Orem-orem Haji Abdul Manan di Kota Malang Sejak 1967

Awalnya Orem-orem hanya dijual seharga Rp1 rupiah

Malang, IDN Times - Anak-anak muda di Kota Malang mungkin sudah tidak familiar dengan makanan tradisional bernama Orem-orem. Sajian lontong, cacahan tempe, dan kecambah kemudian disiram dengan kuah yang memiliki bau dan rasa yang khas. Harus diakui, memang butuh effort lebih untuk menemukan warung Orem-orem yang masih aktif berjualan di Malang Raya.

Namun, di antara toko-toko besi dan barang bekas di Pasal Comboran Kota Malang berdiri satu buah warung Orem-orem paling legendaris di Kota Malang. Warung tersebut adalah Warung Orem-orem Haji Abdul Manan di Jalan Irian Jaya Nomor 1, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Klojen.

1. Warung Orem-orem Haji Abdul Manan, cikal bakal sajian Orem-orem sejak 1967

Orem-orem Haji Abdul Manan di Kota Malang Sejak 1967Penampilan sepiring Orem-orem. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Warung Orem-orem Haji Abdul Manan sejak pagi hingga sore hari selalu kedatangan pembeli yang rata-rata berusia 30 tahun ke atas. Mereka silih berganti mulai dari yang makan di tempat hingga yang ingin membungkus untuk disantap di rumah. Tidak hanya tukang becak atau kuli, pegawai-pegawai pemerintahan juga tampak menikmati kuliner dengan kuah berwarna kuning ini.

Kusnan Basori (39), generasi kedua dari keluarga Haji Abdul Manan mengatakan jika memang orang-orang yang ingin mencoba Orem-orem pasti akan datang ke Pasar Comboran lebih dulu. Pasalnya Orem-orem Haji Abdul Manan sudah ada sejak 1967 dan merupakan warung legendaris di Kota Malang. Anak keenam Haji Abdul Manan ini mengatakan jika abahnya memang orang yang menciptakan Orem-orem di Kota Malang.

"Awalnya abah jualan masih dipikul di sekitar Jalan Embong Brantas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang dengan harga masih Rp1 rupiah. Kemudian juga sempat pakai gerobak, dan kemudian cari warung sendiri lalu ketemulah pada 1997 di Pasar Comboran ini," terangnya saat ditemui pada Jumat (29/9/2023).

Karena Haji Abdul Manan merupakan orang yang membuat Orem-orem pertama kali, beberapa kerabat dan anak-anaknya juga diajarkan membuat resep agar bedagang di tempat-tempat lain seperti di Desa Pakisaji, Kabupaten Malang. Oleh karena itu, ia juga berkelakar jika hampir seluruh pedagang Orem-orem di Malang Raya adalah kerabatnya sendiri.

"Selain itu, langganan abah saya yang dulu-dulu selalu kembali ke sini. Kemudian meskipun abah sudah meninggal pada 2017, langganan yang dulu mengajak anaknya ikut makan di sini. Jadi memang tetap ramai meskipun berganti generasi," ujarnya.

Baca Juga: 5 Warung Legendaris di Dinoyo Malang, Ada yang Hadir sejak 1930-an

2. Kusnan menceritakan sulitnya mempertahankan resep keluarga karena harga bumbu yang mahal

Orem-orem Haji Abdul Manan di Kota Malang Sejak 1967Kusnan Basori saat mempersiapkan sepiring Orem-orem. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Kusnan juga mengungkapkan jika yang membuat Orem-orem di warungnya banyak didatangi orang-orang luar kota karena rasa kuahnya yang khas. Menurutnya memang ada resep rahasia yang diturunkan pada anak-anak Haji Abdul Manan.

"Resep ini memang dari almarhum abah, dipertahankan hingga sekarang. Kalau sekarang sudah diturunkan ke kakak perempuan saya. Jadi yang membuat khas itu ada bumbu pepek uang terdiri dari kunir, kencur, jahe, dam lainnya. Jadi memang bumbu Orem-orem ini memang seperti jamu," ungkapnya.

Karena bumbunya yang tidak biasa, ternyata ini juga yang menjadi kendala Kusnan untuk bertahan di persaingan kuliner Kota Malang yang kian sengit. Harga-harga bumbu Orem-orem lumayan mahal, namun mereka tidak bisa begitu saja menaikkan harga seporsi Orem-orem, yaitu Rp10 ribu.

"Karena Orem-orem ini bukan makanan yang berbahan dasar daging, bahan dasarnya tempe dan lontong, jadi kalau kita buat mahal pasti pelanggan akan lari. Tahun 2000an kita sempat jual dengan harga masih Rp8 ribu selama 10 tahun, tapi sekarang harga kebutuhan pokok semakin naik," ujarnya.

Ia mengaku kalau keuntungan mereka benar-benar mepet, tapi ia tetap ingin mempertahankan pelanggan-pelanggan dari kalangan bawah seperti tukang becak, kuli, dan lainnya. Pasalnya pelanggan dari kalangan bawah ini pasti mencari makanan yang harganya murah tapi porsinya banyak, jadi solusinya ya Orem-orem.

3. Kusnan ingin Orem-orem tetap eksis di Kota Malang

Orem-orem Haji Abdul Manan di Kota Malang Sejak 1967Penampilan sepiring Orem-orem. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Kusnan berdagang Orem-orem di Pasar Comboran tidak sendirian. Ia selalu berjualan dengan dibantu kakak dan adik-adik perempuannya. Ia mengatakan seluruh keluarga memang dilibatkan, pasalnya ini merupakan bisnis keluarga yang diturunkan oleh abahnya sendiri.

"Tentu anak saya nanti harus melanjutkan warung Orem-orem ini. Tapi tentu juga seluruh anak keturunan Abah harus melanjutkan Orem-orem ini agar tidak hilang," pungkasnya.

Ia juga berharap pemerintah juga ikut membantu mereka mempertahankan Orem-orem agar tidak musnah dari Kota Malang. Pasalnya, Orem-orem merupakan makanan khas Kota Malang. Jadi harapannya banyak event-event pemerintah yang melibatkan para pedagang Orem-orem Kota Malang.

Baca Juga: 5 Resto Kuliner Ekstrem di Malang, Sate Landak Hingga Sate Buaya

Rizal Adhi Pratama Photo Community Writer Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan untuk merajut keabadian. Dengan menulis kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu adalah 2 unsur yang saling tarik menarik membentuk sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya