Profil Sirikit Syah, Tokoh Kebebasan Pers

Selamat jalan bu, terima kasih atas semuanya

Surabaya, IDN Times - Innalillahi wa innailaihi rojiun. Dunia jurnalisme nasional berduka pagi ini, Selasa (26/4/2022). Hernani Sirikit atau akrab disapa Sirikit Syah telah berpulang.

Sirikit adalah tokoh kebebasan pers. Sepak terjangnya di dunia jurnalis bukan hanya sebagai seorang dosen, tapi ia juga merupakan sorang aktivis dan jurnalis sejati.

Sirikit mengawali pendidikannnya di IKIP Surabaya pada tahun 1984, ia mengambil jurusan bahas Inggris. Ia juga belajar tentang ‘American Culture and Communication’ di UCLA Davis, USA (Extension Class, Summer Program) di tahun 1994 sampai 1995. Di tahun yang sama ia juga bejar Public Communication School, bidang Broadcast Journalism, University of Syracuse, Syracuse, NY, USA (non-degree).

Di tahun 2022, Sirikit melanjutkan pendidikan Master atau S2 di Communication, Westminster University, London, UK. Tesis yang ia angkat adalah 'Penerapan Hukum Pers dan Etika Pers di Indonesia Pasca Reformasi dan Kendalanya'. Ia melanjutkan program doktornya di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada tahun 2011.

1. Mengajar Jurnalistik di berbagai perguruan tinggi di Surabaya

Profil Sirikit Syah, Tokoh Kebebasan PersHernani Sirikit (kanan). dok. facebook.com/sirikit syah

Jauh sebelum ia menjadi seorang dosen, Sirikit adalah seorang Jurnalis, di tahun 1984 ia merupakan seorang Reporter dan desk editor di Surabaya Post daily. Lalu di tahun 1992 hingga 1994 ia merupakan reporter, produser, dan koordinator liputan untuk wilayah Indonesia Timur untuk SCTV dan RCTI (ketika kedua station bersatu dalam program “Seputar Indonesia”), berbasis di Surabaya.

Sirikit pernah menjadi koresponden freelance untuk The Jakarta Post Daily, berbasis di Surabaya. Di tahun 2006 ia menjadi Chief Editor for Surabaya Post daily dan di tahun 2007 ia diamanahi sebagai Editor, The Brunei Times, Brunei Darussalam.

Setelah berkecimpung di berbagai media, Sirikit pun mulai mengajar. Ia mengajar di kampus negeri hingga kampus swasta. Jurnalis senior ini juga tercatat sebagai alumni Eisenhower Fellowship.

Ia mengawali karirnya sebagai dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Dr Soetomo (Unitomo) dan UK Petra Surabaya di tahun 2003. Di tahun 2003 hingga 2007 ia mejabat sebagai Wakil Ketua Sekolah Tinggi Komunikasi Surabaya (Stikosa-AWS).

Di tahun 2008 hingga 2010 ia mengajar ilmu komunikasi di program ganda international UPN Surabaya. Tarakhir, ia mengajar di Universitas Airlangga sebagai Dosen Etika Media dan Hukum di Fakultas Hukum.

Baca Juga: Sirikit Syah, Guru Pers Itu Berpulang

2. Mengikuti berbagai organisasi dan mendirikan organisasi

Profil Sirikit Syah, Tokoh Kebebasan PersHernani Sirikit. dok. facebook.com/sirikit syah

Selain sebagai seorang dosen, Sirikit aktif di berbagai organisasi. Di tahun 1992 hingga 1996, Sirikit menjadi Ketua Presidium Dewan Kesenian Surabaya. Di tahun berikutnya, ia menjadi Ketua Pleno Dewan Kesenian Surabaya.

Ia lalu mendirikan organisasi “Media Watch” pertama di Indonesia LKM (Lembaga Konsumen Media) pada tahun 1996. Organisasi tersebut menerbitkan jurnal MediaWatch setiap bulan, memandu siaran interaktif di radio setiap minggu mengenai perkembangan media massa dan freedom of the press, serta menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi jurnalis. Di organisasi tersebut ia mejabat sebagai Direktur.

Organisasi media watch-nya (LKM) memberikan penghargaan FAIR Awards (Fairness and Accuracy in Reporting) pada tahun 1999, dan Peace Journalism Awards pada tahun 2000 kepada Koran nasional, berdasarkan penelitian analisis isi dan pengamatan juri. LKM, yang dipimpinnya pada tahun 1999-2003, banyak menyelenggarakan seminar dan workshop mengenai etika dan hukum media massa, ketrampilan jurnalistik, peace journalism, dan media.

Di tahun 2003 ia masuk sebagai anggota Surabaya Academy, yang peduli pada pengembangan Surabaya, baik kotanya maupun warganya. Lalu di tahun 2022 ia juga masuk sebagai anggota Kehormatan Pusat Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Surabaya.

3. Berbagai karya dan penghargaan Sirikit Syah

Profil Sirikit Syah, Tokoh Kebebasan PersHernani Sirikit. dok. facebook.com/sirikit syah

Tak diragukan lagi, Sirikit telah mengeluarkan berbagai karya. Karyanya pertama adalah Kumpulan Cerpen berjudul Harga Perempuan  di tahun 1997, 1999, 2002. Lalu ada kumpulan esai dengan judul Media Massa di Bawah Kapitalisme yang terbit di tahun 1999.

Sirikit juga menulis Biography Muhammad, terjemahan dari buku Karen Arsmstrong di tahun 2001. Di tahun 2002 ia menulis buku terjemahan dari David T Hill & Krishna Sen dengan judul Budaya, Media, dan Politik di Indonesia.

Di tahun 2005 ia menulis kumpulan puisi berjudul Memotret dengan Kata-kata. Dua tahun berikutnya ia menulis kumpulan cerpen berjudul sensasi Selebriti.

Sirikit juga pernah menulis Esai dan bagian buku mengenai media massa dan jurnalisme serta isu-isu HAM dalam berbagai buku kumpulan tulisan. Di tahun 2011 ia menulis Rambu-rambu Jurnalistik. Karyanya berjudul Watch the Dog yang merupakan koleksi esai keluar tahun 2012. Lalu ada tulisan berjudul Membincang Pers Kepala Negara & Etika Media yang terbit tahun 2014. Terakhir ia menulis Journalism and its Ethics in The 21st Century di tahuh 2015

Tak diragukan lagi ia pun menerima berbagai penghargaan. Salah satunya pada Januari 2001, Sirikit dianugerahi penghargaan salah satu dari Tiga Warga Surabaya Teladan oleh Radio Suara Surabaya, karena aktivitasnya mendidik rakyat perihal freedom of the press, yang sangat penting dalam era demokrasi di Indonesia. Penghargaan ini didasarkan pada popularitas acara talk show interaktif mengenai media massa dan jurnalisme yang diasuh sejak 1999 (jumlah pendengar yang menelepon dan berinteraksi) serta penilaian juri atas isi program.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya