Bung Karno dan Kedekatan Historis dengan Perlawanan Arek-arek Suroboyo

Bung Karno Bonek nyel, WANI!

Surabaya, IDN Times - Mengulas sepak terjang Presiden Soekarno memang tidak akan ada habisnya. Sosok presiden pertama sekaligus proklamator kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ini kembali dibahas dalam diskusi daring bertema "Bung Karno Kelahiran Surabaya dan Gagasan To Build the World a New” yang digelar DPC PDIP Surabaya, Sabtu malam (6/6).

Diskusi ini sekigus memperingati bulan lahir founding father yang akrab disapa Bung Karno. Dalam diskusi ini menghadirkan sejarawan dan dosen Universitas Le Havre Normandy, Perancis, Prof Darwis Khudori; dan dosen Ilmu Sejarah Unair, Adrian Perkasa.

1. Lahir, sekolah, dan besar di Surabaya

Bung Karno dan Kedekatan Historis dengan Perlawanan Arek-arek SuroboyoWikipedia.com

Pada kesempatan itu, Adrian mengulas mengenai kelahiran Bung Karno yang masih acap kali jadi perdebatan. Berdasarkan bukti otentik dan berbagai literatur, menurutnya pria yang mempunyai julukan Putra Sang Fajar ini lahir di Kampung Pandean Gang IV, Kecamatan Genteng, Surabaya. Dia adalah arek Suroboyo asli.

Salah satu rujukan yang digunakan buku Im Yang Tjoe pada 1933 berjudul ”Soekarno Sebagi Manoesia”. Buku itu terbit tiga puluh tahun sebelum biografi tentang Soekarno berjudul ”Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” karya Cindy Adams.

”Biografi pertama Bung Karno karya Im Yang Tjoe ditulis sebelum Indonesia lahir, jauh sebelum Bung Karno menjadi presiden, dia telah menarik minat kalangan penulis,” ujar Adrian.

Bung Karno muda, lanjut Adrian, menimba ilmu di Horgere Burger School (HBS) yang kini beralih fungsi sebagai Kantor Pos Kebon Rojo, Surabaya. Dia juga ngekos di Peneleh Gang VII Surabaya, rumah milik HOS Tjokroaminoto.

2. Guncang Surabaya pada Kongres Indonesia Raya

Bung Karno dan Kedekatan Historis dengan Perlawanan Arek-arek SuroboyoWikimedia.org

Namun, memori penting Bung Karno di Kota Pahlawan bukan hanya soal kelahiran dan masa sekolahnya saja. Pada 1931, pascabebas dari penjara Sukamiskin Bandung, Bung Karno membakar semangat arek-arek Suroboyo di Kongres Indonesia Raya yang digerakkan dr. Sutomo.

”Waktu itu momennya benar-benar krusial dan sangat berani. Bayangkan, Bung Karno baru saja lepas dari tahanan politik, langsung tampil di Surabaya, membakar semangat arek-arek Suroboyo,” kata Adrian.

Ketika itu Bung Karno bicara tentang pentingnya persatuan melawan imperialisme Belanda. Dalam sebuah referensi, dia menutup pidatonya dengan mata yang berlinang. ”Maka tak mengherankan Bung Karno menyebut Surabaya sebagai dapur nasionalisme, dapur Revolusi Indonesia," ucapnya.

"Jauh sebelum Indonesia merdeka, rakyat Surabaya ketika itu sudah berapi-api membayangkan nasionalisme Indonesia, bukan lagi nasionalisme Jawa, nasionalisme Minang,” Adrian menambahkan.

Baca Juga: Seatap di Rumah Peneleh, Kisah Soekarno dan Sang Guru Tjokro 

3. Pidatonya diajukan ke Unesco

Bung Karno dan Kedekatan Historis dengan Perlawanan Arek-arek SuroboyoWikimedia.org

Sementara itu, Prof Darwis mengulas mengenai kiprah Bung Karno mengguncang dunia internasional di Sidang Majelis Umum PBB ke-15 pada 30 September 1960. Dia berpidato tentang ”To Build the World a New". Pidato itu dilaatarbelakangi pertemuan empat negara besar yang gagal mencapai kesepakatan untuk pengurangan senjata nuklir.

Paparan Prof Darwis itu ditanggapi sejarawan, Asvi Warman Adam. Bahwa pidato Bung Karno itu dalam proses untuk diajukan sebagai 'Memory of the World' ke Unesco ”Pidato Bung Karno di Sidang Majelis Umum PBB yang sangat terkenal itu adalah akumulasi dari pemikiran dan gagasan sejak sebelum Indonesia merdeka,” ucap dia.

Baca Juga: Cerita Hwie, Kenang Detik Proklamasi hingga Wawancara Khusus Soekarno

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya