De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala Surabaya

Terdapat brankas emas, uang dan dokumen rahasia di basement

Surabaya, IDN Times – Dinding putih di fasad bagian depan gedung itu bersih. Hampir tidak ada noda sama sekali. Tampak terawat ketimbang gedung-gedung lain di sekitarnya. Sekilas, bangunan dengan gaya arsitektur Neo-Renaisans khas Eropa ini seperti latar dalam film ‘Money Heist’ seasons 3 dan 4. Pastinya, para penikmat La Casa de Papel mulai bisa membayangkan bagaimana bentuk gedung ini.

Bangunan megah yang berdiri di lahan seluas 1.000 meter persegi itu bekas De Javasche Bank (DJB) Cabang Surabaya. Letaknya di Jalan Garuda Nomor 1 Surabaya. Berdekatan dengan eks Penjara Kalisosok dan Jembatan Merah. Sedikit dari sekian banyak saksi bisu perjalanan panjang Indonesia masa kolonial hingga milenial.

Tentunya, banyak sejarah yang tertuang dalam DJB. Banyak pula literatur yang telah membahasnya. Tapi sebagai seorang milenial, aku kembali teringat serial film Money Heist. Pada seasons 3 dan 4, diceritakan setelah menikmati hasil rampokan di gedung percetakan uang, professor dan komplotannya kembali beraksi. Yakni merampok Bank Spanyol.

Adegan demi adegan Money Heist di Bank Spanyol mulai aku bayangkan ketika di depan pintu utama DJB. Hanya ada satu akses pintu masuk. Seolah menunjukan keamanan yang ketat. Pintunya berlapis. Bagian luar pintu dilengkapi teralis, ditambah folding gate yang memiliki dua daun pintu pada bagian dalamnya.

Ketika teralis dan folding gate dibuka, masih ada pintu putar dengan empat daun terbuat dari kayu jati dipadukan dengan besi yang kokoh. Belum diganti sejak tahun 1910 gedung ini direkonstruksi oleh Belanda. Fungsinya pun masih normal dan terawat dengan baik. Pintunya masih berputar, tidak macet, tidak juga ada lecet di samping kanan maupun kirinya.

"Masih asli semua ini, masih bagus karena memang dirawat," ujar pemandu DJB, Riski Jayanto saat mengajakku menikmati kokohnya pintu putar, Rabu (19/5/2021).

Sambil berjalan menelisik isi Gedung DJB, Riski mulai membagikan kisah-kisah yang pernah ada di sini. Mulai dari awal pendirian bank oleh Belanda, direbut Jepang, dinasionalisasi pemerintah Indonesia, digunakan oleh Bank Indonesia dan Bank Jatim hingga menjadi cagar budaya seperti sekarang ini. Panjang kali lebar, tapi tetap menarik.

Perjalanan DJB Surabaya, didirikan Belanda hingga direbut Jepang

De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala SurabayaPintu utama De Javasche Bank. IDN Times/Ardiansyah Fajar

De Javasche Bank (DJB) atau yang berarti Bank Jawa ini pertama kali didirikan di Batavia sekarang Jakarta pada 24 Januari 1828. Melihat antusias masyarakat dan berkembangnya niaga di sejumlah daerah yang dikuasainya, Belanda membangun kantor cabang DJB di Surabaya, Yogyakarta, Solo, Cirebon, Makassar, Palembang dan Pontianak.

Khusus DJB Cabang Surabaya, mulai dibuka pada 14 September 1829. Cabang di Kota Pahlawan ini dinahkodai oleh F.H Preyer dibantu asisten A.H Buchler dan komisaris, J.D.A Loth. Bedanya dengan cabang lainnya, kantor ini menjadi yang pertama kali menerapkan sistem perhitungan kliring antar bank utama pada masa kolonial Belanda.

Bank utama itu antara lain, Nederlandsche Handel Mij Factory, De Hongkong Bank & Shanghai Banking Corp., De Chartered Bank of India Australia & China, De Nederlasche Indische Hendelsbank dan De Javasche Bank.

Soal bangunan, awalnya tidak semegah seperti sekarang ini. Mulanya, Belanda menyediakan bangunan klasik. Seiring berkembang pesatnya perekonomian Belanda dengan hasil rempah-rempah melimpah, bangunan DJB mulai dirombak pada tahun 1910. Kemudian direkonstruksi dengan gaya arsitektur Neo-Renaisans. Gedung ini menjadi salah satu bangunan yang paling bergengsi di Surabaya pada zamannya.

Aktivitas perbankan berlangsung sampai menjumpai petaka pada 1942. Ketika itu, Belanda harus dipukul mundur oleh Jepang. "De Javasche Bank Surabaya sempat ditempati Jepang, Namanya diubah Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG) atau Bank Jepang," ucap Riski. NKG sebagai bank sirkulasi untuk wilayah Asia Tenggara yang telah diduduki Jepang.

Karyawan-karyawan DJB yang berkebangsaan Belanda sempat dijebloskan militer Jepang ke penjara. Mereka dijadikan tahanan. Namun kurangnya tenaga yang terampil dalam perbankan, mereka kembali dipekerjakan di NKG tapi dengan status tahanan. Setelah bekerja, mereka dikembalikan ke  penjara.

NKG sirna pada 15 Agustus 1945 bersamaan dengan kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II. Tak ingin kehilangan momentum, usai mengumumkan kemerdekaannya Indonesia mencoba mengambil alih asset-aset yang ada. Namun dinding tebal berupa Agresi Militer Belanda masih bergejolak.

"Dikuasai kembali oleh Belanda, berubah lagi Namanya menjadi De Javasche Bank," kata Riski. Empat tahun berjalan, Belanda mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia pada tahun 1949. Kemudian DJB mulai dinasionalisasikan pada 1951. "Dibeli saham oleh pemerintah Indonesia, jadi tidak dirampas," dia menegaskan.

Beralih menjadi Bank Indonesia, Bank Jatim dan sekarang sebagai cagar budaya

De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala SurabayaKondisi di sekitar De Javasche Bank. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Dua tahun kemudian, tepatnya 1 Juli 1953 DJB diubah menjadi Bank Indonesia. Aktivitas perbankan di gedung ini berlangsung hingga tahun 1973. Sampai akhirnya, pemerintah memutuskan untuk memindah Kantor Bank Indonesia ke Jalan Pahlawan Nomor 105 Surabaya.

"Dengan alasan tidak memadai untuk karyawannya, terlalu kecil," ujar Riski.

Pindahnya Bank Indonesia dari gedung bekas DJB ini ternyata tidak membuat bangunan kosong begitu saja. Secara berkesinambungan, gedung ini langsung dipinjam oleh Bank Jatim. Nah, pada tahun 2010 Bank Jatim memutuskan pindah ke kawasan Jalan Basuki Rahmat, Surabaya.

"Akhirnya dibuka sebagai heritage, cagar budaya milik Bank Indonesia pada tanggal 27 Januari 2012 sampai sekarang,"  terang Riski.

Penetapan Gedung DJB menjadi cagar budaya ini memang sangat memenuhi syarat. Sebab, semua yang ada di sini masih orisinil. Mulai dari bangunan eksterior, interior hingga beberapa ornamen penunjang di dalamnya. Nah, ketika sudah masuk ke dalam gedung dengan tiga lantai ini bayanganku akan latar film Money Heist kembali bergejolak.

Tak melulu soal sejarah, aku diajak Riski untuk menelusuri lebih dalam isi dari Gedung DJB. Dia menyampaikan kalau gedung ini terdiri dari tiga lantai. Ketika masuk pintu utama, pengunjung langsung di area lantai 1. Kemudian juga terdapat lantai dasar yang merupakan basement atau ruang bawah tanah dan lantai 2 digunakan tempat penyimpanan arsip saat masih operasional.

Terdapat tiga brankas raksasa untuk simpan uang, emas dan dokumen rahasia dilengkapi CCTV Belanda

De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala SurabayaKondisi di dalam brankas De Javasche Bank. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Latar film Money Heist kian terasa ketika berada di ruang bawah tanah DJB. Ada tiga brankas. Pertama brankas untuk penyimpanan uang, kedua brankas penyimpanan emas dan ketiga, brankas untuk menyimpan dokumen-dokumen rahasia pada zamannya.

Brankas-brankas milik DJB ini juga terlihat masih sangat kokoh. Pintunya terbuat dari baja dengan berat 13 ton. Kira-kira Tokyo, Rio, Denver, Nairobi, Palermo, Stockholm, Helsinki, Bogota dan Manila bisa menjebol pintu ini gak ya? Eh tapi jangan salah, keamanan brankas tidak itu saja, di sekitarnya juga dilengkapi CCTV manual zaman kolonial Belanda.

"Jadi CCTV ini berupa kaca yang mengelilingi brankas, misal ada orang masuk kita bisa lihat dari pantulan itu," katanya. Aku mencoba mengelilingi sekitar brankas, benar saja bayangan Riski yang hanya berdiri di titik antara brankas uang dan emas, malah muncul di kaca seolah mengawasi tiap pergerakan.

Selain CCTV manual, terdapat juga inovasi berupa AC alami. Waktu itu, dikatakan Riski, Belanda memakai kendi yang merupakan produk gerabah khas Jawa. Kendi-kendi ini di isi air pada pagi hari, kemudian siangnya diletakkan di sekitar ruang bawah tanah yang ternyata membuat sejuk isi ruangan.

"AC-nya diletakan mengelilingi brankas, tepat di bawah CCTV manual tersebut," terang dia. Di sini juga ada beberapa uang dan emas mitasi yang dipajang di dalam brankas masing-masing. Selain itu, terdapat mesin pemusnah uang dan mesin hitung uang logam.

Ada bilik teralis untuk nasabah, ubin berwarna dan kaca patri pengganti penerangan di lantai 1

De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala SurabayaBilik tempat nasabah untuk menikmati layanan di DJB semasa masih beroperasi. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Puas dengan ruang bawah tanah, Riski menuntunku menelisik lantai 1. Tempat ini menjadi jujukan pertama pengunjung ketika masuk dari pintu utama. Terdapat bilik-bilik terbuat dari kayu dilengkapi teralis yang digunakan nasabah ketika ingin mendapat pelayanan dari petugas bank. Di depannya juga ada bangku panjang untuk kursi tunggu para nasabah.

Secara rinci, ubin yang terpasang di DJB memang masih asli. Sampai sekarang, kondisinya masih bagus dan mengkilap. Wajar, karena pengelola dalam hal ini Bank Indonesia rutin merawatnya. Menariknya, ubin-ubin ini tidak monoton dengan satu warna aja. Ada hitam, merah, putih dan hijau.

Rupanya, warna-warna ini tidak sekadar keindahan interior tapi ada maknanya. Ubin-ubin ini menandakan batas antardivisi ketika DJB masih beroperasi. Saat menilik lantai 1, sekilas teringat adegan anggota perampok dalam Money Heist, Nairobi ditembak oleh Kepala Keamanan Bank Spanyol, Gandia.

Keunikan lainnya, terdapat kaca patri pada bagian atas lantai 1. "Sinar matahari dari atas, diproses kaca patri kemudian menjadi penerangan untuk gedung ini," jelas pria asli Pamekasan ini. Sebagai pengganti AC, di dekat kaca patri terdapat lubang-lubang udara yang terhubung dengan lantai 2. Ketika jendela di lantai 2 dibuka, maka angin dapat keluar masuk melalui lubang yang telah tersedia di lantai 1.

"Dulu ventilasi udara pakai lubang kotak-kotak di atas bangunan, sekarang sudah diganti dengan AC," terang Riski.

Sekarang ini di lantai 1 juga terdapat diorama, lukisan hingga poster-poster seputar informasi soal DJB Surabaya. Ada juga plakat cagar budaya sejak 27 Januari 2012 di samping kiri pintu utama yang ditandatangani Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution dan Gubernur Jatim, Soekarwo.

Ada tujuh rak arsip peninggalan Belanda dan lorong darurat di atas gedung

De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala SurabayaRak arsip peninggalan Belanda di lantai 2 DJB. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Naik ke lantai 2, DJB akan menyajikan tempat penyimpanan arsip. Di sini terdapat tujuh rak arsip asli buatan zaman Belanda yang masih terawat. Rak-rak ini terbuat dari kayu jati sama halnya ornamen-ornamen kayu yang ada di dalam bangunan gedung ini.

Rak arsip yang ada juga terlihat masih kokoh. Tingginya sekitar tiga meter. Namun, untuk arsip-arsipnya sudah tidak ada lagi. Riski menyampaikan, kalau arsip yang ada telah disimpan oleh Bank Indonesia sebagai pengelola resmi DJB.

"Arsip-arsipnya perkantoran dan transaksi keuangan dulunya disimpan di lantai 2 ini," ucap Riski.

Tak hanya melihat rak legendaris itu, aku juga mencari pintu darurat yang disediakan di atas gedung. Karena pintu itulah yang juga ada di Bank Spanyol, latar film Money Heist. Bagian akhir film memutar adegan para perampok yang hendak kabur lewat bagian atas bank karena sudah ada anggota tim yang menjemput menggunakan helikopter.

Riski segera menunjukkan kalau ada atap yang bisa dibuka untuk keluar masuk melalui DJB. Lengkap sudah DJB mirip latar La Casa de Papel. Tapi ukurannya lebih kecil. Lalu, nuansa khas Indonesia serta klasiknya yang membuat berbeda. DJB juga tak pernah terkena tinta merah. Bahkan, ketika gejolak reformasi tahun 1998 marak dengan penjarahan, gedung ini aman-aman saja.

Sejak jadi cagar budaya, DJB hidupkan wisata Kota Tua Surabaya dan geliatkan ekonomi

De Javasche Bank, Sensasi Latar Film Money Heist ala SurabayaSuasana sentra PKL Kasuari di dekat Gedung De Javasche Bank. IDN Times/Ardiansyah Fajar

Lantaran menyimpan sejarah panjang dengan bangunan yang kental nuansa Eropa, DJB sangat digandrungi wisatawan. Dalam sebulan, pengunjungnya mencapai 5.000 orang. Rata-rata mereka yang datang ingin tahu seluk beluk DJB sekaligus foto-foto.

"Gedung DJB ini dibuka untuk umum dan gratis, event-event berupa pameran foto juga kerap digelar di sini," ungkap Riski.

Selain menerima wisatawan, gedung ini juga didatangi oleh peneliti. Mulai dari mahasiswa hingga dosen. Beberapa pengunjung juga memakainya untuk sesi pemotretan sebelum hari pernikahan alias prewedding. Namun untuk kegiatan ini, mereka harus mengajukan surat izin kepada Bank Indonesia terlebih dahulu.

Sayang, sejak pandemik COVD-19 merebak di Indonesia, DJB ditutup sementara. Kendati demikian, masih banyak wisatawan yang ke sini. Mereka memilih berfoto ria di area depan dengan latar belakang Gedung DJB. "Aslinya pengin masuk tapi masih tutup, ya sudah foto di sini aja. Bagus buat di IG (Instagram)," kata Rina (19) saat di lokasi.

Sebenarnya, apabila dalam kondisi normal DJB buka setiap hari, mulai pukul 08.00-16.00 WIB. Karena mendatangkan wisatawan, DJB menjadi salah satu penghidup aktivitas ekonomi di sekitarnya. Seberang DJB ada Sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjual berbagai makanan lezat. Sentra ini satu Kawasan dengan Terminal Kasuari.

"Ya ramai kalau dibuka lagi, orang-orang pada beli minum sama makanan di sini, semoga COVID-19 cepat selesai, wisatanya dibuka lagi, pembeli kita ramai seperti dulu," ungkap seorang pedagang, Hidayat (42).

Bagi yang belum pernah ke De Javasche Bank, penasaran gak? Penasaran gak? Penasaran gak? Penasaran dooong!

Baca Juga: Mengintip Masjid Puro Pakualaman, Cagar Budaya yang Kaya Falsafah Jawa

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya