Puncak Gunung Raung. (FOTO: Ali Kabul for IDN Times)
Dari Pondok Tajeb atau pos 4 menuju pos 5, Kabul menyebut ada sebuah jalur yang kemudian disebut lintasan tengkorak. Dasar penamaan ini karena pada area tersebut kelompok ekspedisi menemukan tulang belulang manusia.
"Kondisinya sudah lama, karena ada lumutnya dan oleh teman-teman sudah dikuburkan di lokasi itu juga. Kemudian diberikan penanda nisan," kata Kabul.
Sementara untuk pos 5 tidak memiliki nama. Karena pos ini juga jarang digunakan untuk bermalam. Penamaan pos selanjutnya diberikan di pos 6. Mereka memberinya nama Pondok Lengit. Penamaan ini diberikan karena pada pos 6 dihuni jutaan bahkan mungkin miliaran serangga.
"Jadi di sini ada serangga mirip nyamuk yang banyak dan mengerubungi itu. Kemudian untuk pos 7 itu tidak ada nama," katanya.
Penamaan selanjutnya diberikan di pos 8 yang kemudian disebut Pondok Rukun. Penamaan ini berdasarkan cerita kelompok Luwak yang hampir terpecah. Ceritanya, setelah ekspedisi kedua gagal, pada ekspedisi ketiga kelompok Luwak terlibat cekcok setelah melewati pos 7. Kondisi terus terjadi hingga di pemberhentian pos 8.
"Kondisi cuaca, fisik dan pikiran sudah tidak sinkron. Fokus dan mood juga sudah pecah, mungkin disebut frustasi ya karena pembukaan jalur benar-benar susah. Karena hutan belantara, kita hanya meraba-raba," jelasnya.
Di saat itulah kemudian turun hujan yang begitu derasnya. Suhu sekitar pun dengan cepat menurun. Mendapati situasi tersebut, dari 8 orang personil ekspedisi secara otomatis menunaikan tugasnya masing-masing untuk melakukan tindakan survival. Hingga akhirnya membangun sebuah tenda. Sejak itulah, kekompakan mereka terajut kembali.
"Karena situasi itu semua lupa dengan ego masing-masing. Karena fokus untuk bisa bertahan di tengah-tengah hutan belantara dan pohon-pohon besar. Kemudian disepakati pondok rukun," katanya.
Kabul menyebut, kondisi serupa juga sering kali dilakoni oleh kelompok pendaki Gunung Raung di titik ini. Menurutnya, di titik ini rasa lelah benar-benar pada puncaknya. Sehingga sering membuat pendaki suka marah-marah tak jelas. Di titik ini pula, godaan untuk menyerah paling kuat menyerang para pendaki.
"Biasa terjadi kan, orang kalau hampir mencapai finish itu godaannya berat. Kapan sampai, apa pulang saja, sudah tidak kuat, nah pikiran-pikiran seperti itu pasti munculnya di titik ini," ungkapnya.