Debit Air Menipis, Warga di Lereng Gunung Bromo diminta Hemat Air

Petani diminta tak menanam sayur terlebih dahulu

Malang, IDN Times - Cuaca kemarau yang belakangan terjadi memiliki efek besar bagi para petani di kawasan lereng Gunung Bromo. Mereka kini harus berhemat air lantaran debit ait di kawasan tersebut mulai menipis. Daerah yang merasakan dampak dari menurunya debit air di kawasan lereng Bromo tersebut salah satunya adalah Desa Gubuk Klakah. 

1. Lebih berhemat air

Debit Air Menipis, Warga di Lereng Gunung Bromo diminta Hemat AirDok/ TNBTS

Kondisi tersebut membuat para petani harus lebih berhemat dalam penggunaan air. Terutama bagi para petani untuk bisa lebih memperhitungkan dalam penggunaan air. Sebab, lereng Gunung Bromo merupakan salah satu andalan tempat bagi para warga desa bisa mendapatkan air untuk berbagai kebutuhan. 

"Debit air dari sumber mengecil saat kemarau. Dengan kondisi saat ini tentu tidak cukup untuk sayuran. Petani juga jangan menanam sayur dulu," kata Ngadiono, Kepala Desa Gubuk Klakah, Malang. 

Baca Juga: Status Gunung Bromo Masih Waspada, Emil Imbau Warga Tak Mendekat

2. Berharap sumber lain tak menurun

Debit Air Menipis, Warga di Lereng Gunung Bromo diminta Hemat AirDok/ TNBTS

Sebenarnya untuk desa Gubuk Klakah masih memiliki sumber air lain yang biasa jadi tumpuan. Sumber tersebut adalah Coban Pelangi. Namun, dengan musim kemarau yang dipresiksi masih belum berakhir dalam waktu dekat, tentunya masyarakat tak bisa sembarangan membuang-buang air. Berdasarkan kesepakatan air yang bersumber dari Coban Pelangi akan digunakan untuk perkebunan Hortikultura. 

"Karena para petani butuh untuk pengairan dan penyemprotan. Untuk itu semuanya telah sepakat bahwa air itu akan dialirkan dan dibagikan secara merata," tambahnya.  

 

3. Fenomena Frost tak sampai ke desa

Debit Air Menipis, Warga di Lereng Gunung Bromo diminta Hemat AirDok/ TNBTS

Lebih jauh, Ngadiono menyebut bahwa saat ini cukup beruntung. Pasalnya fenomena frost atau embun upas yang terjadi dikawasan Bromo tak sampai menjalar ke desa. Jika hal tersebut terjadi, tentunya para petani akan merasa dirugikan karena tanaman mereka menjadi rusak. Apalagi, luas lahan pertanian mencapai 384 hektare, terdiri dari 100 hektare tanaman apel, 150 hektare tanaman sayur mayur dan sisanya ditanamai aneka jenis tanaman hortikultura. 

"Suhu di sini masih kisaran 11-20° celcius. Jadi masih normal dan tidak sampai merusak tanaman," tambahnya. 

4. Fenomena Frost sampai September

Debit Air Menipis, Warga di Lereng Gunung Bromo diminta Hemat AirDok/ TNBTS

Di sisi lain, Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas TNBTS, Syarif Hidayat mengungkapkan sesuai dengan laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) fenomena frost masih akan berlangsung hingga September. Fenomena tersebut hampir selalu terjadi setiap tahun, dan bisa dijumpai saat dini hari dan pagi hari sebelum terkena terik matahari di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). 


"Fenomena Frost sebenernya bisa juga sebagai media pemulihan ekosistem alami karena biasanya setelah kering, terkena frost akan muncul regenerasi yang lebih eksotik lagi. Jadi, tidak ada dampaknya bagi tanaman," tutupnya. 

Baca Juga: Kemarau, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Alami Fenomena Frozen

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya