Panjer Kiling, Kincir Suku Osing yang Miliki Filosofi Ketuhanan

Desing suaranya nyaring, cocok jadi pengantar tidur siang

Banyuwangi, IDN Times - Namanya kiling. Sebuah tiang tinggi dari bambu dengan kincir angin di ujungnya. Kiling ini akrab dijumpai berdiri tegak di tengah area persawahan untuk mengusir burung atau perbukitan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Namun tidak semua sawah ada. Mayoritas kiling ini hanya terdapat di area persawahan milik suku Osing, penduduk asli Kabupaten Banyuwangi. Di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, salah satu misalnya. Di sekitar sawah dekat kantor desa Aliyan ini, setiap mata pengendara yang melintasi jalan bisa melihat puluhan kiling berdiri kokoh di tengah hamparan tanaman padi. Ketika sore tiba, dari arah barat terlihat pemandangan siluet mengagumkan.

1. Tradisi kuno, penuh serat filosofi ketuhanan  

Panjer Kiling, Kincir Suku Osing yang Miliki Filosofi KetuhananHampir seluruh sawah milik warga dibangun kiling. (IDN Times/ Agung Sedana)

Bagi sebagian masyarakat di Banyuwangi, kiling dianggap hanya sebagai alat atau pengusir burung atau sekadar mainan tradisional semata. Namun bagi suku Osing, kiling memiliki makna dan filosofi mendalam yang erat dengan kehidupan seorang manusia. 

"Kiling ini adalah tradisi peninggalan para leluhur suku Osing terdahulu," kata Kepala Desa Aliyan, Anton Sujarwo, Rabu (7/9/2022).

Menurut Anton, kiling ini tak hanya sekadar kincir angin yang dibangun untuk hiasan saja. Kiling, bagi suku Osing memiliki filosofi mendalam soal ketuhanan. 

Pertama, sudah selayaknya seorang manusia harus senantiasa eling marang gusti pangeran (ingat dengan Tuhan Yang Maha Kuasa). Ini mengajarkan bahwa manusia harus paham dengan kedudukannya yang rendah dari Sang PenciptaNYA.

Kedua, kiling yang tertiup angin selalu berputar diporosnya dengan arah yang sama. Artinya, selama ada udara (oksigen) di dunia maka waktu akan terus berjalan dan manusia harus selalu bergerak sebelum udara itu tiada.

"Selalu bergerak, artinya manusia harus terus melakukan hal-hal baik. Bekerja juga termasuk. Menjalankan setiap perintahNYA dan menjauhi laranganNYA," jelas Anton. 

Ketiga, tiang kiling harus berdiri tegak keatas. Artinya, apapun yang terjadi dengan nasib manusia, mereka harus tegak lurus dengan keimanannya terhadapTuhan.

2. Struktur utama didesain sedemikian rupa agar mengikuti arah angin

Panjer Kiling, Kincir Suku Osing yang Miliki Filosofi KetuhananTak cuma di sawah, kiling juga ada di bukit. (IDN Times/ Agung Sedana)

Mayoritas kiling di Banyuwangi memiliki ukuran setinggi pohon kelapa, kisaran 20 sampai 30 meter. Ketinggian minimal ini harus dicapai agar kiling bisa terempas angin dan terus berputar setiap saat. Diameter tiang juga menyesuaikan dengan ukuran tinggi kiling.

Tiang kiling biasa dibuat dari bahan kayu atau bambu besar. Namun jika menggunakan bambu maka umur kiling biasanya relatif lebih pendek. Terik matahari dan air hujan akan membuat bambu mudah lapuk.

Sedangkan untuk ukuran baling-baling atau kincirnya, bisa disesuaikan sesuka hati. Dengan catatan, tidak semua kincir bisa menghasilkan suara. Terkadang butuh waktu berbulan-bulan agar kincir bisa menghasilkan suara nyaring. 

"Ada juga yang diikat di atas pohon besar untuk menambah tinggi kiling," jelas Anton. 

Secara garis besar, kiling memiliki tiga struktur utama, yakni tiang, kincir dan ekor. Ekor kiling ini berbentuk memanjang dan bisa meliuk-liuk mengikuti arah angin. Ekor kiling biasanya terbuat dari serabut ijuk atau alang-alang. Ada pula yang menggunakan tali yang dibalut plastik sedemikian rupa. 

Meskipun tiang kiling tertanam secara kokoh, namun di bagian ujung ada semacam engsel yang biasa disebut selut. Bagian ini harus dibuat fleksibel, sehingga kiling bisa berputar mengikuti angin dimanapun arahnya berhembus. 

Untuk menjaga agar kiling tidak cepat aus dan terbakar, biasanya masyarakat memasukan kemiri. Tujuannya ketika kiling berputar tanpa henti, kemiri bisa menghasilkan minyak dari gesekan tersebut. Namun ada juga yang menggunakan pelumas pabrikan atau stempet.

Baca Juga: 6 Potret Arumi Bachsin Saat Kenakan Baju Adat Osing, Anggun Banget!

3. Terdengar nyaring hingga radius 2 kilometer, bawaannya ngantuk

Panjer Kiling, Kincir Suku Osing yang Miliki Filosofi KetuhananHamparan sawah di Desa Aliyan, Banyuwangi. (IDN Times/ Agung Sedana)

Selain dibangun di area persawahan, kiling juga ada yang di bangun di perbukitan atau bahkan di halaman rumah warga. Ketika berputar tertiup angin, kiling akan menghasilkan suara yang nyaring.

Untuk ukuran kincir dengan panjang total 2 meter misalnya, suara yang dihasilkan bahkan bisa terdengar telinga hingga radius 2 kilometer. Prinsipnya, semakin kencang angin maka semakin keras pula suara yang dihasilkan. 

Menurut Anton, suara kiling terdengar sangat merdu. Saking merdunya, suara kiling ini bisa membuat orang merasa ngantuk. Terlebih lagi jika saat siang hari. "Ngantuk pokoknya, bawaannya pingin tidur kalau siang. Enak gitu suaranya, apalagi kalau sedang berada di gubuk di sawah," ungkap Anton. 

Baca Juga: Mengenal Masyarakat Suku Osing Banyuwangi, Populasinya Tersebar 

Agung Sedana Photo Community Writer Agung Sedana

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya