Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di Lamongan

Ia bergerak menyadarkan pentingnya pendidikan tinggi

#MillennialsInspiratif merupakan rubrik khusus yang mengangkat sosok millennials berpengaruh di Jawa Timur. Mereka mendapatkan pengakuan publik lewat buah pikir dan karya. Lewat rubrik ini kami ingin mengabarkan bahwa generasi ini tak sekadar ada, tapi juga berkarya dan memberi makna.

Surabaya, IDN Times - "Menjadi perempuan tak perlu repot-repot kuliah. Toh ya nanti akan menikah dan ngurus anak," tutur Santi Widiasari menirukan cemoohan yang kerap ia dengar.

Dengan pelan-pelan, wanita 23 tahun itu terus menjelaskan tentang masa depan perempuan yang ada di luar cakupan desanya. Santi berkeliling, mengetuk satu persatu rumah untuk mengajak pemuda Desa Sawo, Lamongan agar mau keluar dari belenggu stereotipe konservatif itu.

"Di desaku banyak sekali bibit-bibit emas. Mereka sering juara kelas, juara lomba. Tapi orangtua mereka selalu melarang untuk kuliah. Ujung-ujungnya, mereka kerja seadanya dan menikah muda," sesal Santi. Berawal dari kegelisahan ini, ia bergerak seorang diri hingga akhirnya membentuk Komunitas Kertas Kosong.

1. Sempat bergerak sendiri untuk mengetuk pintu hati

Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di LamonganInstagram.com/santi.widiasari

Santi menggambarkan desa tempat ia tinggal sebagai salah satu desa pada umumnya. Perempuan di sana masih lekat dengan tugas domestik alias 3 UR, dapur, sumur, kasur. Jangankan berkuliah, bekerja bagi perempuan seperti hal yang bukan diprioritaskan. Laki-laki pun begitu, tugas utamanya adalah mencari uang bukan ilmu. Meski setidaknya rata-rata sudah lulusan SMA, namun ijazah di sana juga sekadar untuk melamar pekerjaan bergaji standar.

"Dulu itu pikirannya kalau kamu perempuan ya sudah setelah lulus nikah aja biar gak ngebebani orangtua. Kalau kamu laki-laki ya sudah langsung kerja. Gak ada yang kuliah," ujarnya kepada IDN Times.

Santi kala itu masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Namun melihat teman-temannya yang patah arang dalam menggapai asa, ia tergerak untuk mengetuk pintu hati para orangtua kawan-kawannya. Ditemani salah seorang guru, Santi berkeliling tiap hari dari pintu ke pintu menyampaikan pentingnya melanjutkan pendidikan.

2. Menyadarkan bahwa ekonomi bukan penghalang

Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di LamonganInstagram.com/santi.widiasari


Santi sadar bahwa ekonomi menjadi alasan utama orangtua di desanya melarang anak-anak mereka berkuliah. Meski tak semuanya berekonomi lemah, namun berkuliah seperti suatu hal yang mewah. Santi pun memberi pengertian bahwa banyak beasiswa yang menanti mahasiswa ketika sudah berkuliah.

"Saya jelaskan. Ada bidikmisi, ada dari pemerintah, dari perusahaan juga. Pokoknya kuliah dulu supaya masa depan keluarga di sini lebih maju," ungkapnya.
Setelah melalui berbagai rayuan, akhirnya beberapa teman Santi diperbolehkan berkuliah. Tradisi rayu merayu itu pun terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Perlahan-lahan, Santi dan teman-temannya membuka jendela pentingnya pendidikan kepada desanya.

3. Bersama teman-teman lain akhirnya menciptakan K3

Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di LamonganInstagram.com/komunitaskertaskosong

Pasa tahun 2016, saat Santi berkuliah di tahun ketiga, ia dan teman-temannya memutuskan untuk menamai pergerakan mereka. Komunitas Kertas Kosong (K3) pun dipilih atas berbagai pertimbangan. Santi menggambarkan kehidupan hingga SMA sebagai sebuah buku.

"Kalau dulu pepatahnya kan tutup buku buka terop. Tapi kami hadir dengan memberikan kertas kosong, bukan terop. Harapannya di kertas kosong ini pemuda desa kami dan sekitarnya bisa menuliskan perjalanan hidupnya menjadi buku baru," jelas Santi.

4. K3 sudah berusia 3 tahun

Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di LamonganInstagram.com/komunitaskertaskosong


Komunitas Kertas Kosong kini telah tumbuh hingga berusia 3 tahun. Bebagai macam kegiatan telah diprogramkan untuk membuka pintu pendidikan di pedesaan Lamongan. Antara lain yaitu Ayo Menulis, Ayo Membaca, Ayo Kuliah, dan Ayo Berbagi.
Pada program Ayo Menulis dan Ayo Membaca, Santi menjelaskan bahwa K3 berfokus pada isu melek literasi. Mereka mengajak pemuda-pemuda yang tergabung di komunitas tersebut untuk membaca satu buku dalam satu bulan serta menulis sebuah karya dalam satu bulan.

"Karena kami sadar, pendidikan itu datangnya dari literasi. Kurangnya kesasaran pendidikan juga karena kurangnga literasi. Kami ingin membuka jendela dunia di desa ini melalui literasi," tuturnya.

Baca Juga: Rendra Anugraha, Doktor Berusia 24 Tahun dengan IPK 3,95

5. Banyak gerakan sosial gratis

Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di LamonganInstagram.com/komunitaskertaskosong


Pada program Ayo Berbagi, Santi mengajak pemuda-pemuda di sana untuk peduli terhadap sesama terutama bagi saudara-saudara mereka yang kurang beruntung. Mereka membuat sebuah tabungan bernama Celengan Akhirat. Saat mendekati Idulfitri, celengan itu pun dipecah dan dikumpulkan untuk mewujudkan 1000 baju lebaran untuk anak yatim.
"Kami kan sudah diberi nikmat. Melalui program ini kami ingin mengajarkan untuk berbagi kepada mereka-mereka yang kurang beruntung," harapnya.

Tak hanya itu, K3 juga menyediakan program bimbingan belajar secara gratis. Bimbingan belajar daring melalui grup WhatsApp diberikan dari Senin sampai Jumat. Sementara bimbingan belajar secara langsung dilaksanakan pada Sabtu dan Minggu yang bekerja sama dengan beberapa dosen di bidangnya.

Program-program yang dilaksanakan pun berasal dari pendanaan pribadi para anggota. Beberapa donatur memang ada, namun Santi tak berharap ada keuntungan finanaial dari gerakan sosial.

6. Meraih beberapa penghargaan

Santi dan Komunitas Kertas Kosong, Jendela Pendidikan di LamonganInstagram.com/santi.widiasari

Berbekal pengalamannya, Santi ingin menyebarkan semangat berbagi pengetahuan tersebut ke daerah-daerah lain. K3 juga sempat meraih juara 3 pada penghargaan Pemuda Inspiratif 2018 oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Tak hanya itu, Santi menjadi Awardee of YSEALI Critical Thinking YSEALI Critical Thinking in the Classroom Regional Workshop 2018, in Bangkok, Thailand serta Best Project of Urbral Shaper: Youth Enterpreneurial Sharing (US-YES) 2018, in Jakarta, Indonesia.

"Dulu yang kita targetkan sangat sempit. Sekarang dari desa-desa lain sudah banyak yang ikut. Tapi masih di lingkup Lamongan. Saya harap kertas kosong-kertas kosong lainnya dapat menyebar di Indonesia dan menghasilkan harapan baru bagi para pemuda," tutupnya.

Baca Juga: Muharom Gani, Juara Internasional Pemilik Skripsi 3.045 Halaman

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya