Beji Antaboga Banyuwangi (Foto: IDN Times/Agung Sedana)
Gimin menyebut, nama Antaboga sendiri merujuk pada sosok ular dunia dalam mitologi Jawa, yang dianggap sebagai turunan dari Siwa-Hindu Ananta Shesha. Seiring dengan berjalannya waktu dan masuknya Islam di Jawa, pusat agama Hindu bergeser ke Bali. Namun, mitos dan legenda lama masih dirayakan dalam pertunjukan wayang, mencerminkan filosofi sinkretis dari luar yang digabungkan dengan budaya dan tradisi lokal.
Dalam pewayangan Jawa, Antaboga dianggap sebagai raja ular yang hidup di dasar bumi dan mengasuh tokoh Wisanggeni. Sosoknya adalah naga dengan mahkota memakai badhong berambut dan memakai baju merah layaknya pertapa serta mengenakan kalung emas. Beberapa pandangan spiritual Kejawen menyebutkan bahwa Antaboga adalah tali energi yang menghubungkan manusia melalui cakra mahkota dengan Sang Maha Pencipta.
Mitos menyebutkan bahwa dari meditasi Antaboga, terciptalah kura-kura Bedawang yang kemudian menjadi cikal-bakal dari semua ciptaan lainnya. Bahkan, Antaboga dipercaya bertanggung jawab atas kelahiran Dewi Sri, dewi padi Jawa dan Bali, yang diyakini muncul dari air mata yang berubah menjadi telur, yang ditumpahkan oleh Antaboga.
Berkunjung ke Antaboga Banyuwangi, pengunjung dapat merasakan kecintaan yang tinggi dari masyarakat Banyuwangi terhadap bumi Pertiwi. Destinasi wisata ini mencerminkan semangat kebhinekaan Indonesia dengan dihadirkan dalam bentuk miniatur NKRI, sebagai lambang kesatuan Negara Indonesia.
Sekali menginjakkan kaki di area Antaboga, suasana hening dan sejuk langsung menyelimuti, membawa hawa ketenangan bagi setiap wisatawan. Menyatu dengan alam dan memperlihatkan semangat persatuan, Antaboga Banyuwangi menjadi tujuan menarik bagi para pelancong yang mengagumi keindahan harmoni agama dan kebhinekaan.