berjuang membebaskan dirinya dari penyakit bawaan, Hipotiroid Kongenital yang sempat membuatnya berada di garis merah buku catatan pertumbuhan dan perkembangan sejak berusia 1,5 tahun. Dari lahir hingga usia 2,5 tahun Afa—biasa disapa—tak pernah berhasil mengasup makanan pendamping asi (Mpasi) karena penyakit yang ia derita itu. 

Perlu diketahui, Hipotiroid Kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. Hipotiroid Kongenital dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

Gejala awal berat badan sulit naik hingga keluar masuk RS

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid Kongenitalilustrasi menimbang berat badan (freepik.com/rawpixel.com)

Ervina bercerita, penyakit yang diderita Afa baru diketahui saat ia berusia 1,5 tahun. Namun, Ervina sudah curiga sebelumnya pada berat badan Afa yang sulit naik ketika usianya menginjak 3 bulan. 

"Mulai usia 3 bulan itu beratnya kok naiknya sedikit, cuma 3 ons, harusnya kan naik 5 ons minimal," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (20/6/2023).  

Saat itu, Afa terindikasi sudah sulit mencerna nutrisi. Setiap kali makan, ia muntah. Bahkan Air Susu Ibu (ASI) yang masuk ke mulutnya pun tak terlalu banyak. "Gak mau makan. Makanan gak bisa masuk, setiap masuk muntah," tutur Ervina. 

Menginjak usia 6 bulan, Afa kemudian keluar masuk rumah sakit karena sering demam tinggi. Selama kurang lebih 6 bulan, beberapa rumah sakit telah dijajal oleh Ervina. Namun, belum juga diketahui apa penyakit yang diderita Afa. Sejumlah dokter bahkan menyalahkan pasangan muda ini yang dikira tidak telaten memberi gizi pada Afa. 

"Setiap bulan opname dua kali, demam tinggi, dites apapun normal semua tapi demam tinggi," kata Ervina. 

Saat pemeriksaan di Posyandu Jambangan Surabaya juga demikian, mereka menyebut pasangan muda ini dinilai tidak memberi gizi baik pada Afa sehingga menyebabkan Afa nyaris stunting. Bahkan, beberapa kali Ervina mendapat surat dan nutrisi pendamping dari Psyandu untuk lebih perhatian pada gizi anak.

Karena merasa semua kebutuhan gizi anak telah dipenuhi, tapi kondisi Afa tidak kunjung membaik, akhirnya Ervina enggan datang lagi ke Posyandu, karena menurutnya, mereka tak memahami kondisi Afa. 

"Bobotnya mulai umur 6 bulan sampai 1,5 tahun, cuma 6,5 kilogram, harusnya minimal 8 atau 9 kilogram. Di Posyandu itu ya dikasih susu, tapi gak mau anaknya," terang dia. 

Baca Juga: Kisah Sudut Kota: Melawan Stunting dari Pinggiran Rel Kereta

Afa didiagnosa Hipotiroid Kongenital dan alami stunting di usia 1,5 tahun

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid KongenitalAhmad Fayyad saat berjuang melawan hipotiroid dan stunting. (Dok. Pribadi Ervina).

Sampai kemudian, Ervina membawa Afa ke RSUD dr Soetomo, mereka bertemu dengan dokter spesialis anak, dr Nur Aisyah Wijaya. Di sini kemudian dilakukan tes hormon tiroid dan Afa ternyata menderita Hipotiroid Kongenital.

Saat itu, dokter menangani dengan strategi pararel. Di satu sisi, Afa harus mengejar garis merah stunting dengan asupan nutrisi. Di lain sisi, Afa juga harus mendapatkan pengobatan Hipotiroid Kongenitalnya. Maka diputuskan, Afa harus disonde atau memasukkan susu formula khusus melalui alat bernama NGT (Nasogastric tube). Selama 16 hari, Afa dirawat di RS Husada Utama Surabaya. Dalam perawatan itu, ternyata Afa juga didiagnosa Tuberkulosis (TB) anak. 

"Afa disonde, itu untuk memasukkan susu formula tinggi protein," katanya. 

Selama kurang lebih 8 bulan, sejak didiagnosa hipotiroid kongenital, sepanjang waktu Afa harus menggunakan NGT. Bahkan, saat di rumah sekali pun, NGT tak lepas dari hidungnya. Sembari nutrisi masuk, obat untuk hipotiroid juga rutin masuk. 

"Meskipun sudah disonde, metabolisme Afa belum bisa menerima susu secara maskimal, semua bertahap," jelas Ervina. 

Meski nutrisi berhasil masuk ke tubuh Afa, kenaikan berat badannya masih melambat. Namun demikian, Ervina tak patah semangat. Ia terus berjuang agar Afa bebas dari Hipotiroid dan Stunting. 

Berjalan delapan bulan, NGT tersebut kemudian dilepas, pelepasan NGT itu karena Ervina dan suami terkendala biaya. "NGT itu satu minggu sekali harus ganti. Saat itu saya dan suami sudah kehabisan biaya," kata dia. 

Ervina akhirnya berdiskusi dengan dokter, agar Afa tidak lagi ketergantungan dengan NGT kalau mau minum susu. Sesuai saran dokter, ia kemudian membawa Afa untuk terapi mulut agar bisa mengunyah makanan seperti anak pada umumnya. Karena sudah hampir setahun, Afa menggunakan sonde.  

Seiring berjalannya waktu, saat usia Afa 2,5 tahun, Afa mulai bisa makan. Makanan pertama yang ia makan adalah nasi tim. Afa juga masih rutin mengkonsumsi obat tiroid, karena kalau terjeda bisa fatal.

Baca Juga: Balita yang Orang Tuanya Merokok Lebih Berisiko Mengalami Stunting

Afa anak yang aktif, berjuang bebas dari stunting dan hipotiroid

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid KongenitalAfa (kiri) saat sekarang usia 6 tahun. (Dok. Pribadi Ervina)

Meski Afa mengalami hipotiroid kongenital dan stunting, ia merupakan anak yang aktif. Sejak usia satu tahun, ia mulai lancar berbicara. Afa cukup beruntung, karena penyakit yang ia derita tak menyerang sampai ke otak. 

"Ada (penderita hipotiroid) yang sampai kena ke otak, ya karena kurang nutrisi, Alhamdulillah Afa enggak sampai kena otak. Motoriknya baik," kata dia. 

Saat usia Afa 4 tahun, dokter menyarankan Ervina untuk mencoba melepas rutinitas obat pada Afa, sayangnya tak berapa lama setelah obat tersebut dilepas, Afa mengalami demam tinggi dan muntah-muntah. Gejala ini sama seperti saat awal Afa bergejala hipotiroid. 

"Akhirnya rawat inap di rumah sakit, pulang dari rumah sakit, baru jalan dua langkah jatuh, sama dokternya dicek, difoto tiroidnya, hasilnya kelenjar tiroidnya kecil, tidak seperti orang pada umumnya," jelas dia. Afa kemudian tetap minum obat seperti biasa. 

Saat ini, usia Afa yang sudah menginjak 6 tahun itu telah bebas dari stunting. Meski begitu, Afa masih harus berjuang melawan hipotiroid. Obat yang ia konsumsi pun sudah mulai dikurangi.

"Sehari 50 mg, dikurangi 25 mg, sekarang 25 mg tapi diseling-seling. Sekarang seminggu cuma dua kali minum obat, lepas (obat) pelan-pelan, sekarang masih kontrol 3 bulan sekali," pungkas dia. 

Kasus stunting di Surabaya didominasi penyakit konginetal

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid KongenitalGemerlap Kota Surabaya tampak dari udara. (Dok. Diskominfo Surabaya)

Apa yang dialami Afa tersebut diamini oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, ia menyebut jumlah balita stunting di Surabaya saat ini ada 712. Dari jumlah tersebut ada 82 di antaranya mengalami penyakit kongenital atau penyakit bawaan, kemudian 96 balita di antaranya mengalami penyakit kronis, dan 494 balita lainnya mengalami penyakit berulang seperti batuk, pilek, dan sebagainya. Sedangkan yang 38 balita lainnya tanpa penyakit. 

"Nah, apabila kita mau zero stunting, maka yang harus cepat ditangani adalah yang mengalami penyakit berulang, kronis tapi yang TBC itu bisa disembuhkan. Namun untuk yang hidrosefalus sudah tidak mungkin untuk disembuhkan," sebutnya.

Selama tiga tahun terakhir, prevalensi stunting di Kota Surabaya terus mengalami penurunan signifikan. Yakni, dari tahun 2020 terdapat 12.788 kasus stunting, turun menjadi 6.722 di tahun 2021. Selanjutnya hingga akhir Desember 2022, kembali turun menjadi 923 kasus. Kemudian pada pertengahan Juni 2023, jumlah kasus stunting di Surabaya turun menjadi 712 kasus.

Penyebab dan gejala hipotiroid kongenital

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid Kongenitalilustrasi kenaikan berat badan (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Sementara itu Kepala Divisi Nutrisi Anak Penyakit Metabolik, KSM ILMU KES ANAK RSUD Dr Soetomo Surabaya, Dr. Nur Aisiyah Widjaja, dr, SpA(K) menjelaskan, hipotiroid kongenital yakni tidak berkembangnya kelenjar tiroid sehingga tubuh tidak dapat memproduksi hormon tiroid. Hormon tiroid dibutuhkan tubuh utuk proses pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak pada anak. 

"Jadi ada kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid. Nah itu bisa tidak terbentuk atau terbentuk tapi tidak bisa menghasilkan jumlah yang cukup jadi biasanya terbentuk tapi hipoplasia," ujar dia.

Hipotiroid kongenital merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Hingga kini belum diketahui apa faktor yang mempengaruhi. Hipotiroid kongenital bahkan tidak dapat diketahui saat bayi masih dalam kandungan.  

"Karena tidak diketahui tadi jadi tidak dapat dicegah sejak dalam kandungan," jelasnya. 

Gejala yang dialami pada bayi penderita Hipotiroid yakni, tubuhnya tampak lemas, sulit minum ASI karena lemahnya otot pada rongga mulut, kemudian badan bayi menguning hingga jangka waktu tertentu. 

"Kan usia 3 atau 4 hari itu kan normal nah tapi biasanya kuning tersebut hanya berlangsung selama 14 hari,” tutur dia.  

Selain itu, anak mengalami susah buang air besar (BAB), ini karena lemahnya otot untuk mendotong fases keluar. lalu, saat usia anak sudah menginjak 6 bulan, anak tersebut sulit mengangkat kepala karena kepalanya yang lemas. 

"Kemudian, di usia 9 bulan harusnya sudah bisa berdiri nah tapi usia 1 tahun berdiri saja tidak bisa," terangnya.  

Dalam perkembangannya, anak akan tampak seperti gizi buruk, berat badannya di bawah rata-rata. Anak pun mengalami stunting. 

"Hiportiroid ini juga salah satu penyebab stunting apalagi bila gangguan pertumbuhan diikuti dengan gangguan perkembangan. Kalau pertumbuhan saja misalnya stunting belum tentu dia hipertiroid tapi kalau sudah ada gangguan pertumbuhan lalu perkembangan terganggu itu bisa dicurigai resiko besar terjadinya kemungkinan hipotiroid," jelas dia. 

Karena anak kesulitan mencerna makanan, jalan satu-satunya memasukkan nutrisi melalui NGT. Hanya melalui NGT nutrisi dan obat hipotiroid dapat dimasukkan ke dalam tubuh. Masa pengobatan hingga anak tersebut bisa mencerna makanan dengan normal adalah 6 samapi 8 bulan.

"Tapi itu bertahap ya, tidak langsung (bisa makan normal) tapi sesuai usianya kemudian nanti kepalanya bisa tegak tapi itu juga bertahap," kata dia. 

Selain diberi obat, anak juga harus dilakukan fisioterapi. Fisioterapi dilakukan untuk melatih otot pada rongga mulut yang lemas. 

Ada 1 banding 2.613 anak di Indonesia alami hipotiroid kongenital

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid Kongenitalilustrasi pengobatan hipotiroid (pexels.com/ Anna Shvets)

Nuril—sapaan akrab Dr. Nur Aisiyah Widjaja, dr, SpA(K)—menyebut, saat ini memang belum diketahui berapa jumlah pasti kasus hipotiroid konginetal di Indonesia, karena tidak dilakukan skrining secara masif.

Namun dari beberapa penelitan yang pernah dilakukan di 4 provinsi di Indonesia, kasus hipotiroid terjadi pada 1:2.613 atau setiap kelahiran 2.613 kelahiran di ada satu anak menderita hiportiroid.

"Kalau di negara Eropa, di New Zealand itu 1 banding 960, Cina 1 banding 2668, Thailand itu 1 banding 1809, Malaysia itu 1 banding 3.029. cuma di Indonesia belum ada skrining tapi pernah waktu itu dilakukan skrining di 4 provinsi di Indonesia itu ketemu satu banding 2.613," ungkapnya. 

Sementara di RSUD dr Soetomo, selalu ada 6 sampai 10 pasien baru setiap bulannya. Artinya, jumlah pasien hipotiroid konginital pada anak cukup banyak. 

Pencegahan dengan mewajibkan skrining bayi baru lahir

Menaklukkan Stunting karena Hipotiroid Kongenitalilustrasi bayi (pexels.com/Ryutaro Tsukata)

Untuk itu, penanganan hipotiroid konginetal perlu dilakukan sejak dini. Salah satunya adalah, mewajibkan skrining hipotiroid konginetal pada bayi baru lahir. Pemerintah perlu memasifkan skrining tersebut. 

"Skrining itu yang harus didesak, new born skrining atau skring pada bayi baru lahir," katanya. 

Skrining dilakukan agar dapat diketahui apakah bayi tersebut menderita hipotiroid atau tidak, bila ternyata hasilnya positif hipotiroid, maka bayi tersebut bisa langsung ditangani. Ini agar pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terhambat.  

"Karena apa kalau ketemu (hipotiroid) kan bisa diobati awal dan obatnya tuh tidak mahal murah masuk BPJS. Kan sayang kalau masuknya (diketahui hipotiroid) itu sudah telat usia 6 bulan. Satu tahun lebih kan pertumbuhan otak sudah melambat nah itu yang sering terjadi pertumbuhan lambat," jelasnya. 

Biasanya dalam waktu 6 sampai 8 minggu setelah penanganan, kondisi anak akan membaik. Namun demikian, anak tersebut tak bisa bebas dari penyakit hipotiroid begitu saja. 

"Untuk kesembuhannya itu perlu waktu lama bisa juga seumur hidup kalau misalnya ternyata kelenjarnya itu tidak terbentuk. Tapi, kalau misalnya terbentuk tapi mengalami hipoplasia atau tidak tumbuh itu bisa sembuh," tutur dia. 

"Kalau diskrining dari awal berarti kan tidak ada gangguan kemampuan motoriknya. Tidak ada gangguan kontrol posturnya, normal. Kalau dia diskrining dari awal dia tidak ada gangguan makan, jadi ya seperti anak normal," pungkas dia.

Baca Juga: Pernah Dengar Istilah Stunting? Yuk Kenali Cara Pencegahannya 

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya