Mengenal Lebih Dekat Kreator Konten Kuliner Asli Surabaya

Ternyata, gak semudah itu ferguso

Surabaya, IDN Times - Profesi milenial dan Gen-Z tak melulu menjadi orang kantoran. Justru mereka bisa menciptakan lapangan kerjanya sendiri hanya lewat gawai yang dimiliki. Ditambah memanfaatkan media sosial untuk menghasilkan pundi rupiah.

Nah, salah satu milenial yang sudah melakukannya ialah Devi Lilian (32). Dia memilih sebagai pekerja lepas di dunia kreatif dengan mengembangkan konten kuliner. Bisa disebut, Devi ialah seorang foodvloger sekaligus foodbloger.

IDN Times mendapatkan cuplikan wawancara Devi. Berikut perjalanan karirnya:

1. Bagaimana kamu mengawali karir di bidang ini?

Mengenal Lebih Dekat Kreator Konten Kuliner Asli SurabayaKreator konten kuliner asal Surabaya, Devi Lilian. Dok. Pribadi Devi.

Mulanya memang suka mencoba makanan baru dan hits. Waktu itu memang masih belum ada foodies, tapi aku posting di akun pribadi mulai banyak diundang sama beberapa resto akhirnya buat satu akun Instagram @foodmaxsby sebagai wadah untuk menyalurkan hobi.

Akun itu sudah dari tahun 2015. Dulu saya first time foodies yang memberikan info halal dan nonhalal.

Baca Juga: [WANSUS] Bupati Fauzi, Memoles The Soul of Madura

2. Dari situ kamu tertarik jadi foodvloger dan foodbloger?

Mengenal Lebih Dekat Kreator Konten Kuliner Asli SurabayaKreator konten kuliner asal Surabaya, Devi Lilian. Dok. Pribadi Devi.

Iya, karena hobby tadi, dari yang diundang dan free tidak lama untuk akhirnya dapat fee dari suatu brand, dan berlanjut hingga sekarang.

3. Apa keistimewaan profesi kamu saat ini?

Bisa memberi ulasan khusus yang dipercaya oleh masyarakat.

4. Apakah ada kriteria khusus untuk konten yang diusung?

Harus authentic, tidak hanya bilang enak tapi tahu jenis makanan dan asal usul. Nah, kebetulan saya sendiri juga suka hunting michelin star restaurant di luar indonesia. Jadi emang benar-benar hobi bukan untuk pekerjaan cari uang semata.

5. Saat ini mulai marak konten kreator sebagai bisnis bagaimana cara menghadapi persaingan?

Be authentic itu tadi dan punya pangsa pasar sendiri. Masyarakat semakin pintar menilai mana konten yang bermutu dan mana yang cuma bilang enak-enak aja tapi take konten sembarangan pokok ramai pokok murah.

Segmen saya gak seperti itu, karena lidah saya terlatih untuk makanan yang lebih lagi value-nya. Murah pun boleh juga di review asal berkualitas, gak sembarangan.

6. Mulai muncul stigma kalai konten kreator kuliner dipandang sebelah mata, tanggapan anda?

Saat kita dipandang sebelah mata, “oh cuma foto-foto aja dapet duit”, padahal gak segitunya, karena sebenarnya harus mikir konsep dan konten. Kemudian memang harus terlatih untuk bisa kasih rekomendasi yang bener-benar valid.

7. Apakah semua tawaran makanan kamu terima? Dan yang sudah direview bakal ditayangkan di medsos kamu?

Dari review yang ditayangkan di sosia media, tentunya diseleksi kalau yang beneran enak diterima, yang kurang sesuai dan gak cocok dengan seleraku engga. Misal dapat endorse produk makanan lele kan aku gak suka tuh, ya pasti aku ga terima, daripada nanti reviewku gak honest juga. Sekali kamu review gak honest, selamanya lidahmu gak akan di percaya, prinsipku itu. 

Baca Juga: [WANSUS] Yasinta, Arek Sidoarjo Wakili Jatim di Puteri Indonesia 2023

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya