Petilasan Mbah Kopek Banyuwangi, Surga Air di Musim Kemarau

Banyuwangi, IDN Times – Musim kemarau memberikan dampak kekeringan di sejumlah wilayah di Banyuwangi, Jawa Timur. Kondisi kekeringan paling parah terjadi di Kecamatan Wongsorejo. Masyarakat sekitar sudah biasa mengamankan sumber air bersih ketika memasuki musim kemarau. Air ini hanya digunakan oleh masyarakat untuk keperluan memasak dan minum. Sementara untuk keperluan MCK, warga biasa menggunakan air keruh.
Berbanding terbalik dengan kondisi di Kecamatan Muncar, di Dusun Sumberjoyo, Desa Kumendung, Kecamatan Muncar, ada sebuah mata air yang tak pernah mengering sepanjang tahun. Masyarakat setempat menyebutnya dengan sumber air petilasan Mbah Kopek.
1. Surga air di musim kemarau

Sunardi (51) selaku juru kunci petilasan Mbah Kopek itu mengungkapkan, banyak orang yang selalu memanfaatkan sumber mata air tersebut. Menurutnya, sumber mata air tersebut tidak pernah kering walaupun airnya banyak diambil oleh orang saat terjadi kekeringan panjang.
“Mayoritas orang yang ke sini biasanya mandi di sumber, kadang juga ada yang mengambil dibawa pulang, ada juga yang minum langsung dari sumber air ini, meskipun kemarau panjang, selalu ada air di sini,” kata Sunardi, Selasa (8/8/2023).
2. Sumber Air tak pernah kering

Menurut ceritanya, dulunya ini dijadikan tempat bertapa oleh Mbah Joyo Kusumo. Disebutkan dia merupakan seorang senopati Mataram dan yang diyakini mengalamai moksa di tempat tersebut. Secara ajaib, tiba-tiba sumber mata air disana muncul dan tidak pernah kering walaupun saat terjadi musim kemarau.
Hingga sekarang, sumber mata air tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk keperluan mereka. Selain itu, banyak lelaku spiritual yang mandi di petilasan Mbah Kopek ini sebelum mereka bertapa di di Alas Purwo, Banyuwangi.
“Konon ceritanya, beliau pernah bertapa di sini dan moksa, petilasan ini juga sempat menjadi salah satu tempat yang harus dikunjungi sebelum bertirakat ke Alas Purwo,” imbuhnya.
3. Lokasi memandikan kucing ritual

Petilasan ini kerap dijadikan sebagai tempat untuk menggelar ritual adat kepercayaan setempat. Bermacam praktik yang ditemukan seperti mantu kucing, upacara Jumat Kliwon dan Jumat Legi, amalan merenung bagi individu spiritual, dan adat berpamitan kepada leluhur.
Pada saat musim kemarau yang berkepanjangan, masyarakat menyelenggarakan acara mantu kucing. Ritual ini dimulai dengan mengarak kucing jantan dan betina mengelilingi perkampungan. Puncak upacara melibatkan masyarakat menenggelamkan pasangan kucing beserta pengiringnya ke dalam sumber air. Diyakini bahwa ini akan mendatangkan berkah berupa hujan.
Sementara upacara malam pada hari Jumat Kliwon dan Jumat Legi diadakan oleh individu yang memiliki keperluan tertentu. Mereka datang bersama keluarga dekat sambil membawa hidangan tumpeng dan mengadakan acara selamatan di area petilasan Mbah Kopek.
Sedangkan tradisi perpisahan dan permohonan restu dari leluhur juga merupakan praktik yang terus dijaga oleh komunitas di sekitar petilasan Mbah Kopek. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh individu yang akan menikah, menjadi pengantin, atau merintis usaha baru.