TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Psikolog UIN Malang Ingatkan Orangtua Jangan Asal Diagnosa ADHD Anak

Bisa jadi anak hanya superaktif tapi tidak hyperaktif

Ilustrasi tentang ADHD (pexels.com/tara-winstead)

Malang, IDN Times - Makin banyaknya referensi terkait Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) membuat orangtua semakin memiliki kesadaran pada perkembangan anak. Namun di saat yang sama membuat orang tua mudah melakukan self diagnose pada anak. Tentu ini menyebabkan resiko salah diagnosa dan salah penanganan.

Psikolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Maliki Ibrahim (Maliki) Malang, Fuji Astutik menjelaskan kalau ADHD adalah defisit perhatian yang membuat seseorang sulit sekali memusatkan perhatian, atau dia tidak bisa duduk dengan tenang. Pada anak-anak, mereka biasanya memiliki tanda tidak bisa memusatkan perhatian dan tidak bisa mengendalikan perilakunya.

"Tapi itu di usia tertentu seperti pra sekolah, sampai pada usia 7 tahun biasanya mereka belum bisa memusatkan memperhatikan. Biasanya terlihat saat usia 3-5 tahun dia suka berpindah-pindah. Tapi kalau sudah dalam tahap mengganggu sekitarnya, itu yang perlu diwaspadai," terangnya saat dikonfirmasi pada Minggu (12/03/2023).

Baca Juga: Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis Terkenal

1. Hati-hati salah mendiagnosa ADHD pada anak

Ilustrasi tentang ADHD (thehealthedge.com)

Fuji menjelaskan jika orang tua harus hati-hati dalam melakukan diagnosa pada anak, karena ada kondisi anak yang sebenarnya tidak hiperaktif, tapi hanya saja energinya berlebih. Biasanya anak-anak seperti ini suka naik-naik ke atas meja saat usia sekolah TK sampai SD, menurutnya mereka memang cenderung bergerak aktif.

"Itu dia belum bisa dikategorikan ADHD, tapi memang memiliki energi berlebih. Dia memang super aktif, tapi belum hiperaktif," tegasnya.

Orang tua harus melihat dari rentang perkembangan anak, kemudian mengenali tipe perkembangan anak seperti apa. Salah satu indikator anak memiliki ADHD adalah tidak bisa memusatkan perhatian dengan jangka waktu 6 bulan secara terus menerus tanpa perbaikan.

"Misalnya jika dia di bulan pertama saat dijelaskan materi pelajaran matanya ke kanan dan ke kiri, tapi di bulan-bulan berikutnya dia semakin membaik maka itu tidak bisa dikategorikan ADHD," tuturnya.

Kemudian salah satu tanda ADHD adalah anak tidak bisa diajak mengobrol dalam jangka waktu beberapa menit. Kemudian tidak bisa konsisten berkonsentrasi saat merapikan baju yang butuh waktu, ini karena dia ingin bergerak terus.

2. ADHD tidak bisa sembuh 100 persen

Ilustrasi ibu hamil (unsplash.com/Suhyeon Choi)

Fuji menjelaskan kalau anak yang menderita ADHD tidak bisa disembuhkan 100 persen. Si anak akan seumur hidup memiliki ADHD. Namun, kecenderungan tersebut bisa ditekan selama menjalani terapi.

"ADHD ini banyak yang tanya apakah bisa sembuh sepenuhnya? Memang tidak bisa, kita hanya bisa mengurangi gejalanya. Mengurangi gejala ini bisa dengan terapi perilaku atau meditasi. Tergantung seberapa parah gejala yang muncul," ucapnya.

Penyebab ADHD juga bervariasi, perlu melakukan assessment sejak masa kehamilan. Misalnya stress ibu saat mengandung, makanan yang dikonsumsi, obat-obatan yang dikonsumsi ibu, dan bisa juga karena genetik.

Baca Juga: Mengenali ADHD, Gangguan Emosional yang Kerap Diderita Anak-anak

Verified Writer

Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan untuk merajut keabadian. Dengan menulis kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu adalah 2 unsur yang saling tarik menarik membentuk sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya