Petani Tembakau di Jember Terpaksa Panen Prematur Gegara Banjir

Mereka bersyukur, masih laku dijual meskipun harga murah

Jember, IDN Times - Akibat hujan deras dan awet yang mengguyur wilayah Jember, Jawa Timur, mengakibatkan banjir menggenangi ratusan hektar lahan pertanian tembakau di dua kecamatan. Yakni Kecamatan Ambulu dan Wuluhan. Mendekati masa panen ini, puluhan petani harus tepok dahi karena ancaman merugi.

1. Petani pilih rugi ketimbang bangkrut total!

Petani Tembakau di Jember Terpaksa Panen Prematur Gegara BanjirPujo Hadi, petani tembakau di Jember sedang mengurai genangan air hujan. (FOTO: Istimewa)

Pujo Hadi (50), petani Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Wuluhan, mengatakan jika dirinya dan sejumlah petani lainnya terpaksa panen dini. Panen dini dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian yang diakibatkan banjir.

Para petani lebih memilih panen prematur ketimbang gagal panen total. Pujo mengaku, setidaknya panen dini yang dilakukan bisa mengembalikan sebagian modal yang sudah dikeluarkan untuk biaya penanaman dan perawatan.

"Biayanya besar banget, jadi terpaksa harus dipanen muda. Kerena biar kembali modalnya," kata Pujo kepada IDN Times, Jumat (7/7/2023).

Pujo merinci, untuk satu hektar lahan tembakau yang dia kelola, kurang lebih dibutuhkan biaya sekitar Rp10 juta. Jumlah tersebut belum terhitung biaya sewa lahan. Apabila dikalkulasi keseluruhan, potensi kerugian ditaksir lebih dari jumlah tersebut.

Baca Juga: 900 Hektar Tembakau Terendam Banjir, Petani Jember Rugi Besar

2. Produk tembakau hanya laku 70 persen dari harga pasaran

Petani Tembakau di Jember Terpaksa Panen Prematur Gegara BanjirLahan tembakau di Jember terendam banjir akibat hujan. (FOTO: Istimewa)

Menurut Pujo, panen prematur ini memiliki dampak yang signifikan terhadap harga pasaran. Hasil panen tembakau muda yang memiliki kualitas terbaik pun, hanya mampu laku dengan harga mentok 70 persen dari harga jual pasarannya.

"Karena kualitasnya yang tidak bagus. Biasanya dihargai hanya sekitar 70 persen dari harga jualnya," katanya.

Pujo menyatakan, dengan terpaksa melakukan panen prematur ini, sejumlah petani tembakau di Jember dipastikan merugi. Dia menyebut, rata-rata usia tanam tembakau di Kecamatan Ambulu dan Wuluhan saat ini berusia 30 hingga 45 hari.

"Ada beberapa yang hampir panen, ada yang usia 45 sampai 50 hari. Tapi rata-rata masih usia 30 harian," jelasnya.

3. Ada 900 hektar lebih lahan tembakau di Jember yang terendam

Petani Tembakau di Jember Terpaksa Panen Prematur Gegara BanjirLahan tembakau di Jember terendam banjir akibat hujan. (FOTO: Istimewa)

Pujo menyebut, sedikitnya ada 5 desa dari 2 kecamatan di Jember yang terancam mengalami kondisi gagal panen. Menurutnya, ketinggian air rendaman beragam. Mulai dari 10 sentimeter hingga 40 sentimeter. Kondisi paling parah ada di lahan tembakau di wilayah sekita hutan.

"Kepunyaan saya sendiri saja 2 hektar yang terendam. Tanaman tembakau kasturi. Saya koordinasi dengan Kablok kurang lebih ada sekitar 900 an hekatar yang terendam air hujan," jelas Pujo.

Berdasarkan pengalaman Pujo, tanaman tembakau kasturi ini terbilang cukup rentan mati jika terendam air berlebihan. Maka, apabila hujan dan kondisi banjir ini terus menyapu lahan tembakau tersebut, kemungkinan besar Pujo memprediksi petani bisa merugi.

"Dari pengalaman saya begitu, kalau sudah terendam tembakau rentan busuk akar tidak mungkin hidup lagi. Kalau sudah busuk dikatakan gagal panen pastinya," jelasnya.

Baca Juga: Anak di Jember Lihat Ibu Gantung Diri, KemenPPPA Dampingi Pemulihan

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya