Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis Terkenal

Kesabaran Isa Maisah membesarkan putrinya yang ADHD

Malang, IDN Times - Tidak terbayangkan kesabaran Isa Maisah (54) seorang ibu asal Kota Malang yang berjuang membesarkan putrinya bernama Athaya Putri Nirwasita (17) yang terdiagnosa Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif. Ia membesarkan anak keduanya itu dengan hati dan pikiran rasional.

Hal tersebut membuat dirinya bisa menentukan terapi yang tepat untuk anaknya saat usia Athaya belum menginjak 5 tahun. Perjuangan Isa akhirnya tidak berakhir sia-sia, kini putrinya sukses menjadi pelukis muda di usianya yang masih 17 tahun. Karya-karyanya diakui pesohor negeri ini.

Athaya kini juga bisa mengendalikan emosinya setelah berbagai terapi yang dijalaninya sejak kecil. Bahkan, Isa mengatakan putrinya sudah mengetahui keadaannya kini dan bisa menerima.

"Saya sudah kasih tahu ke anaknya kalau kondisi kamu berbeda dari anak-anak lainnya. Pada awalnya dia ya mengamuk dan emosi. Tapi setelah beberapa kali terapi akhirnya dia bisa lebih kalem dan mengontrol emosi," terang Isa saat dikonfirmasi pada Minggu (12/03/2023).

1. Pertama kali Isa mendeteksi kondisi Athaya

Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis TerkenalPutri Isa Maisah, Athaya. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Kepada IDN Times, Isa menceritakan jika sejak mengandung Athaya tidak ada masalah apapun yang ia alami. Ia bahkan rutin melakukan check up medis. Begitu juga saat melahirkan Athaya, kelahirannya normal tanpa ada hambatan berarti.

Tapi seiring pertumbuhan Athaya, ia merasa ada perbedaan dibandingkan kakaknya. Meskipun jika diukur berdasarkan program Keluarga Menuju Sehat (KMS), Athaya selalu memenuhi batas vawah standar pertumbuhan balita. Dan saat konsultasi ke puskesmas hingga rumah sakit, dikatakan kalau kondisi Athaya masih aman-aman saja.

Namun, meskipun demikian tetap ada perasaan mengganjal di hati Isa, Athaya juga terhitung terlambat berjalan dibandingkan anak seumurannya, meskipun masih dalam batas bawah KMS. Puncak kecurigaan Isa saat Athaya berusia 2 tahun 3 bulan, kosa kata Athaya tidak berkembang, padahal sudah diajarkan berbagai kosa kata tapi masih terbatas yang dikuasainya.

"Padahal waktu usianya 9 bulan bisa menguasai a i u e o. Kemudian mengucapkan kata-kata seperti ayah dan ibu seperti anak normal pada mulanya," jelas Isa.

Lalu Athaya juga punya kecenderungan asik dengan dunianya sendiri, sering menginterupsi kalau diajak bicara. Dan dulu sekitar tahun 2008 cukup sulit menemukan koneksi internet, sehingga Isa harus mencari penyebab keanehan Athaya dari berbagai sumber seperti di perpustakaan sampai konsultasi ke dokter-dokter.

"Kemudian ketemu salah satu dokter, dan diagnosis awal adalah ADHD. Kemudian dilakukan serangkaian tes juga dengan psikolog. Dan semakin kuat diagnosis ADHD tersebut," ujarnya.

Tentu saja Isa bingung dengan apa yang menjadi penyebab putrinya mengidap ADHD, padahal proses kehami6aanpai persalinan berjalan normal. Selain itu di keluarganya tidak ada riwayat ADHD.

Di tengah-tengah kebingungan ini, dokter menyarankan agar speech delay Athaya ditangani dulu, akhirnya ia menjadi terapi. Pencarian tempat terapi juga tidak mudah, karena banyak tempat terap yang tidak cocok dengan mood Athaya. Jadi sering keluar masuk tempat terapi di Malang.

"Kadang sudah observasi, sudah tes, sampai sudah deal dan bayar uang masuk tapi cuma 2 hari terapi sudah tidak nyaman. Atahya biasanya pagi harinya masuk playgroup, pulangnya terapi pada sore hari," bebernya.

Akhirnya Athaya menemukan lokasi terapi yang cocok di Cinta Ananda Araya Kota Malang. Bertahun-tahun terapi di sana, speech delay Athaya akhirnya membaik. Dalam artian huruf-huruf konsonan itu sudah bisa diucapkan.

"Setelah itu terapi tetap dilakukan bertahun-tahun, karena untuk pengenalan warna dan angka sangat sulit sekali. Karena memang posisi intelektualnya bawah dari hasil tesnya. Tapi kita tidak boleh putus asa, harus tetap memberikan stimulus," ucapnya.

Selain terapi tadi, Athaya juga dilatih meniup peluit untuk memperkuat otot rahang dan otot bibir. Tujuannya untuk memperlancar berbicara dan agar Athaya tidak mudah meneteskan air liur. Jadi Isa bekerjasama denga pihak sekolah agar Athaya yang memimpin barisan saat akan masuk kelas, sehingga peluit tersebut dipergunakan untuk memberikan komando anak-anak lain. Selain itu, ia juga melatih dengan minum susu dari sedotan yang berkelok-kelok.

Baca Juga: Mengenali ADHD, Gangguan Emosional yang Kerap Diderita Anak-anak

2. Athaya mulai berobat ke Surabaya

Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis TerkenalPutri Isa Maisah, Athaya yang sukses menjadi pelukis. (Instagram/@athayaart)

Seiring berjalannya waktu, Isa mendapatkan saran dari kawannya untuk mengobatkan Athaya di salah satu dokter di Surabaya. Menuruti saran tersebut, Athaya harus kembali menjalani serangkaian tes psikologi dan observasi dari awal. Hasilnya sistem pendengaran, penciuman, peraba, perasa, sampai penglihatan normal semua.

Dokter menyarankan agar Athaya menjalani terapi medis selama setahun. Hal ini membuat keduanya harus bolak-balik Malang dan Surabaya setiap Minggu. Meskipun tidak ingin mengungkapkan berapa biaya terapi tersebut, menurutnya biaya tersebut terhitung sangat mahal untuk keluarganya. Tapi menurutnya Allah sangat baik kepada keluarganya, karena selalu diberikan jalan keluar dengn rezeki di saat-saat genting.

"Seminggu sekali kita ke Surabaya, terapinya berupa injeksi cairan tertentu untuk meningkatkan kecerdasan. Kemudian pemeriksaan lewat laboratorium juga dengan rambut sebanyak 5 gram, tujuannya untuk melihat kadar logam di tubuhnya, ternyata adik kadar logamnya tinggi," ungkapnya.

Melihat kadar logam tinggi, disarankan agar Athaya menjalani terapi akupunktur untuk menurunkan kadar logam di tubuhnya. Namun, penurunan kadar logam tidak signifikan. Selain itu, terapi medis di Surabaya juga tidak membuahkan hasil yang maksimal.

"Dokternya mengatakan kalau ini hasil maksimal yang bisa didapatkan. Ibu sudah ditenangkan sama dokternya agar tidak fokus ke akademiknya, tapi gali potensi di luar akademik, pasti ada faktor lebihnya," ceritanya.

Diberitahukan hak tersebut, hati Isa sempat sesak karena anaknya akam timbuh berbeda daripada anak seusianya. Tapi ia tetap bertekad agar Athaya memiliki masa depan, setidaknya ia bisa baca tulis.

3. Isa menggali potensi non-akademik Athaya

Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis TerkenalAthaya bersama karya-karyanya. (Instagram/@athayaart)

Tak ingin menyerah dengan kondisi, Isa mulai menggali potensi non-akademik putri keduanya. Athaya sering diajak ke perlombaan sang kakak yang 2 tahun lebih tua sejak TK. Akhirnya Athaya sering ikut lomba fashion show dan menyabet piala berkali-kali.

Isa menceritakan kalau Athaya sejak kecil memang suka meniru kegiatan kakaknya. Mulai sari menggambar, menari, sampai modeling. Ternyata hal tersebut bermanfaat untik memupuk rasa percaya diri gadis berkacamata ini.

"Kalau menggambar, adik ya cuma coret-coret saja sebelumnya, karena saraf motorik halusnya juga bermasalah. Tapi kita latih tangan-tangannya dengan menggunakan crayon. Jadi awalnya dengan crayon ini hanya untuk melatih saraf motorik halusnya. Tidak ada kepikiran nanti agar jadi pelukis atau seniman. Pokoknya dia bisa tumbuh seperti anak sebayanya sudah senang," jelasnya.

Meskipun menggali potensi non-akademik, Isa tetap memiliki konsern pada pendidikan putrinya. Athaya dari Playground sampai TK di sekolahkan seperti anak-anak normal. Tapi sejak masuk SD sampai sekarang SMK ia masuk sekolah inklusi agar sesuai dengan perkembangannya.

4. Athaya menemukan bakat di seni lukis

Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis TerkenalKarya-karya Athaya. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Sebelum mengenal dunia lukis, Athaya sebenarnya sudah diperkenalkan berbagai hobi sejak dini. Mulai dari piano, menggambar, sampai menaari. Awalnya tidak banyak yang cocok, ia sering berhenti sesuai moodnya.

Kecintaannya pada seni lukis berawal saat masih SD, saat itu sang kakak memiliki tugas melukis sari sekolah. Ternyata Athaya tiba-tiba ingin menciba menggunakan cat warna meskipun hanya corat-coret.

Isa akhirnya memutuskan untuk membelinya alat lukis sekaligus media kertas sendiri untuk Athaya agar tidak menggangu sang kakak. Ia mengakui kalau lukisan Athaya pada awalnya tidak jelas arahnya ke mana.

"Kemudian saat usia SMP pada 2020 kan ada pandemik, dan kegiatan di luar maupun sekolah dibatasi. Akhirnya sering di rumah, kita terus ajak main cat lukis, pikir ibu agar dia berkembang sesuai apa yang dia inginkan," tuturnya.

Sampai SMP tidak terlihat bakat Athaya di seni lukis, tapi ia masih gigih bermain-main warna di atas kertas. Menurut Isa, putrinya kesulitan menggunakan kuas mulai dari tarikan garis lurus, membuat benda bulat, atau lainnya. Saat ia berkonsultasi dengan pegiat seni rupa di Malang, lukisan Athaya saat itu memang kurang memiliki nilai nilai artistik dan estetika.

"Kemudian kok saya kepikiran coba adik melukis pakai alat-alat dapur seperti piring mainan, sikat, pisau plastik, sampai sendok. Saya waktu itu berpikir apa yang pas saja buat dipegang di tangannya," paparnya.

Kemudian ternyata bakat Athaya justru keluar saat menggunakan alat lukis yang aneh tersebut. Athaya terlihat lebih nyaman memegang alat-alat dapur dan mulai diperkenalkan agar melukis dengan media kanvas. Saking bagusnya, Isa sampai merinding setiap kali melihat hasil lukisan putrinya.

"Kemudian waktu ada pameran selalu saya ajak. Kemudian makin lama kok lukisannya makin bagus. Kemudian setiap karyanya gak hanya coret-coret saja, uniknya setiap karya punya cerita dan adik bisa menceritakan dengan detail ini gambar apa," ujarnya.

5. Pamor Athaya kian meledak di Jawa Timur

Cerita Athaya, Gadis dengan ADHD yang Jadi Pelukis TerkenalIsa Maisah saat memamerkan karya Athaya. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Pada awalnya, hasil lukisannya Athaya dijual dengan harga murah kepada orang yang berminat saja. Waktu itu Isa belum berpikir untuk mengkomersialkan lukisan putrinya. Kemudian saat datang ke perkumpulan pegiat seni di Malang, lukisan Athaya akhirnya diakui kualitasnya. Hal ini membuat Isa lega bahwa Athaya akhirnya memiliki kemampuan spesial di luar keterbatasannya.

Kemudian Isa berpikir agar lukisan Athaya tidak hanya berhenti dilihat di dalam rumah atau galeri saja. Ia berpikir bagaimana agat lukisan-lukisan putrinya ini bisa berjalan sendiri dan dilihat orang. Karena memiliki dasar skill merajut, Isa berpikir agar lukisan anaknya diaplikasikan di busana. Selain itu, Isa juga mengurus pembuatan sosial media Atahaya sampai ijin usaha dan merk dagang sendiri.

"Awalnya ibu membuat scraft dan hijab, kemudian berkembang jadi topi, sampai totebag. Dan dari sini ibu diajak banyak pihak buat fashion show dengan berbagai designer sampai model-model dan artis," tandasnya.

Usaha Isa tidak berakhir sia-sia, busana dari lukisan Athaya berkali-kali diperagakan model-model di fashion show. Bahkan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga mengapresiasi kalau karya-karya luar biasa.

Baca Juga: Hidup Segan Mati Tak Mau, Nasib Perusahaan Penerbitan Buku di Malang

Rizal Adhi Pratama Photo Community Writer Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan untuk merajut keabadian. Dengan menulis kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu adalah 2 unsur yang saling tarik menarik membentuk sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya