TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Politik Uang sampai Gadai SK, Cerita Dapur Wakil Rakyat 

Celeg incumbent Rp2 miliar caleg baru Rp4 hingga Rp5 miliar

Sebanyak 45 anggota DPRD Magetan terpilih periode 2024-2029 dilantik. IDN Times/ Riyanto.

Magetan, IDN Times – Ongkos politik pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, diakui para politisi kian meroket bila dibandingkan dengan tahun lalu. Para calon legislatif (caleg) yang berjuang memperebutkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus merogoh kocek dalam dalam. Beberapa caleg bercerita jika ada yang sampai mengeluarkan uang hingga Rp5 miliar. Sebagian besar dari dana tersebut dihabiskan untuk politik uang dan alat peraga kampanye (APK). Tak heran kemudian, usai dilantik mereka ramai-ramai menggadaikan SK Pelantikan.

1. Isi amplop jadi kunci kemenangan

Ilustrasi amplop (IDN Times/Arief Rahmat)

Salah seorang caleg petahana yang tidak mau disebut namanya, mengaku telah menghabiskan Rp2 miliar dalam pemilu kali ini, naik Rp500 juta dibanding pemilu sebelumnya. Menurutnya, kompetisi semakin ketat karena caleg-caleg baru berani bermain besar dalam politik uang.

"Tahun ini lebih berat. Karena banyak caleg baru yang berani bertaruh dengan amplop lebih besar," ungkapnya.

Caleg pendatang baru bahkan dikabarkan mengeluarkan uang antara Rp4 hingga Rp5 miliar, membuat banyak petahana kehilangan kursi karena tidak mampu bersaing. 

"Biaya politik sekarang sangat mahal, terutama karena amplop, biaya konsolidasi, dan pengadaan APK,” tambahnya.

Baca Juga: Gadai SK DPRD Jatim: Laku Keras Buat Tutup Mahalnya Biaya Politik

2. Politik transaksional menguat, fungsi dewan terabaikan

Biaya politik yang tinggi ini tak lepas dari kecenderungan masyarakat yang masih terjebak dalam politik transaksional. Menurut sang caleg, masyarakat lebih memilih kandidat yang menawarkan uang lebih banyak ketimbang memperhatikan kualitas atau fungsi dewan sebagai wakil rakyat.

"Siapa yang memberikan amplop lebih besar, dia yang dipilih. Fungsi dewan diabaikan, politik transaksional menentukan segalanya,” tegasnya.

Tak hanya itu, ketimpangan antara jumlah pemilih dan kursi yang diperebutkan juga membuat caleg merasa harus mengeluarkan lebih banyak uang demi menarik perhatian pemilih.

3. Gadai SK untuk tutupi biaya politik

Pengeluaran besar membuat anggota DPRD terpilih terpaksa mencari cara untuk menutupinya. Banyak yang akhirnya menggadaikan Surat Keputusan (SK) pelantikan mereka ke bank, dengan pinjaman mulai dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar.

Direktur LSM Magetan Center Coruption Watch sekaligus pengamat politik, Beni Ardi mengungkapkan kekhawatirannya bahwa beban finansial ini akan mengganggu kinerja para wakil rakyat. 

"Mereka akan fokus mencari cara untuk mengembalikan modal politik, ketimbang menjalankan tugas sebagai wakil rakyat,” katanya.

4. Budaya korupsi yang mengakar

Tingginya biaya politik ini tak hanya meresahkan, tetapi juga memperlihatkan betapa budaya korupsi masih mengakar kuat di Magetan. Menurut Beni, hasil survei Indeks Persepsi Anti Korupsi (IPAK) menunjukkan penurunan signifikan, dengan masyarakat semakin permisif terhadap tindakan koruptif.

"Masyarakat mulai menerima anggota keluarga yang mendulang uang tanpa asal-usul jelas, bahkan melibatkan keluarga dalam politik demi keuntungan pribadi," jelas Beni.

Beni menambahkan bahwa di berbagai komunitas, korupsi semakin dianggap biasa. Masyarakat menerima sumbangan tanpa mempertanyakan asal-usulnya, dan praktek bagi-bagi uang dalam pemilu pun diterima tanpa rasa bersalah.

Verified Writer

Riyanto

Jangan biarkan rakyat tidak mendapat manfaat apa-apa dari uangnya yang dikelola mereka.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya