TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Jejak Sejarah Islam di Kampung Peneleh Surabaya

Tempat bersejarah cocok buat ngabuburit!

Destinasi wisata di Peneleh. (disbudporapar.surabaya.go.id)

Tak salah memang ketika Surabaya menyandang julukan Kota Pahlawan. Pasalnya, banyak sekali tempat-tempat bersejarah di kota metropolitan ini. Salah satunya adalah kawasan Kampung Peneleh. Tak hanya Makam Belanda ataupun Rumah Lahir Sukarno saja yang ikonik, di tempat ini ada juga berbagai jejak sejarah Islam yang bisa ditelusuri.

Tempat-tempat ini juga cocok untuk lokasi ngabuburit nanti ketika telah memasuki bulan Ramadan. Penasaran di mana saja? Langsung simak 7 jejak sejarah Islam di Kampung Peneleh Surabaya berikut ini.

1. Rumah Kos HOS Tjokroaminoto

Rumah HOS Tjokroaminoto. (tiketwisata.surabaya.go.id)

HOS Tjokroaminoto merupakan tokoh penting organisasi Sarekat Islam. Di Surabaya, ia memiliki rumah kos yang telah popular di telinga masyarakat. Banyak pejuang tanah air yang pernah ngekos di sini, seperti Soekarno, Kartosuwiryo, Musso, Alimin, Darsono, Semaun hingga Tan Malaka.

Selain sebagai tempat kos, rumah ini juga dikatakan sebagai markas Sarekat Islam. Tjokroaminoto kerap berdialog seputar ideologi dan pergerakan agama Islam bersama anak-anak kosnya. Pendidikan agama Islam yang ia bagikan kepada anak-anak kos menjadi cara untuk mengimbangi pendidikan barat yang didapat dari sekolah Belanda.

2. Masjid Jami Peneleh

Masjid Jami Peneleh. Facebook/Love Suroboyo

Bernuansa kuno, bangunan Masjid Jami Peneleh memiliki bentuk menyerupai joglo. Masjid ini menjadi saksi serangan bom Belanda di era kolonial. Pada zaman Belanda menara Masjid Peneleh pernah rusak akibat serangan meriam.

Masjid yang disebut sebagai salah satu peninggalan Sunan Ampel ini memiliki interior yang sarat akan makna. Langit-langitnya berhiaskan huruf Arab yang memuat nama empat sahabat Nabi Muhammad. Sepuluh tiang utama penyangga atap ini juga melambangkan Soko Guru, yakni 10 malaikat Allah SWT.

3. Langgar Dukur Kayu

Langgar Dukur Kayu. (tourism.surabaya.go.id)

Langgar kuno ini masih berdiri kokoh di antara perkampungan padat penduduk, tepatnya di kampung Lawang Seketeng, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya. Langgar ini didirikan oleh beberapa ulama yang pernah tinggal di kawasan Lawang seketeng pada tahun 1893.

Salah satu peninggalan kuno yang masih terawat di dalam langgar adalah sebuah Alquran yang ditulis tangan dan setiap lembarnya terdapat stempel air kerajaan Hindia-Belanda. Di Langgar juga ditemukan sebuah tongkat mimbar menyerupai pusaka tombak yang masih terjaga hingga saat ini.

4. Makam di tengah Gang Peneleh

Makam di gang Peneleh. Youtube/Love SuroboyoOfficial

Salah satu ciri khas Kampung Peneleh adalah banyaknya makam atau kuburan di tengah-tengah gang kampung. Seorang sesepuh di Peneleh menuturkan bahwa makam tersebut bukan makam sembarang orang, melainkan makam ulama Kampung Peneleh.

Warga di sana memaklumi keberadaan makam leluhur ulama di kampung mereka. Beberapa warga kerap terlihat membersihkan makam. Ada juga yang datang sesekali hanya untuk menaburkan bunga.

Baca Juga: Peneleh Siap Jadi Kampung Wisata Heritage, Ada Paket Wisata  

5. Toko Buku Peneleh

Toko buku Peneleh. Instagram/patjarmerah_id

Toko Buku Peneleh ini merupakan milik Abdul Latif Zein dan sudah ada sejak tahun 1880an. Toko ini lokasinya sangat dekat dan berseberangan dengan Rumah Kos HOS Tjokroaminoto. Ketika memasuki tokonya, masih terdapat perabot dan ornament lawas yang orisinil.

Toko yang juga merupakan percetakan milik Muhammadiyah ini menjual buku-buku mengenai syariat Islam dan sejarah. Menariknya, Toko Buku Peneleh ini merupakan toko buku favorit sang proklamator ulung, yakni Ir Soekarno semasa ngekos di Rumah HOS Tjokroaminoto.

6. Masjid Bahagia

Masjid Bahagia. (web.suaramuhammadiyah.id)

Bangunan ini tak terlalu besar meski dinamakan masjid. Lokasinya bersebelahan dengan Makam Belanda Peneleh yang legendaris. Sedikit orang yang mengetahui kalau Masjid ini adalah bagian dari perjalanan sejarah Muhammadiyah di Surabaya.

Masjid yang dibangun pada tahun 1960an ini dimiliki oleh seorang saudagar Muhammdaiyah bernama H. Syafi’i. Kedua orang tuanya berdarah Aceh. H. Syafi’I memiliki beberapa jenis usaha seperti konveksi hingga loket pembayaran listrik.

Verified Writer

Kayla Jasmine Yasmara

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya